012.

478 41 1
                                    

"Kalo yang kamu maksud adalah harta, Bukannya Dirga udah kasih tau kamu kalo aku punya aset mandiri yang nggak berkaitan sama keluargaku, and it's more than enough for us, Ti. Aku hanya perlu kembangin itu so the money keeps growing. Soal jabatan? Aku nggak peduli. Gian can take it. Aku bisa kerja dimana aja." ucap Bimo mencoba meyakinkan Ranti.

Wanita itu membangun dinding pembatas yang sangat tinggi karena rasa trauma yang Ia rasakan akibat tekanan dari keluarga Bimo. Ranti menutup akses untuk apapun itu yang berhubungan dengan keluarga mertuanya dan tak ingin mereka menyentuh Ray. Namun di sisi lain, Ia juga tak sadar jika apa yang Ia lakukan juga akan berpengaruh pada tumbuh kembang Ray secara emosional. 

Ranti terdiam dan mengalihkan wajahnya ke arah lain. Pikirannya begitu kacau hari ini. Hingga sentuhan lembut Ia rasakan di kedua pundaknya, "Aku tahu aku salah karena dulu udah pernah melontarkan pertanyaan yang nyakitin kamu soal kehamilan kamu dulu. I've apologized to you, dan aku akan minta maaf terus kalo emang itu yang kamu mau. Apalagi sekarang ada kemungkinan kalau Ray bisa jadi anakku, If you want to beat me up to death, You are free to do it." 

Ranti masih menolak untuk bicara hingga akhirnya Ia melihat Bimo bersimpuh di depannya, "Bim, Apaan sih–"

"Aku nggak mau balik ke mereka…aku mau sama kamu dan Ray. I'll do everything you want," ucap Bimo menempelkan kedua telapak tangannya seraya memohon pada Ranti.

"Haish…." rutuk Ranti frustasi hingga sebuah ketukan yang terburu-buru terdengar di pintu. Ranti lekas membukakan pintu dan Dirga muncul di sana dengan terengah-engah. 

"Mbak! Mas! Oh? Lo kenapa? Lagi disetrap kah?" tanya Dirga menatap bingung Bimo yang masih bersimpuh di depan TV. 

Pria itu menatap Ranti dengan tatapan memelas sehingga Ranti hanya bisa menghela nafas panjang, "Bangun." Bimo lekas terbangun dan tersenyum lega. 

Dirga menatap keduanya bingung namun kemudian Ia menghampiri Bimo, "Mas,lo beneran nggak inget sama sekali kah alasan lo nyetir malem itu dan end up celaka di seberang apartemen Mbak Ranti?" 

"K-Kalo gue inget, gue udah pasti cerita sama lo atau Ranti." 

"Oke. Soalnya kayaknya gue tau alesannya kenapa," ujar Dirga menyerahkan amplop coklat berisi dokumen pada Ranti yang berdiri di dekatnya.

Ranti mengambil dan membacanya. Ekspresi di wajah wanita itu berubah shock, "I-Ini–" Ia menatap Dirga terkejut.

"K-Kenapa? Kalian jangan bikin takut!" 

Dirga mengalihkan tatapannya dari Ranti ke Bimo, "Kayaknya malem itu lo nyetir buru-buru untuk ngasih tahu Mbak Ranti, Kalo lo itu Ayah biologisnya Ray, bukan Mas Gian."

"Hah??" Bimo lekas merebut dokumen di tangan Ranti yang berupa hasil tes dna antara dirinya dan Ray.

"You did it lately. Pihak rumah sakit ngirimin versi digitalnya ke e-mail lo. Dokumen fisiknya mungkin udah abis kebakar di dalem mobil lo–Mbak!" seru Dirga terkejut ketika tiba-tiba Ranti jatuh terduduk karena kakinya terasa lemas. Ranti tak tahu apakah Ia harus merasa senang atau sedih akan fakta yang baru Ia terima ini. 

"Kalian nggak inget sama sekali kah ketika berb–woah! Mbak Ranti!" seru Dirga terkejut ketika Ranti mendadak tak sadarkan diri.

— 

"

Tunggu di sebelah ya, Thank you!" ucap Tessa menghela nafas pelan lalu mengeluarkan handphone-nya dan menatapnya. Tak ada notifikasi chat atau panggilan berarti baginya meski di sana tertera beberapa notifikasi namun tak menarik baginya. Hingga di luar kesadarannya, Jari Tessa bergerak otomatis membuka akun sosial media milik Dirga namun tak ada update apapun di sana. 

[COMPLETED] 7 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang