Richard mengantar Bianca pulang ke rumah sebelum berangkat ke kantor. Mereka dijemput di lobi hotel oleh Julian dan supir pribadi Richard.
“Selamat pagi, Tuan dan Nona Bianca,” sapa Julian dengan sopan.
Richard hanya mengangguk sebagai balasa,Bianca tersenyum, lalu mereka masuk ke dalam mobil yang membawa mereka kembali ke rumah Richard.
Sesampainya di halaman rumah, Bianca hendak membuka pintu mobil, namun Richard dengan cepat menarik tangannya dan menciumnya. Bibirnya melumat bibir Bianca dengan lembut, membuat pipi Bianca memerah. Keberadaan
Julian dan supir Richard berada di sana, membuatnya merasa canggung.“Aku pergi dulu,” ucap Richard, senyum tipis di bibirnya.
Bianca mengangguk, menundukkan kepala dengan malu, lalu turun dari mobil.
Julian hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil, seolah sudah terbiasa dengan sikap Richard yang penuh kendali. Bianca, dengan langkah sedikit gugup, masuk ke dalam rumah besar milik Richard.
Suasana rumah yang megah menyambutnya, namun keheningan itu hanya mempertegas perasaan berat yang menghantui Bianca. Setiap sudut rumah ini mengingatkannya bahwa hidupnya kini berada dalam kendali Richard, dan tak ada jalan keluar yang mudah.
Kepala pelayan Hans menghampiri Bianca dengan langkah tenang, seperti biasa. "Nona Bianca, mari ikut saya," katanya dengan nada lembut namun tegas, menunjukkan bahwa apa pun yang akan dia sampaikan tidak bisa ditolak.
Bianca mengerutkan kening, merasa bingung. "Kemana, Kepala Pelayan Hans?" tanyanya, merasa bahwa sesuatu telah berubah tanpa sepengetahuannya.
"Kamar Anda yang baru, Nona," jawab Hans singkat, melanjutkan jalannya dengan harapan Bianca mengikuti tanpa banyak bertanya. Bianca, meski ragu, mengikuti langkah Hans dengan hati-hati. Langkahnya sedikit tertahan oleh rasa cemas yang mendadak menyeruak.
Bianca mencoba memproses situasi, tetapi sesuatu tidak terasa benar. "Kenapa saya dipindahkan ke kamar yang baru?" tanyanya, suaranya terdengar agak tertekan.
Hans berhenti sejenak di depan tangga, memutar tubuhnya sedikit untuk melihat Bianca. Wajahnya tetap netral, namun matanya berbicara bahwa dia tahu lebih dari yang diutarakannya.
"Itu instruksi dari Tuan Richard, Nona. Saya hanya menjalankan perintah. Tuan menginginkan Anda lebih nyaman, di kamar yang lebih sesuai dengan status Anda sekarang," jelas Hans, dengan nada profesional seperti biasa.
Kata-kata Hans membuat dada Bianca terasa semakin sesak. "Status saya sekarang..." gumamnya pelan, hampir tak terdengar. Ia tahu benar maksud dari kata-kata itu. Segala sesuatu tentang hidupnya kini diatur oleh Richard. Setiap gerakannya, setiap pilihannya, bahkan kamar yang ia tempati di rumah ini.
Hans memimpin jalan ke lantai atas, ke arah yang belum pernah Bianca jelajahi. Rumah ini sangat besar, dan biarpun sudah beberapa lama ia berada di sini, Bianca belum pernah sepenuhnya merasa nyaman. Setiap sudutnya terasa seperti tempat asing, penuh rahasia yang tidak ia ketahui.
Mereka berhenti di depan sebuah pintu besar yang tampak berbeda dari yang lain. Lebih megah, lebih mewah. Hans membuka pintu dengan pelan, dan Bianca terdiam sejenak, terpesona oleh apa yang ada di dalamnya. Dekorasi mewah memenuhi setiap sudut. Tempat tidur yang megah, perabotan berlapis emas, serta jendela besar yang menghadap ke taman belakang rumah Richard, memberikan pemandangan yang memukau.
Namun, di balik kemewahan itu, Bianca hanya merasakan kehampaan. Kamar yang besar dan indah itu tidak membawa kebebasan, melainkan semakin mempertegas bahwa ia benar-benar terperangkap dalam kehidupan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Maid 21+
Teen Fiction21+ Demi membayar biaya perawatan kekasihnya yang sedang Koma akibat kecelakaan, Bianca terjebak menjadi Maid di Rumah mewah milik keluarga Richard Allexander. Tanpa bianca sadari hidupnya sudah sepenuhnya milik Richard tanpa bisa pergi darinya "Say...