016.

491 45 0
                                    

Dirga mengusap rambutnya yang basah setelah mandi lalu keluar dan lekas bergabung bersama Tessa di tempat tidur. Wanita itu memunggunginya dan baru menoleh ketika Ia menyentuh pinggangnya.

"Gimana kondisi kamu sekarang?" Tanya pria itu sambul mengusap lembut perut Tessa, yang kini berbaring telentang menatapnya.

"Udah jauh lebih baik…besok masuk aja kali ya? Aku nggak enak sama Mbak Ranti."

"Aku udah telepon Mbak Ranti, Kamu nggak perlu kuatir."

Wajah Tessa pun perlahan berubah muram, "Tapi besok kamu kan mau pergi sama Mas Bimo…aku sendirian–" 

"Kamu takut kah?" Tessa mengangguk pelan, "Tell me what was going on?"

"Dia ngajak aku ngedate ke pub…it was just bar, bukan Nightclub atau tempat foya-foya gitu. That's why aku sama sekali nggak curiga sama dia. We did drink some alcohol…tapi ternyata kadarku lebih tinggi dari dia. Aku izin ke toilet karena aku ngerasa mual. Terus pas balik dan aku ngabisin minumanku…aku ngerasa pusing dan ngantuk banget terus aku nggak inget apalagi yang terjadi. Bangun-bangun aku udah di kamar yang asing dan aku denger kamu marah-marah." 

"Lain kali hati-hati…kan aku udah bilang…just date me instead…" 

Tessa menatap lekat Dirga, "Do you like me?" 

"After all the steamy sleepless nights? Yes, I do. I love you. Persetan lah sama sahabat-sahabat tai kucing–We slept together and how do you expect me not to have feelings for you after those kisses and hugs?

Tessa menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan tertawa mendengar pernyataan cinta Dirga yang terdengar ugal-ugalan itu, "Itu hal paling lucu yang aku denger dari kamu…sahabat-sahabat tai kucing…" ujarnya tertawa. 

Dirga turut tersenyum ketika melihat Tessa tertawa, "That's why…nakal sama aku. Kamu mau mabok-mabokan, drink with me…you're horny? Do it with me–hmph!" Tessa menutup mulut pria itu dengan telapak tangannya.

"Iyaa..iya..I get it." 

"Don't ever run away from me again?" ucap Dirga mengusap pipi Tessa. Wanita itu pun mengangguk pelan dan tersenyum sebelum memejamkan kedua matanya dan menyambut ciuman dari Dirga. 

K

eesokan harinya, Bimo menghentikan mobilnya di depan kafe milik Ranti. Seiring memorinya yang perlahan kembali, Ia pun mulai terbiasa dengan rutinitas di tempat Ranti. Ia menoleh dan mendapati Ranti menatapnya, "Kenapa kamu liat aku begitu?" 

Ranti menoleh sejenak ke arah Ray yang duduk santai di baby seatnya. Ini perdana Ia membiarkan kedua pria itu pergi bersama, "Kamu yakin beneran bisa handle Ray sendiri?" 

"Ada Dirga nanti…"

"Tapi kamu kan belum pernah ke apartemen kamu lagi semenjak–"

"I have my gps with me…okay?"

Ranti menghela nafas pelan lalu mengeluarkan memo yang berisi jadwal kebiasaan Ray, "Jam makannya—"

"Sayang," sambar Bimo menyentuh pundak Ranti seraya menenangkan wanita itu, "Percaya sama aku…oke?" 

Ranti menghela nafas pelan lalu menyadari seseorang mengetuk kaca jendela mobilnya. "Dirga–"

Bimo membukakan jendela lalu turun dari mobil bersamaan dengan Ranti yang lekas menghampiri Dirga dan Bimo, "Dirga yang bawa mobilnya jadi kamu nggak perlu kuatir…" 

"Oh…oke…mobil kamu?"

"Aku titip tempatnya Tessa. Mungkin nanti kalo Mbak senggang bisa main ke sana nemenin dia…"

"Oh boleh??"

"Oh yaudah kalo gitu gue anter lo ke apartemen Tessa aja kali ya? sekalian gue jemput Ranti di sana," usul Bimo.

"Boleh…titip ya Ga."

"Titip yang gede apa yang kecil nih Mbak?" ledek Dirga.

"Prioritas sih yang kecil…yang gede udah pede bisa jaga dirinya sendiri." 

Dirha dan Bimo tertawa mendengar jawaban Ranti, "Aku jalan ya…" pamit Bimo menyentuh pundak Ranti dan mengecup pipi wanita itu sebelum masuk ke mobil. Mereka pun berpamitan sekali lagi sebelum akhirnya benar-benar pergi.

Ranti pun berbalik hendak masuk ke kafe namun terkejut ketika melihat anak buahnya pada berkumpul di pintu menyaksikan aksi mesra Bimo padanya. "Haish!" sungut Ranti menutupi wajahnya yang memerah karena malu. 

— 

Setelah bepergian selama beberapa saat, Dirga, Bimo, dan Ray tiba di apartemen milik Bimo. Pria itu masuk lebih dulu dan menatap lekat setiap sudut rumah persembunyiannya itu.

"Welcome to your own house," ucap Dirga tersenyum tipis.

Bimo mengernyitkan dahinya ketika teringat sesuatu, "Lo nggak kerja kah?" 

"Gue udah kirimin surat resign ke kantor. Gue udah bilang kan? Lo berhenti, Gue berhenti. Ready to start fresh?" ucap Dirga menjulurkan kepalan tangannya. 

Bimo tersenyum tipis dan membalas kepalan tangan Dirga dengan kepalan tangannya lalu kemudian tangan mungil Ray turut menyentuh tangan Dirga dan ketiga pria itu kemudian tertawa bersama. 

Malam harinya, Bimo menjemput Ranti pulang dari kafe. Wanita itu menoleh padanya dan terlihat ragu untuk melangkah masuk. "Masuk aja…" ujar Bimo tertawa pelan lalu membimbing Ranti masuk sembari menggendong Ray.

Ranti terdiam di tengah ruangan, menatap setiap sudut apartemen Bimo yang dua kali lebih besar dari apartemennya. 

"Ada lagi yang mau aku tunjukin," ujar Bimo menggandeng Ranti memasuki sebuah kamar. Pria itu kemudian meletakkan Ray di sana dan anak itu dengan santai bermain seorang diri dengan berbagai macam mainan yang sudah tersedia di sana.

"Kamarnya Ray. Aku mutusin buat rombak ruang kerjaku dan ganti ruangan itu jadi kamarnya Ray. It was a lot of work…tapi lumayan lah…masih banyak yang harus dibenahin, Tapi mungkin nanti kita bisa kerjain bareng. Hm?"

Ranti tersenyum tipis lalu mendekati Ray yang sedang bermain sendiri dengan tenang. Ia menatap putranya yang terlihat senang itu. Melihat Ray tersenyum cerah, sontak menular padanya.

"Kamu suka?" tanya Bimo mendekati keduanya. Ranti mendongak menatap pria itu dan mengangguk pelan. "Biarin dia main di sini. Aku udah pastiin semua aman jadi Ray bebas gerak kesana kemari.." ujar Bimo menjulurkan tangannya dan Ranti menyambutnya lalu berdiri sambil menggenggam tangan Bimo dan pria itu menggandengnya untuk menunjukkan ruangan lain. 

"Ini–"

"Kamar kita, Tepat di sebelahnya Ray…ada connecting door…jadi kamu bebas keluar masuk kamarnya Ray."

"Kita….tidur bareng?"

"What kind of question is that? of course we are!" seru Bimo heran. "Bukannya semalem kita juga tidur bertiga? The bed is too small for us jadinya aku pisahin kamar Ray dan kamar kita. Ray juga makin besar…dia nggak bisa tidur bareng kita selamanya."

Ranti terdiam dan merasakan wajahnya menghangat ketika membayangkan bahwa malam ini mereka akan tidur bersama. "Aku tadi udah beli makan malem…sekarang kamu mandi dan ganti baju–Ah! sebentar," ucap Bimo membuka lemari di kamar mereka lalu memberikan sebungkus piyama  baru pada Ranti. "Just a little gift from me…aku tunggu di ruang makan ya…" ucap Bimo tersenyum sambil mengusap kepala Ranti sebelum pergi.

Ranti terdiam menatap piyama baru di tangannya. Itu bukanlah sebuah barang yang mahal atau mewah. Tapi menerima hadiah yang tulus diberikan terasa begitu menyenangkan. Ia belum terbiasa dengan semua perhatian ini namun bukan berarti Ia tak menyukainya. 

[COMPLETED] 7 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang