002.

820 56 2
                                    

Malam hari pertamanya, Bimo duduk di sofa ruang tamu menatap televisi di depan namun pikirannya melayang entah kemana. Ia tak tahu harus memulai dari mana untuk mencari jati dirinya yang sebenarnya. 

"Bim."

"Huh?" Lamunan Bimo teralihkan oleh kemunculan Ranti yang membawakan selimut dan bantal untuknya. "Thanks…" ucapnya menerima pemberian wanita itu lalu Ranti duduk di sampingnya.

"Ray udah tidurkah?" 

"Eum…makasih udah ngajak dia bercanda sampe cekikikan. Semoga nanti malem nggak ngigo." ujar Ranti tertawa sambil membongkar plastik kecil yang dibawanya.

"Anak kecil gitu kah?" 

"Eum…biasanya suka ngigo nangis."

"Woah…maaf…aku nggak tahu soal itu," ujar Bimo tak enak hati.

"That's fine…he'll be fine. Udah kenyang dan bersih juga abis ganti popok. Jadi pules. Perban kamu–"

"Ya?" Balas Bimo menoleh pada Ranti.

"Perban kamu harus diganti."

"Tapi–"

"Harus diganti…semalem aku pake perban seadanya biar darahnya berhenti ngalir. Jadi harus aku ganti yang baru biar bersih…hm?" Begitu mendapat persetujuan dari Bimo, Ranti pun membantu pria itu melepas perbannya, "Oh wow…rambut kamu panjang juga…" ujarnya mengusap lembut kening pria itu. "Sebentar aku bersihin dulu…"

Bimo diam-diam melirik Ranti yang sibuk membongkar kapas dan meneteskan obat sebelum kembali mendekat dan mulai membersihkan keningnya. 

"Oke..done–loh, kok muka kamu merah?"

"Huh? Ng-nggak apa-apa?" ucap Bimo salah tingkah. Karena sesungguhnya, Ia menahan nafas dan memejamkan kedua matanya ketika Ranti mendekat untuk mengobatinya. Entah mengapa jantungnya berdebar cepat kala fisik mereka berdekatan. Seharian ini ia sudah berbincang cukup banyak hal dengan Ranti. Wanita itu juga sudah memberitahunya perihal kecelakaan yang terjadi depan gedung apartemen dan Bimo berbagi cerita tentang mimpinya sebagai potongan memori terakhir yang ia miliki. Paling tidak kini Bimo tahu tentang sebab dibalik amnesia yang ia alami. 

"Terus kamu udah ada bayangan mau mulai cari dari mana?" Tanya Ranti memasang perban baru  di kepala pria itu. 

"Nggak tahu…nggak tahu kenapa aku takut." 

"Huh? Takut kenapa?" Tanya Ranti membereskan peralatannya setelah selesai memasang perban. 

"What if I'm the bad guy in my previous life?"

Ranti terdiam sejenak, "Ya kamu mulai lagi dari awal…nggak pernah ada kata buat berubah."

"Tapi gimana kalo lingkunganku nggak mendukung itu?" 

"Just be who you are. Cuma kamu yang bisa nentuin untuk ikut arus atau berdiri untuk diri kamu sendiri." Ujar Ranti lalu bangkit dari posisinya. "Udah istirahat aja dulu…nggak usah dipikirin…masih ada waktu untuk itu."

"Ranti."

"Ya?" 

"Apa kita pernah ketemu sebelumnya? Kamu rasanya familiar."

Ranti hanya tersenyum tipis, "Good night Bim," balas wanita itu sebelum masuk ke kamarnya.

— 

Keesokan harinya, Bimo perlahan membuka kedua matanya dan bergerak malas di sofa. Ia tidur cukup pulas semalam. Bimo melamun sejenak seraya mengumpulkan kesadarannya hingga sebuah aroma harum masakan sontak membuatnya segar seketika. 

[COMPLETED] 7 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang