Bianca merasa tertekan oleh kata-kata Richard dan kepergiannya yang tiba-tiba.
Dengan hati yang berat, dia meninggalkan villa, melangkah keluar melalui pintu belakang dan berjalan menyusuri jalan setapak di antara pohon-pohon pinus.
Langkahnya berat, seperti bebannya yang tak tertanggung. Dia terus berjalan menuruni lereng hingga akhirnya tiba di pinggir sebuah sungai kecil yang jernih.
Sungai itu mengalir tenang, airnya memantulkan cahaya matahari yang lembut. Bianca berdiri di pinggirnya, menatap air yang bergerak perlahan. Hatinya penuh dengan campur aduk emosi—rindu, kesedihan, dan penyesalan.
Sementara itu, dari jendela besar villa, Richard memperhatikan Bianca dengan ekspresi yang sulit dimengerti. Dia duduk santai, menyesap minumannya dengan satu tangan dimasukkan ke dalam saku celana bahan mahalnya, sementara tatapannya tertuju pada Bianca yang kini berdiri sendirian di pinggir sungai.
Richard turun ke bawah, mengikuti jejak Bianca dengan langkah yang hati-hati namun penuh tekad. Dia mengamati dari kejauhan saat Bianca berdiri di pinggir sungai, tubuhnya bersinar lembut terkena sinar matahari pagi. Cahayanya membuat kulit Bianca tampak bersinar, seolah membungkusnya dalam aura yang halus dan indah.
Bianca berdiri dengan tubuh terbungkus dalam pelukan tangannya sendiri, mata terpejam dan wajahnya menghadap ke arah matahari. Ia merasakan kehangatan yang lembut dari sinar matahari yang menyentuh kulitnya, dan suara gemericik air serta kicauan burung di sekelilingnya menambah rasa tenang. Rambutnya tergerai dengan lembut, bergerak halus mengikuti angin pagi.
Richard mendekati Bianca dari belakang dengan gerakan yang lembut namun penuh kekuasaan. Ia memeluknya dengan posesif, tangannya melingkari tubuh Bianca dengan kepastian yang dingin dan tidak tergoyahkan.
Di tengah suasana tenang yang mengelilingi mereka, Richard membisikkan kata-kata yang penuh kepemilikan, suaranya rendah dan penuh penekanan. "Kau tahu, Bianca, kau adalah milikku," katanya, kata-katanya menembus keheningan pagi dengan nada dingin dan tegas.
Bianca merasakan napas Richard yang hangat di lehernya, dan kata-kata itu membuat hatinya bergetar. Meskipun dia berusaha untuk tetap tenang, kepemilikan yang dinyatakan Richard membawa kembali perasaan campur aduk dalam dirinya.
Richard terus membisikkan kata-kata yang tegas dan dingin ke telinga Bianca. "Ingat, Bianca, kau sudah menjual dirimu padaku," katanya, suaranya rendah namun penuh tekanan. "Kau ada di sini karena pilihanmu sendiri, dan kau harus tahu posisimu. Kau adalah milikku sekarang, dalam setiap cara."
Ia mengencangkan pelukannya, seolah untuk memastikan Bianca benar-benar merasakan kepemilikan tersebut. "Jangan lupakan itu," tambahnya dengan nada yang tidak memberi ruang untuk bantahan. "Aku yang menentukan bagaimana kau akan diperlakukan. Jangan pernah ragu tentang posisimu di sini."
Bianca berdiri diam, terjebak dalam ketegangan antara perasaannya dan kata-kata Richard, merasa seolah-olah dia terikat pada ikatan yang tidak bisa dia lepaskan.
Richard menempelkan bibirnya di leher Bianca, mencium lembut dan menyesap dengan penuh kepemilikan. Ciuman itu memberikan tanda kepemilikan di kulitnya, meluncur ke bawah, menjilat leher Bianca hingga ke bagian atas bajunya yang terbuka.
Tangannya meluncur dengan lembut di atas perut Bianca yang masih terbalut dress floralnya. Gerakan tangannya terasa perlahan dan penuh perhatian, mengusap dengan sentuhan yang seolah-olah ingin memastikan setiap inci dari tubuh Bianca merasa kehadirannya.
Bianca merasakan campuran rasa malu dan ketidaknyamanan, tubuhnya terjebak antara dorongan untuk merasakan keamanan dan perasaan tertekan oleh dominasi Richard.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Maid 21+
Roman pour Adolescents21+ Demi membayar biaya perawatan kekasihnya yang sedang Koma akibat kecelakaan, Bianca terjebak menjadi Maid di Rumah mewah milik keluarga Richard Allexander. Tanpa bianca sadari hidupnya sudah sepenuhnya milik Richard tanpa bisa pergi darinya "Say...