35 - Brothers

535 96 0
                                    

"Rui Takahashi, 'kan?"[Y/N] bertanya ragu. Ia tahu Ran memiliki seorang kakak yang setahun lebih tua.

Pria itu tersenyum lebar memamerkan deretan gigi putihnya. "Benar, [Y/N]. Tidak menduga akan bertemu dengan calon iparku di sini."

[Y/N] tersenyum canggung. Justru karena ia lebih dulu ditegur, ia menjadi malu-malu. Apalagi pria di depannya adalah kakaknya Ran. Dan lagi, ia disebut sebagai 'calon ipar' untuk kedua kalinya di hari yang sama.

"Ah, maaf menginterupsi. Kau mau ke lantai berapa?"tanya Rui saat pintu lift terbuka dan keduanya masuk bersamaan.

"Aku sebelumnya mau ke kamarku, tapi karena bertemu dengan Rui-san, sepertinya tidak sopan jika pergi begitu saja."jawab [Y/N] segan. Karena belum terlalu mengenal Rui, ia berusaha sesopan mungkin. Padahal ia sendiri tahu kalau Rui adalah tipe pria yang ceria dan tidak memberlakukan tata krama yang kaku kepada orang yang ia kenal, begitu penuturan Ran.

Rui mengibaskan tangannya. "Kenapa kau menggunakan embel-embel -san? Santai saja, tidak perlu kaku-kaku amat."

[Y/N] mengiyakan kemauan Rui. Selain santai, Rui lebih mudah mengenal lawan bicaranya. Ia juga sepertinya mudah akrab dengan siapa saja, termasuk [Y/N] sendiri.

"Aku kebetulan baru saja tiba di Tokyo untuk pertandingan persahabatan dengan beberapa klub voli. Tim kami menginap di sini beberapa hari."jawabnya sembari menunggu tamu-tamu hotel masuk ke lift.

"Oh, bagaimana kalau kita ke kafe? Kita bisa mengobrol di situ."Rui memberi saran dan [Y/N] menyetujuinya. Rui menekan angka lima, lantai di mana terdapat kolam renang, tempat biliar, kafe, serta tempat gym yang menjadi spot favorit tamu hotel dan umum.

Tiba di lantai lima, Rui dan [Y/N] keluar dari lift dan menyambar kursi kafe di outdoor. Keduanya memesan minum dan kue untuk menjadi teman ngobrol sore itu.

"Bagaimana pendapatmu tentang Jepang?"Rui membuka topik obrolan setelah pelayan kafe kembali ke bar untuk memberikannya ke bagian kitchen.

Kafe hotel memiliki pemandangan luar biasa, langsung menghadap Tokyo Skytree dan jalanan Tokyo yang tidak mengenal macet. Kafe ini cocok dijadikan tempat bersantai karena berhadapan dengan posisi matahari terbenam.

"Tidak bisa diucap dengan kata-kata, Rui. Ini pertama kalinya aku ke Jepang dan aku seakan terhipnotis dengan perkotaannya."[Y/N] menjawab sambil menikmati terpaan angin yang meniup wajahnya. Sorot matahari sore menyentuh wajahnya lembut. Suhu mulai terasa sejuk dibandingkan siang tadi. Sebentar lagi peralihan musim dan suhu di Tokyo akan semakin turun.

Rui tertawa menanggapi jawaban [Y/N]. Bukan karena jawaban [Y/N] merupakan lelucon, melainkan karena jawabannya sama seperti apa yang ia pikirkan.

"Walaupun aku tinggal di Kyoto, aku juga dulu berharap bisa ke Tokyo. Kau tahu 'kan, Tokyo adalah salah satu kota impian turis di dunia?"

[Y/N] mengangguk setuju. Kebanyakan turis akan pergi ke Tokyo bukan hanya karena budayanya yang masih kental, tapi karena kondisi kotanya yang rapi dan memanjakan mata. Beberapa turis juga pergi ke Tokyo karena minatnya dengan anime.

"Oh, aku ingat sesuatu. Anry ada bilang kalau fotomu dengan Ran tersebar di internet, ya?"Rui akhirnya melayangkan pertanyaan yang sedang naik daun.

[Y/N] mendesah pelan. Sekarang foto itu mungkin sudah tersebar ke seluruh media sosial. Internet memiliki jangkauan yang luas, dan bisa jadi foto dia dan Ran sudah menggapai seluruh dunia.

"Itu wajar, apalagi sampai masuk acara talkshow atau sejenisnya. Nama Ran sedang melambung tinggi dan satu gosip saja akan langsung tersebar. Apalagi baru-baru ini juga dia sempat berselisihan dengan Sharon."

Dopamine | Ran Takahashi x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang