26. Di Pangkuan

20.2K 282 35
                                    

Setelah seharian bekerja, Richard memasuki rumahnya dan segera mencari keberadaan Bianca. Ia menelusuri sudut-sudut rumah, namun sosok yang dicarinya tak tampak. Melihat kebingungan di wajah majikannya, kepala pelayan, Hans, segera memberi tahu, "Nona Bianca ada di taman, Tuan."

Richard mengangguk, kemudian melangkah menuju taman yang rimbun di belakang rumah. Di sana, di bawah temaram senja, ia melihat Bianca duduk sendirian di gazebo, tampak termenung. Hembusan angin lembut menggoyangkan rambutnya, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti taman.

"Bianca," panggil Richard dengan lembut, suaranya nyaris seperti bisikan. Bianca menoleh, agak terkejut mendapati Richard sudah pulang.

"Richard," jawab Bianca, suaranya pelan.

Richard berjalan mendekat, lalu duduk di samping Bianca. Tanpa banyak kata, ia berbaring dan menyandarkan kepalanya di pangkuan Bianca, membiarkan kelelahan terlihat jelas di wajahnya. “Aku lelah,” ucapnya, nada suaranya sedikit rapuh—sisi yang jarang ia tunjukkan.

“Biarkan aku memejamkan mata sebentar saja… bangunkan aku lima menit lagi,” gumam Richard pelan, matanya sudah setengah terpejam.

Dengan lembut, ia berbalik sehingga wajahnya menghadap ke perut Bianca yang tepat berada di hadapannya. Tanpa berpikir panjang, Richard mengecup perut Bianca, meninggalkan jejak kehangatan yang mendalam. Ia kemudian melingkarkan lengannya di sekitar pinggul, memeluknya erat, seperti Bianca adalah satu-satunya tempat di mana ia bisa benar-benar merasa tenang.

Bianca terpaku, jantungnya berdebar, perasaan campur aduk menguasainya. Sentuhan lembut Richard terasa berbeda dari biasanya—ada kehangatan dan kelembutan yang membuatnya ragu. Dalam hening, ia menunduk, mengamati Richard yang tertidur sejenak di pangkuannya.

Wajah lelah Richard terpampang jelas, membuat Bianca sadar betapa berat hari yang mungkin baru saja dilewatinya di kantor. Meski hatinya diliputi keraguan, tangan Bianca perlahan terulur, jemarinya mengusap lembut rambut Richard. Sentuhan itu nyaris tanpa sadar.

Bianca termenung, teringat kembali bagaimana, bagaimanapun caranya, Richard telah banyak membantunya selama ini. Meski ada hal-hal yang ia benci, ia tak bisa sepenuhnya mengingkari bahwa di balik sikap kerasnya, Richard pernah menjadi sosok yang mendukungnya. Perasaan itu mencuat kembali sekarang, saat melihatnya beristirahat di pangkuannya dengan seluruh keletihan yang tak lagi bisa ia sembunyikan.

Di tengah keraguan dan pergolakan hatinya, Bianca tetap diam, membiarkan momen itu berlalu dengan tenang. Hanya ada ia dan Richard, tenggelam dalam keheningan yang entah bagaimana terasa lebih damai dari yang pernah ia rasakan.

Richard merasakan sentuhan lembut dari tangan Bianca di rambutnya. Sebuah senyuman kecil tersungging di sudut bibirnya, meresapi kehangatan yang jarang sekali ia terima. Tanpa sadar, pelukannya pada pinggul Bianca mengerat.

Bianca hanya bisa diam, sedikit gugup namun tak berani bergerak. Ia bisa merasakan napas hangat Richard menyentuh kulitnya melalui pakaian tipis yang ia kenakan. Momen itu terasa aneh sekaligus menggetarkan, seakan waktu berhenti di sekitar mereka.

Senyum tipis Richard dan kedekatan mereka membuat Bianca merasakan kehangatan yang samar, meskipun hatinya tetap diliputi keraguan. Ia tahu betul bahwa perasaan ini rumit, tetapi untuk saat ini, ia membiarkan diri mereka larut dalam keheningan.

Bianca mengalihkan pandangannya ke kolam kecil di depan gazebo, memperhatikan riak-riak air yang tenang berkilauan di bawah cahaya senja. Permukaan air yang tenang itu seakan mencerminkan pikirannya yang penuh dengan gelombang emosi.

Ia terlarut dalam bayangan yang terpantul di kolam, membayangkan dirinya di tengah ketenangan itu—jauh dari segala kerumitan dan beban yang menghimpit hatinya. Sesaat, ia berharap bisa seperti air itu, bebas mengalir tanpa terhalang oleh belenggu yang selama ini mengikatnya.

My Maid 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang