Pagi itu, seperti biasa, para maid berkumpul untuk mendapatkan pengarahan dari Kepala Pelayan Hans. Bianca mendengarkan dengan seksama, meski sedikit gugup karena ini hari pertamanya bekerja. Tugas pertamanya adalah menyiapkan baju kerja milik Tuan Richard, dan Kepala Pelayan Hans akan mengawasi langsung untuk memastikan semuanya berjalan lancar.
Saat Bianca masuk ke ruang walking closet yang mewah, ia terpesona oleh kemewahan dan keteraturan ruangan itu. Rak-rak penuh dengan jas, kemeja, dan aksesori mahal, semuanya tertata rapi.
Namun, tiba-tiba suara seorang pria terdengar dari belakangnya. "Mana jasku?" Suaranya tegas dan penuh wibawa. Bianca menoleh, dan di hadapannya berdiri seorang pria bertubuh gagah dengan wajah tampan. Itu adalah Tuan Richard, pemilik rumah sekaligus bos barunya.
Dengan sedikit gemetar, Bianca mendekat sambil memegang jas yang sudah dipilihkan. Mengikuti arahan yang diberikan oleh Tuan Hans sebelumnya, Bianca memasangkan jas itu ke tubuh Richard dengan hati-hati. Tangannya gemetar saat ia memasang kancing di depan dada Richard, dan ia merasa sangat sadar akan tatapan pria itu yang begitu lekat memperhatikannya.
Richard menatap Bianca tajam, seolah mengamati setiap gerakannya. Bianca bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat, merasa gugup karena perhatian yang diberikan padanya. Namun, Richard tidak mengatakan apa pun, dan setelah kancing terakhir terpasang, ia berbalik dan keluar dari ruangan.
Bianca menarik napas lega meski masih merasa canggung. Ia dan Kepala Pelayan Hans kemudian mengikuti Richard menuju ruang makan, di mana sarapan telah disiapkan. Meski tugas pertama Bianca berjalan lancar, hatinya masih diliputi perasaan aneh dari tatapan intens Tuan Richard.Di ruang makan mewah itu, Bianca melihat seorang wanita cantik sedang menunggu. Wanita itu adalah Irene Lee, istri dari Richard Alexander, yang tampak anggun dan berkelas. Irene adalah pemilik brand make-up dan busana ternama, sosok yang dikenal di kalangan atas.
"Good morning, honey," kata Richard sambil menghampiri istrinya dan mengecup bibirnya dengan mesra. Irene tersenyum manis, balas menyapanya dengan penuh kelembutan. Meski Bianca tahu ini adalah rutinitas pasangan itu, ia tak bisa mengabaikan perasaan asing yang muncul saat menyaksikan keintiman mereka.
Setelah salam pagi itu, keduanya duduk dan menikmati sarapan yang telah disiapkan oleh chef pribadi mereka. Suasana tenang, hanya diisi dengan suara sendok dan garpu, sementara Bianca berdiri di sudut bersama para staf lainnya, memperhatikan dengan saksama.
Setelah sarapan selesai, Richard dan Irene bersiap untuk pergi bekerja. Richard, seperti biasa, tampil rapi dan profesional, sementara Irene terlihat glamor dengan penampilan sempurna khas seorang pengusaha fashion.
Bianca menghela napas lega begitu mereka pergi. Tugas pertamanya sebagai maid berjalan lancar tanpa insiden. Meski masih ada rasa gugup, setidaknya ia tahu bahwa ia mampu menjalani pekerjaan ini. Dengan tekad yang semakin kuat, Bianca berjanji pada dirinya sendiri untuk terus bekerja keras demi William.
**
Pukul 10 malam Richard sudah berada di rumah, Richard duduk di belakang meja kerjanya, sibuk memeriksa berkas-berkas perusahaan seperti rutinitasnya setiap malam sebelum tidur. Ketukan pelan terdengar di pintu ruang kerjanya, membuyarkan konsentrasinya.
"Permisi, Tuan," suara Kepala Pelayan Hans terdengar dari balik pintu.
"Hmm, masuk," jawab Richard tanpa mengalihkan pandangannya dari berkas-berkas di depannya.
Hans membuka pintu dan berjalan masuk, diikuti oleh Bianca yang membawa nampan berisi teh herbal. "Ini teh herbal milik Anda, Tuan," ucap Bianca dengan suara lembut yang langsung membuat Richard mengangkat pandangannya dari berkas-berkas tersebut. Mata Richard tertuju padanya.
"Saya permisi dulu, Tuan," Bianca berkata setelah meletakkan cangkir di meja kerja, kemudian berbalik dan keluar dari ruangan dengan tenang.
Begitu pintu tertutup, Hans masih berdiri di samping meja Richard, menunggu instruksi lebih lanjut. "Ada yang bisa saya bantu lagi, Tuan?" tanyanya.
Richard mengangkat alisnya sedikit, lalu bertanya dengan nada yang lebih dingin, "Siapa dia?"
Hans terdiam sejenak, seperti ragu sebelum menjawab. "Maid baru, Tuan. Namanya Bianca."
Tanpa menoleh, Richard memberi perintah, "Panggil dia ke ruanganku kembali, dan kau boleh pergi setelah itu."
"Baik, Tuan." Hans melangkah keluar ruangan dengan sedikit keraguan. Bianca baru saja memulai tugasnya di rumah ini, dan tampaknya kehadirannya sudah menarik perhatian Tuan Richard.
"Selamat malam, Tuan. Saya Bianca, umur saya 22 tahun. Saya adalah maid baru di rumah ini. Tugas utama saya adalah melayani Tuan Richard," ucap Bianca, masih tertunduk menatap lantai, menunggu respons dari Richard.
Bianca sangat takut ketika tiba-tiba ia dipanggil kembali ke ruang kerja Tuan Richard.
Richard berdiri dari kursinya, berjalan mengelilingi tubuh Bianca.
Richard berhenti tepat di belakang tubuh Bianca. Bianca merasa tegang merasakan perlakuan Richard.
Richard mulai mengangkat tangannya untuk memegang pinggang ramping Bianca, memeluk tubuh Bianca dari belakang sambil mengecup lehernya dan mengendus wangi tubuhnya.
Tangan Richard terus menggerayangi tubuh Bianca.
"Lesapkan saya, Tuan!" teriak Bianca setelah sadar dari keterkejutannya. Bianca mencoba melepaskan tangan Richard dengan kasar dari tubuhnya.
Bianca memutar tubuhnya menghadap Richard. 'Plak!' tamparan Bianca menghantam wajah Richard.
"Saya bukan jalang!" teriak Bianca, merasa telah dilecehkan oleh Richard.
Richard memegang pipinya yang ditampar oleh tangan mulus Bianca, matanya menatap tajam maid yang ada di depannya.
Richard menarik kasar rambut Bianca dan memegang dagu Bianca dengan kuat.
"Lepaskan saya," Bianca mencoba memberontak.
"Beraninya kau menamparku! Kupastikan kau akan menjadi jalangku! Bukankah kau butuh uang untuk pengobatan kekasihmu, hah? Aku bisa membayarkan semua pengobatannya dan memberikan pengobatan terbaik," Richard berkata dengan dingin. Bianca mematung mendengarkan perkataan Richard.
"Pikirkan itu baik-baik, maid," kata Richard, melepaskan kasar dagu dan rambut Bianca, lalu melangkah pergi dari ruang kerjanya.
Bianca duduk terjatuh di lantai, tubuhnya bergetar akibat kejadian yang baru saja menimpanya. Air matanya jatuh tanpa henti, perasaan malu, takut, dan marah berkecamuk dalam dirinya. Ia merasa begitu tak berdaya, terperangkap dalam situasi yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Dalam pikirannya, kekasihnya William terbaring di rumah sakit, membutuhkan biaya yang tak sedikit untuk menjalani perawatan dan operasi. Harga yang harus ia bayar terlalu tinggi.
Ia menyeka air matanya, mencoba mengumpulkan keberanian. Bianca tahu bahwa dirinya terikat oleh kontrak dengan agensi selama lima tahun. Jika ia melanggar atau berhenti bekerja, konsekuensinya adalah penalti yang akan membuat hidupnya semakin hancur, apalagi setelah mengambil pinjaman untuk William.
Tapi, apakah ia harus menyerahkan harga dirinya?
Dengan tangan gemetar, Bianca berdiri perlahan, merasakan tubuhnya masih gemetar akibat sentuhan kasar Richard. Ia tahu malam ini tidak akan mudah dilupakan. Ia harus memutuskan jalan mana yang akan ia ambil—apakah ia akan melawan atau menyerah pada kekuasaan pria seperti Richard?
Sambil menarik napas dalam-dalam, Bianca memutuskan untuk sementara waktu bertahan, tetapi hatinya berjanji bahwa ia tidak akan menyerah tanpa perlawanan. Tekad mulai tumbuh di dalam dirinya, meski ia tahu tantangan di depannya sangat berat.
Tbc
Halo ini cerita pertamaku mohon maaf kalau masih berantakan
Terimakasih sudah membaca
KAMU SEDANG MEMBACA
My Maid 21+
Teen Fiction21+ Demi membayar biaya perawatan kekasihnya yang sedang Koma akibat kecelakaan, Bianca terjebak menjadi Maid di Rumah mewah milik keluarga Richard Allexander. Tanpa bianca sadari hidupnya sudah sepenuhnya milik Richard tanpa bisa pergi darinya "Say...