011.

463 42 1
                                    

Bimo duduk di taman apartemen sementara Ranti membereskan rumah. Di dalam stroller, Ia melihat Ray sedang bermain sambil mengoceh sendiri. Bimo terdiam menatap anak itu lekat. "Ini perasaan gue aja atau emang anak ini lebih mirip gue dibandingkan Gian?" gumamnya dalam hati. Entah mengapa Ia tak bisa terima jika Ray adalah anak dari Gian. 

Ia kemudian tak sengaja melihat beberapa anak remaja di dekatnya. Sebuah ide terlintas di pikirannya, "Sorry, ganggu–"

"Ya Om?"

"Om?" sungut Bimo tak terima namun Ia juga tak bisa membantahnya, "Apa aku keliatan om-om banget?"

"Kan udah punya anak~" ujar anak-anak remaja usia SMP itu tertawa sambil menunjuk Ray di stroller-nya. 

"Apa kita keliatan mirip banget?" 

"Eum!" balas anak-anak itu tertawa, "Matanya mirip." 

Bimo menatap Ray yang kebetulan menatapnya, "We do have….big eyes…" gumamnya lalu menarik stroller Ray mendekat dan menatap anak itu lekat. "Gimana kalo sebenernya emang dia anak gue? Ah…nggak mungkin–" ucapnya kembali tak yakin.

"Masa Ranti nggak inget pas ngelakuinnya?" ucap Bimo melipat tangannya di depan dada seraya berpikir keras. 

— 

Pintu terbuka dan Ranti mendapati Bimo datang dengan menggendong Ray yang tertidur dalam dekapannya. Pria itu segera menuju kamar tanpa lagi perlu diinstruksikan Ranti dan meletakkan Ray di kasur sebelum keluar lagi lalu beristirahat di ruang tamu.

Ranti menghampirinya dan menyerahkan dompet milik Bimo. "Ini dompetku?" 

"Eum. Aku temuin di celana kamu yang masih kusimpen dari malem kecelakaan itu. KTP dan kartu-kartu penting lainnya masih di sana termasuk uang kamu."

"Kamu nggak ambil kah?"

"Apanya?"

"Uangnya."

"Aku bukan maling." sungutnya lalu duduk di samping Bimo. Ketika Ranti lengah, Bimo berdehem sejenak sambil mengangkat lengan dan mengistirahatkannya di belakang wanita itu, pada sofa, namun tak benar-benar berani merangkul Ranti.

"At least kamu jujur…" balas Bimo menatap wanita itu sementara yang ditatap justru melihat TV. "Eum…boleh aku tanya sesuatu?"

Ranti kini menoleh dan balas menatap Bimo, "Apa?"

"Waktu kamu pertama kali berhubungan sama Gian sampai akhirnya jadi Ray, when was it?"

"Ah….saat ada tugas atau–apa ya? Aku lupa! Outing kantor?"

"Apa aku ada di sana juga?"

"Of course! Maura aja ada di sana. Padahal bukan orang kantor."

"Maura ada di sana??"

"Yea….Ortunya diundang sebagai partner bisnis papa kamu jadi udah pasti dia ikut. Tapi kalo yang kamu maksud beberapa saat sebelum itu terjadi, you were there too with me and Gian karena waktu itu kamu baru join, jadi Gian diminta buat ngenalin kamu sama yang lain."

"So…I was there too–with you, Gian, and others. We drank together."

"Eum."

"Apa…ketika itu terjadi–"

"What's wrong with you?? Kenapa nanyain soal itu terus sih??"

"I kind of recall something from that night. Tapi memoriku blur–"

"M-Maksud kamu?"

"I-I think I slept with someone that night but it wasn't Maura…that's why aku nanya apa kamu inget sesuatu ketika itu terjadi?"

Ranti sontak membeku di tempatnya, "N-No, itu nggak mungkin! I woke up in the morning and Gian was already next to me!"

Bimo menatap Ranti dan jantungnya berdebar kencang, "Jadi kamu juga nggak inget apa yang terjadi hari itu?"

"Aku memang mabuk berat malam itu dan Gian taruh sesuatu di minumanku so I got blackout…aku–No!" seru Ranti sontak berdiri dan menatap Bimo heran sambil menunjuk dirinya sendiri dan Bimo bergantian,"Kita–"

"Cewek-cewek di sekitar aku cuma Mamaku, Maura, dan kamu."

Ranti menutup mulutnya dengan telapak tangan seraya mencoba memproses semuanya, "Ini bukan akal-akalan kamu aja kan?? Biar–"

"Why do I do that?? Aku jalan-jalan di taman dan sekelompok anak SMP yang aku nggak kenal bilang kalo Ray dan aku itu mirip, then the memory came back to me, blurry."

"Nggak mungkin–itu–" Di tengah perdebatan mereka, Ponsel Ranti berdering dan kontak Dirga tertera di sana. Ranti pun menjawabnya dan menyalakan speaker lalu duduk kembali di samping Bimo, "Halo Ga?"

"Sorry Mbak, apa Mas Bimo udah balik?" 

"Kenapa Ga?"

"Oh! Mas! Gue dari apartemen lo dan so far aset gadget lo aman tapi ada sesuatu yang aneh buat gue…"

"A-Apa?"

"Lo punya anak kah?"

Bimo dan Ranti sontak membeku di tempat mereka, "K-Kenapa lo tanya gitu?"

"Di histori laptop lo banyak pencarian terkait rumah sakit yang menyediakan tes DNA dan tentang tahapan mengganti akta kelahiran…ini buat lo sendiri, atau–" 

Ranti dan Bimo sontak saling menatap shock satu sama lain.

"Mas? Mas Bim??"

"Y-Ya?? Ah…g-gini aja! Mungkin nanti bisa kita omongin pas lo pulang kerja dan tolong bawa gadget-gadget gue, kunci apartemen, apapun itu bawa deh semua!"

"Oh…oke Mas!"

Telepon dimatikan dan kini Bimo dan Ranti duduk berdampingan dalam keheningan selama beberapa saat. "What happened that night?" gumam Bimo berpikir keras.

Keheningan kembali melanda keduanya, kali ini lebih panjang dari sebelumnya.

"Segimanapun aku pikir itu nggak mungkin!" seru Ranti tiba-tiba. "Aku bangun pagi itu dan Gian udah ada di sebelah aku! Half-naked! Not you!" 

Bimo mengernyitkan dahinya, "Kenapa kamu selalu ulang ucapan yang sama?"

"Maksud kamu??"

"Kamu cuma menekankan bahwa kamu berpikir melakukan itu sama Gian cuma karena liat dia tidur di sebelah kamu pas kamu bangun?? Kamu inget prosesnya kah?"

"Kenapa juga aku harus inget prosesnya?!"

"Right? Tapi tetep aja itu cuma asumsi yang kamu ambil sendiri karena liat Gian tidur di sebelah kamu! Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi!"

"Kamu tuh kenapa sih?? Why are you so obsessed to be Ray's father??"

"What if I'm his real father?" 

Ranti menatap pria itu heran, "Kayaknya kamu udah sehat banget dan udah bisa balik ke rumah kamu sendiri sampe bisa bikin asumsi halu kayak gini?" 

"Should we prove it? I have the money now. Let's do the DNA test."

"NGGAK YA!" seru Ranti terbangun dari posisinya dan berniat pergi namun Bimo menarik tangannya dan berdiri hingga Ranti kembali ke hadapan pria itu.

"Aku udah bilang kalo aku akan tanggung jawab sekalipun Ray terbukti bukan anakku. Kenapa kamu terus berkutat sama Gian padahal kamu tahu satu-satunya pertanggung jawaban yang dia lakukan cuma nikahin kamu demi kelengkapan dokumennya Ray. He doesn't give his time, money, and affection for Ray."

"Kita udah terbiasa kayak gini–"

"Dan kamu nggak mau berubah sama sekali?! Ray belum setahun dan masih banyak waktu buat ngerubah semuanya!"

"AKU NGGAK MAU PUNYA URUSAN SAMA KELUARGA KAMU!"

"THEN I'LL CUT THEM OFF!" Balas Bimo menghela nafas panjang mencoba mengatur emosinya, "Kamu pikir aku suka ada di antara mereka? I don't like them, I even despise my mom, karena dari awal aku nggak setuju Mamaku nikah sama Papanya Gian!" 

"You will lose everything, If you're with me."

[COMPLETED] 7 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang