6. Sekeping harapan

69K 306 2
                                    

Bianca keluar dari ruangan Richard dengan tangis dan tubuh yang gemetar. Perasaan bersalah dan malu menyelimuti dirinya, menghancurkan ketenangan hatinya. Kepala pelayan Hans, yang sudah tahu situasi Bianca, memandangnya dengan rasa kasihan dan berkata lembut, "Kembalilah ke kamarmu, Nona Bianca. Istirahatlah sejenak."

Tanpa kata-kata, Bianca mengangguk lemah dan berjalan perlahan menuju kamarnya. Setibanya di sana, ia mengunci pintu dan langsung terjatuh di atas ranjang. Air matanya mengalir deras, membasahi bantal di bawah kepalanya. Bianca merasa amat bersalah pada Will, kekasihnya yang kini sedang koma di rumah sakit.

Dengan tangan gemetar, Bianca meraih boneka beruang kecil yang pernah diberikan Will padanya saat mereka masih berpacaran. Ia memeluk boneka itu erat-erat, seolah-olah memeluk Will sendiri. Kenangan manis saat mereka bersama kembali melintas di pikirannya: tawa bahagia mereka di taman, pelukan hangat di saat hujan, dan janji-janji yang mereka ucapkan satu sama lain.

Bianca mengingat dengan jelas pagi yang cerah di mana mereka duduk berdua di bawah pohon besar di taman kota. Will memandangnya dengan mata penuh cinta, memegang tangannya erat-erat.

“Kita akan selalu bersama, Bianca. Tidak peduli apa yang terjadi, aku akan selalu ada di sampingmu,” kata Will dengan suara penuh keyakinan.

Bianca tersenyum dan mengangguk, merasakan kebahagiaan yang begitu murni. “Aku juga akan selalu ada untukmu, Will. Kita akan menghadapi semua rintangan bersama.”

Mereka berdua berjanji untuk saling mendukung dan mencintai selamanya, sebuah janji yang terasa begitu kuat dan tulus. Bianca merasakan air mata mengalir di pipinya saat kenangan itu berputar di pikirannya.

“Maafkan aku, Will,” bisiknya di antara isak tangis. “Aku melakukan semua ini untukmu. Demi biaya rumah sakitmu. Aku tidak punya pilihan lain.”

Bianca terus memeluk boneka itu, mencari sedikit ketenangan di tengah badai emosinya. Di dalam hatinya, ia bertekad untuk bertahan demi Will, meski jalan yang ia tempuh penuh duri dan luka.

--

Setelah apa yang dialaminya tadi pagi, sore itu Bianca pergi ke rumah sakit dengan izin dari Richard. Dokter akan memberikan penjelasan tentang kondisi William. Dengan hati berdebar, Bianca mendengarkan dokter yang menjelaskan bahwa tidak ada perubahan signifikan dari kondisi William, namun mereka akan menjalani operasi untuk mencoba memperbaiki keadaannya.

Setelah pertemuan dengan dokter, Bianca berjalan perlahan keluar dari ruang konsultasi. Kepalanya dipenuhi dengan berbagai pikiran dan kekhawatiran. Saat melewati koridor rumah sakit, ia bertemu dengan Lea yang membawa setangkai bunga.

“Bianca, apa kabar?” sapa Lea ramah.

Bianca mencoba tersenyum meski hatinya masih berat. “Hai, Lea. Aku habis menjenguk William. Bagaimana denganmu?”

"Aku datang untuk mengunjungi seorang teman yang dirawat di sini."
Lea mendekat, menyentuh lengan Bianca dengan lembut. "Bagaimana William? Apakah ada berita baik?"

Bianca menggeleng pelan. "Tidak banyak yang berubah. Mereka akan melakukan operasi, tapi aku sangat khawatir."

Lea mengangguk, memahami rasa cemas yang dirasakan Bianca. "Aku yakin William kuat. Kita harus berdoa dan berharap yang terbaik untuknya."

Mereka berdua berdiri sejenak dalam diam, merasakan beban masing-masing. Lea kemudian tersenyum lagi dan berkata, "Bianca, jika ada yang bisa aku bantu, jangan ragu untuk bilang. Kamu tidak sendirian."

Bianca merasa sedikit terhibur oleh kebaikan Lea. "Terima kasih, Lea. Itu sangat berarti bagiku."

Setelah berbincang sejenak, mereka berpisah di koridor rumah sakit. Bianca kembali ke rumah Richard dengan perasaan yang campur aduk, berusaha mencari kekuatan untuk menghadapi tantangan yang ada di depannya.

TBC

My Maid 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang