003.

836 57 2
                                    

Di tempat lain, seorang pria berdiri di depan sebuah meja kerja yang kosong. Bola matanya bergerak waspada ketika mendengar suara pintu ruangan yang terbuka di belakangnya. "Loh, Udah masuk aja lo?" 

Pria itu hanya menoleh tanpa membalik posisi tubuhnya hingga sang lawan bicara tiba di depannya, "As I should. Karena gue yakin dia masih hidup." 

"Dengan ledakan sebesar itu dan mobilnya hancur lebur, Mungkin cuma satu persen chance-nya untuk hidup."

Pria itu menatap lawan bicaranya dengan penuh tanya, "Ini bahkan belum 24 jam semenjak berita kecelakaan itu dirilis. Polisi masih menyelidiki apa yang terjadi. Kok lo bisa seyakin itu kalo dia nggak ada chance buat survive? Apa lo ada hubungannya sama kecelakaan itu?" 

"Tch–jangan nuduh sembarangan tanpa bukti. Itu tuduhan yang serius."

"The way you talk about him is weird. You two are siblings–"

"Not blood related," balas sang lawan bicara. "Kalo bokap gue nggak kelewat bucin mampus sama nyokapnya dia, Semua ini nggak akan terjadi."

"Still. He's your brother."

"Whatever. Dan gue nggak bilang dia nggak ada chance…it's only one percent–"

"Ya kalo gitu gue akan berpegang sama kemungkinan satu persen itu." ujarnya mengambil jasnya dan berniat pergi.

"Satu minggu!"

Pria itu menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang–pada lawan bicaranya, "Lewat dari itu, You'll work for me, Dirga. Suka nggak suka, lo harus terima itu." 

"Gue akan berpegang teguh sama chance 1% itu. Mas Ginan." ucap Dirga berjalan keluar dari ruangan menuju parkiran dan masuk ke dalam mobilnya.

"Aagh!!! Sial! Nggak tau diri banget sih tuh orang! Nggak bisa kerja tapi ngotot banget duduk di kursi jabatan Presdir! Yang ada perusahaan bakal ancur kalo dipegang dia." Kekesalannya teralihkan sejenak oleh sebuah panggilan telepon.

"Ehm! Halo?"

"Kerja nggak?"

"Harusnya. Tapi aku bolos. Kenapa?"

"You better come here, kamu pasti mau liat ini." 

Sambungan telepon terputus dan Dirga mengernyitkan dahinya menatap layar handphone lalu mulai menyetir, "Ada apaan sih?" 

— 

Beberapa Menit sebelumnya 

Di dalam sebuah kafe yang sedang tidak terlalu ramai, beberapa karyawan tengah bersantai menonton televisi, "Hari gini masih aja kita nontonin berita orkay sama artis sini…emang pekerjaan paling sia-sia adalah mikirin kehidupan mereka…ya nggak Tes?" 

"Eh tapi kadang seru aja sih…soalnya banyak artis sini tuh kelakuannya suka pada di luar nalar. Mayan buat bahan gibah." 

"Oh itu berita soal kecelakaan kemaren."

"Polisi masih kasus menelusuri kecelakaan mobil yang terjadi kemarin malam. Korban diduga adalah putra tiri dari konglomerat Pramana Hermanto, yang belakangan melaporkan kasus kehilangan putranya yang tak kunjung kembali selama 24 jam terakhir ini…" Pembaca berita kemudian menampilkan identitas korban kecelakaan tersebut.

Tessa menoleh untuk melihat siaran berita siang yang menampilkan info kecelakaan mobil, "Itu depan apartemennya Mbak Ranti…" gumamnya hingga tak lama kemudian, sosok yang Ia bicarakan pun muncul, namun kali ini Ranti tak datang  sendiri melainkan bersama seorang pria berjaket dengan hoodie menutupi kepalanya.

[COMPLETED] 7 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang