32. Lullaby

6.8K 331 28
                                    

Mereka berjalan kembali menuju mobil, udara musim dingin semakin terasa menusuk, seiring dengan langkah-langkah mereka yang semakin berat. Bianca menunduk sedikit, merapatkan jaketnya lebih rapat ke tubuh, berusaha melindungi dirinya dari angin dingin yang menggigit kulit.

"Bianca, kamu tidak apa-apa?" Ana bertanya dengan khawatir, melirik ke arah Bianca yang tampak sedikit lesu. Bianca hanya mengangguk pelan, berusaha menahan rasa dingin yang menguasai tubuhnya. "Hanya sedikit dingin," jawabnya lirih, berusaha tersenyum, rasa lelah mulai terasa di tubuhnya.

Ana melihatnya dengan mata penuh perhatian, tetapi ia memilih untuk tidak berkata banyak. "Baiklah, kita langsung pulang ke hotel," kata Ana akhirnya, mengambil langkah lebih cepat untuk menjaga Bianca tetap dekat.

Setelah beberapa menit, mereka akhirnya sampai di mobil yang sudah menunggu mereka. Sesaat setelah mereka masuk, kendaraan itu melaju dengan tenang, menuju hotel tempat mereka menginap. Di dalam mobil, suasana terasa hening, hanya suara mesin yang terdengar. Bianca memandang keluar jendela, menyaksikan kota Tokyo yang ramai dan penuh kehidupan, ia sendiri merasa jauh di dalam hatinya.

Tiba di hotel, Bianca merasa sedikit lega, tubuhnya masih terasa lelah dan dingin. Sesampainya di kamar, Ana membantu Bianca untuk melepas jaket tebalnya, sementara Bianca merosot lemas ke sofa, memandangi kamar hotel yang nyaman, tapi kosong.

"Terima kasih, Ana," bisiknya pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Ana.

Ana tersenyum tipis, "Saya akan menyiapkan teh hangat untukmu, Bianca. Istirahatlah sebentar."

Bianca hanya mengangguk, merasa lelah perlahan ia menutup mata. Ana yang melihat Bianca tertidur di sofa mengambil selimut menutupi tubuh Bianca.

Bianca membuka matanya perlahan, masih merasakan kehangatan yang mengelilingi tubuhnya. Suasana kamar hotel terasa sunyi, kecuali detak halus jantungnya dan hembusan napas yang lembut. Ia merasa terlentang di atas kasur yang empuk, namun ada sesuatu yang membuatnya merasa berbeda. Perlahan, ia menyadari ada tubuh lain yang memeluknya dari belakang, memberikan rasa aman dan kehangatan.

Ia menoleh sedikit dan mendapati Richard, yang sudah tertidur di sampingnya. Tangan Richard melingkar erat di tubuhnya, seperti menjaga agar Bianca tidak pergi. Wajah Richard tampak tenang, berbeda dari hari-hari sebelumnya yang dipenuhi dengan tekanan dan kecemasan. Sejenak, Bianca terdiam, merasa canggung namun juga terikat dalam kenyamanan yang aneh.

Bianca mencoba bergerak perlahan untuk tidak membangunkan Richard, namun pelukan itu semakin erat,  tak ingin melepaskannya. Ia menghela napas pelan, bingung dengan perasaannya yang tercampur aduk.

Dengan lembut, Bianca mencoba melepaskan diri dari pelukan Richard. Namun, seiring dengan gerakannya, Richard terbangun, membuka matanya dengan tatapan yang penuh perhatian. "Kau terjaga?" tanyanya dengan suara serak, masih setengah tertidur.

Bianca hanya mengangguk, sedikit canggung. "Aku... aku tidak tahu berapa lama aku tidur," jawabnya pelan, mencoba menghindari tatapan mata Richard yang tajam.

Richard menariknya lebih dekat, tak ingin melepaskannya. "Kau merasa lebih baik sekarang?" tanya Richard dengan lembut, tangannya masih melingkari tubuh Bianca.

Bianca menatapnya sejenak, merasa bingung antara perasaan yang bergejolak di dalam hatinya dan kenyamanan yang ia rasakan. "Iya, sedikit lebih baik," jawabnya, hatinya merasa terbelah antara apa yang diinginkannya dan kenyataan yang harus ia hadapi.

Richard tersenyum tipis, "Jika kau merasa lebih baik, kita bisa berbicara lebih banyak nanti. Tapi untuk sekarang, istirahatlah, Bianca."

Bianca menundukkan kepala, merasakan kelembutan suara Richard yang membuatnya merasa terperangkap dalam dunia yang penuh ambiguitas. Dengan pelukan itu, ia merasa aman, namun di sisi lain, ia tahu bahwa ia sedang terjebak dalam permainan yang lebih besar dari dirinya.

My Maid 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang