14. Sebuah peringatan

62.3K 323 26
                                    

Pagi itu, Bianca terbangun di pelukan Richard, ia bangkit dari kasur berjalan tertatih menuju kamar mandi. Tubuhnya terasa lelah, dan setiap langkahnya membawa kenangan yang membuat hatinya semakin hancur. Dia merasa hampa, seolah-olah jiwanya telah terkuras oleh semua yang telah terjadi. Sesampainya di depan cermin, dia menatap bayangan dirinya yang terpantul di sana. Rambutnya kusut, matanya merah dan sembap, bekas air mata masih membekas di pipinya.

Tatapan Bianca terarah ke refleksinya yang tampak asing, seperti bukan dirinya yang biasa. Di balik cermin, dia melihat bayangan seorang wanita yang terluka, terjebak di antara dua dunia—dunia yang diisi oleh Richard dan dunia yang dia tinggalkan bersama Will. Suara tangisnya yang tertahan tiba-tiba pecah, menghancurkan kesunyian di kamar mandi itu.

"Will... maafkan aku," bisiknya dengan suara parau, matanya kembali dipenuhi air mata. Kata-kata itu diucapkannya dengan penuh penyesalan, rasa bersalah yang begitu mendalam merobek hatinya. Dia teringat akan wajah Will, senyumannya, dan cinta yang pernah mereka bagi bersama. Rasa bersalah karena telah mengkhianati pria yang dia cintai menghantamnya keras, membuat tangisannya semakin tak terkendali.

Di luar kamar mandi, Richard terjaga dari tidur lelapnya karena suara isak tangis Bianca. Ia bangkit, berjalan dengan langkah-langkah mantap menuju sumber suara. Ketika membuka pintu kamar mandi, pandangannya langsung tertuju pada Bianca yang tampak hancur, berdiri di depan cermin dengan air mata mengalir deras.

Richard tak mengatakan apa-apa. Dia hanya merasa sesuatu di dalam dirinya tertarik, ada rasa sakit yang dia rasakan ketika melihat wanita yang kini ada dalam pelukannya tampak begitu rapuh. Dia mendekati Bianca perlahan, lalu dengan lembut melingkarkan lengannya di sekeliling tubuhnya, memeluknya dari belakang. Bianca merasakan kehangatan dari tubuh Richard, tetapi itu tak bisa menghapus rasa dingin yang menyelimuti hatinya.

"Will maaf..." Bianca kembali menyebut nama pria itu, suaranya hampir tak terdengar di antara isakannya.

Richard terdiam, menahan segala gejolak yang ada dalam dirinya. Setiap kali nama itu keluar dari mulut Bianca, hatinya seperti ditusuk, rasa cemburu dan amarah bercampur jadi satu. Namun, dia menahan diri. Dia tahu Bianca sedang rapuh, dan dia tidak ingin memperburuk keadaannya. Untuk hari ini, hanya untuk hari ini, dia memutuskan untuk menekan perasaan cemburu dan sakit hatinya.

Dia mempererat pelukannya, tangannya membelai lembut rambut Bianca, mencoba menenangkan wanita yang sekarang menjadi pusat dunianya. Bianca terus menangis, membiarkan semua rasa bersalah dan kepedihannya mengalir bersama air mata. Richard menunduk, menyentuh puncak kepala Bianca dengan bibirnya, sebuah ciuman yang tidak hanya mengandung hasrat, tetapi juga keinginan untuk melindungi dan memberikan ketenangan.

"Kali ini, aku akan menahannya" pikir Richard, meskipun di dalam hatinya, rasa cemburu itu semakin menguat. Tapi dia tahu bahwa cinta juga tentang mengorbankan perasaan diri sendiri demi orang yang dicintai. Meski begitu, ia tak bisa menghindar dari kenyataan bahwa nama Will masih menghantui pikirannya, menciptakan keretakan dalam hubungan yang sedang mereka jalani.

Mereka tetap berpelukan dalam keheningan, hanya diiringi oleh suara isak tangis Bianca yang perlahan mereda. Bianca akhirnya mulai tenang, meskipun rasa bersalah itu masih membayangi pikirannya. Richard pun tetap di sana, memberikan kehangatan dalam pelukannya, walau di dalam hatinya, ada api cemburu yang tak bisa dipadamkan begitu saja.

Setelah Bianca mulai tenang, Richard perlahan menariknya dari pelukan, memandangnya dengan penuh perhatian. Tanpa berkata apa-apa, dia membimbing Bianca ke bathup besar yang berada di bawah cahaya alami yang masuk melalui jendela.

Richard menyalakan keran air panas, membiarkan air mengisi bathup perlahan. Sambil menunggu, dia membuka botol wewangian aroma terapi yang beraroma lembut, seperti campuran bunga lavender dan sedikit sentuhan melati. Dia meneteskan beberapa tetes ke dalam air yang mulai menghangat, menciptakan uap yang menenangkan dan wangi yang langsung memenuhi ruangan, membawa ketenangan bagi siapa pun yang menghirupnya.

My Maid 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang