My Maid 21+

1. Bianca Problem

Bianca sedang membersihkan kafe tempatnya bekerja saat ponselnya berdering. Pesan mendadak itu membuat hatinya mencelos—William, kekasihnya, baru saja mengalami kecelakaan motor dalam perjalanan siang ini dan sekarang dirawat di rumah sakit.

Tanpa berpikir panjang, Bianca menghentikan apa yang ia kerjakan dan segera keluar dari kafe. Dengan tangan gemetar, ia berhasil menghentikan taksi di tepi jalan. Pikirannya dipenuhi kecemasan sepanjang perjalanan menuju rumah sakit.

Begitu tiba, Bianca bergegas ke ruang gawat darurat. Dari kaca jendela kecil, ia bisa melihat William terbaring tak sadarkan diri, tubuhnya penuh darah, sementara para dokter dan perawat berusaha keras untuk menyelamatkannya. Saat Bianca mencoba mendekat, seorang perawat dengan lembut namun tegas mendorongnya keluar dari ruangan. Pandangan Bianca mulai kabur oleh air mata, hatinya penuh ketakutan akan keadaan William.Setelah menunggu dalam ketegangan di ruang tunggu, akhirnya seorang dokter keluar menemui Bianca. Wajah sang dokter tampak serius, membuat jantung Bianca berdegup kencang.

"Keadaannya sangat mengkhawatirkan," ucap dokter dengan nada hati-hati. "William mengalami benturan keras di kepalanya. Ada pendarahan di otaknya, dan kami harus segera melakukan operasi."

Dunia seakan berhenti berputar bagi Bianca. Kakinya terasa lemas mendengar kabar itu, seolah setiap kata dokter menghantamnya dengan keras. Bianca hanya bisa mengangguk perlahan, meski hatinya berteriak ketakutan. "Apakah dia akan baik-baik saja, Dok?" tanyanya dengan suara serak, penuh harap.

"Kami akan melakukan yang terbaik," jawab dokter sebelum kembali ke ruang operasi, meninggalkan Bianca yang kini berjuang menahan air matanya, takut akan kemungkinan terburuk yang menanti William.Tak lama setelah dokter kembali ke ruang operasi, seorang perawat memanggil nama Bianca, memintanya untuk datang ke ruang administrasi. Dengan langkah lemah, ia mengikuti perawat tersebut. Di sana, seorang petugas administrasi sudah menunggunya, memegang beberapa dokumen.

"Ini rincian biaya yang harus segera dibayarkan untuk operasi William," ucap petugas itu sambil menyerahkan selembar kertas kepada Bianca.

Bianca menatap angka-angka yang tertera di atas kertas itu, matanya membelalak. Biaya yang tertera sangat besar, jauh melebihi apa yang bisa ia bayarkan saat ini. Tangannya bergetar saat memegang kertas itu, dan ia merasakan beban baru menindih dadanya. Bukan hanya kecemasan tentang kondisi William, tapi juga bagaimana ia bisa mengumpulkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat.

Dengan napas berat, Bianca mencoba berpikir jernih, memikirkan segala cara untuk menyelamatkan kekasihnya.Bianca dan William hanya hidup berdua, tanpa sanak saudara. Selama tiga tahun terakhir, William telah menjadi satu-satunya tumpuan hidup bagi Bianca—orang yang selalu melindunginya, mengerti setiap keluh kesahnya, dan tak pernah gagal mendukung impian-impian Bianca. Mereka bukan hanya sepasang kekasih, tetapi juga sahabat dan keluarga bagi satu sama lain.

William, seorang pria sederhana, yatim piatu yang kehilangan kedua orang tuanya lima tahun lalu, juga tidak memiliki siapa pun selain Bianca. Kehidupannya penuh kesepian sebelum bertemu dengannya, dan sejak saat itu, Bianca menjadi pusat dunianya. Mereka saling melengkapi, seolah keduanya adalah dua bagian dari satu jiwa yang tak terpisahkan.

Kini, di ruang administrasi rumah sakit, Bianca merasakan tekanan yang luar biasa. William yang selalu menjadi pelindungnya kini terbaring tak berdaya, dan semua tanggung jawab itu tiba-tiba jatuh ke pundaknya. Dengan kertas tagihan yang masih ia genggam erat, Bianca tahu ia harus melakukan segala cara untuk menyelamatkan William, orang yang telah menjadi segalanya baginya.

Ponsel Bianca tiba-tiba berdering, memecah kesunyian yang melingkupi ruang administrasi. Di layar, tertera nama Lea, pemilik kafe tempatnya bekerja sekaligus sahabat terbaiknya. Bianca mencoba menenangkan diri sejenak sebelum menjawab panggilan itu.