Kirana Lastri Widyaningsih : Boo Seungkwan
William Van Weel : Hansol Vernon Chwe•
•
•
•
•Dibalik Mendung Awan
Batavia, 12 Agustus 1880
Langkah kaki jenjang namun telanjang menyapa dingin dan gelinya rumput kala itu. Sambil bersenandung ditemani kicauan burung dengan tangan kanan memegang ember kayu kosong. Mungkin langit pun seolah ingin ikut menari saat itu bersama dengan sang gadis dengan kuncir kepang dua.
Namanya Kirana Lastri Widyaningsih,biasa dipanggil dengan Lastri. Gadis 18 tahun yang berkulit sawo matang yang memakai kebaya warna putih dipadukan dengan jarik hitam polos,menambah kesan anggun nan manis pada sang ratna. Ia hanya gadis biasa,bukan dari kasta bangsawan. Namun karena parasnya yang indah bak sungai nirwana yang begitu dipuja membuat Lastri mampu menjadi bunga desa ditempat tinggalnya. Hatinya juga bersih,sama seperti rupanya. Kelembutan hati yang dimiliki Lastri mampu membuat semua mata tertuju pada satu titik kesempurnaannya. Namun sayang seribu sayang,Lastri adalah anak yatim piatu,ibunya meninggal seusai melahirkannya dan ayahnya telah pergi menuju keabadian dalam dekapan Almalik akibat sakit yang ia derita,Saat itu Lastri masih berumur 5 tahun. Oleh karena itu Lastri kini tinggal bersama neneknya,menyambung hidup dengan berjualan dipasar dengan sayur mayur sebagai barang dagangan. Membuat permata yang sempurna cacat pada satu sisi bagian hidupnya. Roda kehidupan selalu adil pada tiap bagiannya.•••
Pagi hari,Batavia 13 Agustus 1880
Pasar kala itu begitu ramai oleh lautan manusia. Mencari sumber kehidupan dengan membeli dan berjualan. Alat tukar dengan sistem kuno masih berlaku saat itu,dengan barter tentu saja.
“mari beli tuan mari beli nyonya mari beli mari beli.” Teriak semangat Lastri agar dagangannya laku terjual. Masa itu Belanda sudah singgah di Indonesia,mencari rempah-rempah katanya. Lastri yang masih belia begitu terkagum-kagum ketika melihat para pria Belanda yang gagah dan tampan mondar-mandir di pasar saat itu. Ia seakan lupa tujuannya berjualan,yang diperhatikannya hanyalah kerumunan pria bule yang begitu menarik di mata bulat Lastri.
“hallo lieve dame, wat moet ik ruilen om deze bos boerenkool te krijgen?” Tanya sang tuan Belanda yang kelihatannya masih muda,sontak pertanyaannya membut buyar pikiran Lastri.
“Maaf tuan,saya tidak terlalu paham bahasa yang tuan gunakan.” Ucap Lastri sopan.
Pria Belanda tadi tersenyum,membuat degup jantung Lastri kembali berdetak dengan cepat.
“hallo nona manis,apa yang harus ku tukarkan untuk mendapatkan seikat kangkung ini?” Ucap ulang pria Belanda tadi.
“bisa dengan dua ekor ikan tuan.”
“Bukankah itu terlalu mahal?”
“Tidak terlalu mahal untuk seukuran Tuan yang sudah kaya.”
“Begitu cerdik dan juga manis.”
Lastri yang mendengar hal tersebut hanya dapat menyembunyikan rona merah yang ada di pipinya. Ia malu bercampur senang.
Pria tadipun menyerahkan 2 ekor ikan kepada Lastri kemudian mengambil seikat kangkung tadi lalu pergi. Ah,Lastri lupa menanyakan nama Tuan tampan tadi. Sayang sekali.
Siangnya ketika Lastri telah usai bekerja,membawa hasil yang lumayan. Buah-buahan dan juga ikan hasil barter dengan Tuan Belanda tadi. Hari ini ia dan neneknya dapat makan enak pikirnya.
Lastri menceritakan bagaimana berbunga hatinya saat ini. Jatuh hati pada pandangan pertama. Wajah cerah nenek Lastri pun berubah masam ketika mengetahui bahwa orang yang dimaksud cucunya adalah pria Belanda.
“Nak,dengarkan nenek. Kamu itu cantik,tapi nenek ingatkan jangan sampai kamu berani menaruh hati pada Tuan Belanda tadi. Berbahaya nak,firasat nenek kurang baik akan hal ini.”
Lastri hanya bisa mendengarkan,menaruh air matanya dalam hati. Menampung bagaimana rasa kecewa itu menggerogoti hatinya. Lastri harusnya sadar, ia hanya gadis miskin,mana mungkin bisa nendapatkan pangeran tampan dan kaya. Seharusnya dia cukup tau diri.•••
Batavia,25 Agustus 1880
Namun nasihat hanyalah untaian kalimat penuh omong kosong. Lastri tak menghiraukan ucapan neneknya. Rasa dihatinya jauh lebih besar dan memuncak. Hari demi hari Lastri lalui,bertemu dengan sang pria Belanda yang kini ia tau namanya. William Van Weel. Orang-orang biasanya memanggilnya dengan Tuan Will. Sosok tampan itu kini tengah mengisi kekosongan hati Lastri,menjalin hubungan yang bahkan ditentang oleh neneknya sendiri. Lastri dan Will selalu bertemu dibukit,dengan Lastri yang tiap harinya membawa ember kayu kayu kosong untuk mengisi air agar dia dan neneknya dapat minum.
Keduanya duduk bersandar pada pohon beringin yang rimbun. Tangan keduanya saling bertaut,menyalurkan rasa yang terasa begitu asing namun memabukkan untuk Lastri yang masih awam soal cinta.
“Kamu begitu cantik jika dilihat dari dekat.”
“Kamu selalu bermulut manis.”
“Aku akan tetap disisimu.”
“sampai kapan pun?”
“Ya,sampai kapan pun.”
“janji?”
“Aku berjanji.”•••
13 September 1880,Pelabuhan Tanjung Priok
Kaki Lastri melangkah dengan kecepatan penuh,bahkan air matanya pun ikut terbang karena cepatnya larian Lastri. Pagi ini Lastri mendapatkan kabar bahwa akan ada beberapa kapal yang akan berlabuh kembali ke Negeri Holland. Dan Will termasuk di dalamnya. Lastri menembus lautan manusia yang sedang sibuk,bahkan tubuh kecilnya yang bertubrukkan dengan badan besar para manusia lain tak ia hiraukan. Ia hanya ingin Will kembali,menepati janji yang ia buat waktu itu.
Namun semuanya seakan sia-sia. Kapalnya telah berangkat,meninggalkan Lastri dengan patah hati terbesarnya. Luka yang bahkan sama pedihnya ketika ayahnya meninggal. Semuanya kini telah berakhir,Lastri menyesali mengapa ia tidak mendengarkan neneknya. Will pastinya akan Kembali,terutama karena usia Will yang masih muda. Dia harus Kembali untuk pendidikannya. Demi masa depan Will yang lebih baik. Meninggalkan cintanya dan semua kenangan manis di Indonesia. Kala itu langit mendung,namun entah mengapa tidak turun hujan. Karena hujan kali ini mengalir dengan jelas di pipi manis Lastri. Dibalik mendungnya awan waktu itu,terdapat hati yang sama laranya. Karena ketika jatuh hati datang bagai taman yang dipenuhi bunga maka akan ada saat dimana bunga ditaman itu layu,dan itulah yang dinamakan patah hati. Lastri dan awan mendung di Pelabuhan Tanjung Priok. Kisah cinta yang memang seharusnya berakhir tanpa alasan,hanya kepergian tanpa pamit sebabnya. Takdir yang begitu menyesakkan. Selamat jalan kepada hati yang telah patah,menunggu kembali tumbuhnya dengan waktu yang selalu memupuk dan memeluk dalam luka. Dipersimpangan jalan ini, yang mana kamu akan berjalan ke kanan aku akan dengan rela melepaskan. Pada akhirnya aku dapat mengerti permainan semesta, bahwa melepaskan adalah cara terbaik dalam mencintaimu.END!
HALO SEMUA AKU BAWA CERITA BARU BUAT SEUNGKWAN HAREM DENGAN HAL BARU
SEMOGA KALIAN SUKA YA
TERIMAKASIH SUDAH MEMBACA^^
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA
KAMU SEDANG MEMBACA
Felicity - Seungkwan Harem
FanfictionCerita pendek tentang Seungkwan X Member SEVENTEEN