Keesokan malamnya, kesibukan terlihat di sebuah venue hall hotel yang sudah diset mewah nan elegant. Maura dan Gian terlihat tersenyum cerah menyapa kolega mereka yang datang menghadiri acara pertunangan mereka.
"Nyapa Papanya Dirga dulu yuk?" ucap Gian menggandeng Maura, "Hai Om! Ga!"
"Selamat ya Gian," ucap Papa Dirga.
"Makasih Om!" balas Gian lalu meninju pelan dada Dirga, "Bisa-bisanya lo dateng abis resign! Hahah!" canda Gian dengan sedikit sindiran.
"Gue dateng hari ini sebagai sepupu lo, bukan mantan bawahan lo. Selamat, Mbak Maura," balas Dirga lalu dibalas senyuman oleh Maura.
"Masa cuma karena Bimo–"
"Bukan karena Bimo," Dirga sontak menoleh ketika Sang Ayah memotong ucapan Gian saat Ia akan buka mulut, "Memang Om yang minta Dirga berhenti."
"Kenapa sih? Padahal perusahaanku–"
"Aku juga punya perusahaan Mas," Balas Papa Dirga pada kakaknya sendiri. "Hanya karena perusahaanmu lebih besar bukan berarti perusahaanku nggak ada artinya. Aku bangun itu semua dengan susah payah dan jujur tanpa mengandalkan harta yang Bapak tinggalkan. Dirga satu-satu nya penerusku…itu sebabnya aku minta dia mundur karena dia akan meneruskan bisnisku."
Senyum tipis tergambar di wajah Dirga ketika mendengar sang Ayah membelanya di depan Gian dan Om Pramana.
"Lagipula…bukannya nggak etis merayakan ini semua saat anak tirimu bahkan nasibnya belum jelas?"
Gian, Maura, dan Om Pramana mendadak merasa tak nyaman namun Dirga justru menikmati convo ini.
"Ah! Itu kolegaku datang! Ayo kita sapa mereka dulu–Gian–" Om Pramana pun berpamitan pada keluarga Dirga.
"Sombong," gerutu Papanya Dirga melirik sebal kakaknya sendiri, "Nanti kita bikin pesta pertunangan yang lebih mewah buat kamu sama Tessa–" Lagi-lagi senyum senang tergambar di wajah Dirga. "Udah Mah ayo!"
"Mau kemana Pah?"
"Laper! Abis itu kita pulang. Males juga lama-lama di sini."
Mama Dirga menghela nafas sambil menggeleng sementara Dirga tertawa sambil menenangkan sang Ibu, "Udah sana, temenin makan biar nggak marah-marah terus."
Dirga pun melepas kepergian orang tuanya. Ia memperhatikan suasana sekitar lalu tak sengaja melihat siluet familiar di depan venue dan seulas senyum tergambar di wajahnya.
—
"Menurut kamu, Ranti bakal dateng kah?" bisik Maura pada Gian.
"Terakhir kali ketemu, dia mantep bilang mau dateng sama pacarnya. Aku penasaran mau liat cowok barunya."
"Dia punya pacar baru?"
"Eum! ngakunya sih gitu…nggak tau kalo ngibul. Tapi kayaknya menurut aku, dia cuma mau–Oh, that's her."
Maura sontak menoleh dan dari pintu masuk, Ranti terlihat memasuki venue dalam balutan dress putih simpel sambil menggendong Ray yang juga terlihat lucu dan rapi dalam balutan jas mini. Pandangan mereka bertemu dan Gian pun mengajak Maura menemui Ranti.
"Hai~ ternyata kamu dateng juga! Ouwh~ sini sama Papa, Nak!" ajak Gian namun Ray menatapnya waspada dan mengalihkan wajahnya.
Karena keki, Gian pun mencoba menariknya diam-diam dari belakang agar bisa Ia gendong, namun anak itu memeluk erat leher ibunya hingga akhirnya Gian menyerah.
"Kok kamu gitu sih~ Papa sedih nih~" rengek Gian namun Ray hanya menatapnya asing.
Ranti menggunakan tangan kecil Ray untuk menyerahkan goodie bag hadiah darinya untuk Gian, "Ini buat Om Gian, selamat ya Om Gian atas pertunangannya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[COMPLETED] 7 Days
RomanceApa yang akan kamu lakukan jika suatu hari kamu membuka mata dan menemukan dirimu berada di sebuah tempat asing tanpa satupun memori tersisa dalam ingatanmu? --- "Huh?!" Aku membuka kedua mataku ketika suara dentuman besar terdengar berdebam di kep...