17 - A Girl From Indonesia

982 120 8
                                    

Pagi telah menyapa Tokyo, menyisir jalanan dan perumahan dengan cahaya matahari pagi yang menyehatkan. Penduduk serta turis sudah memenuhi jalanan, memilih berjalan kaki atau menggunakan transportasi umum. Persimpangan Shibuya sudah ramai sejak setengah jam lalu, menjadikannya salah satu persimpangan terkenal di dunia. Restoran, toko-toko, serta konbini–toko serba ada sudah beroperasi dan dikunjungi banyak sekali pejalan kaki. Kafe waralaba juga sudah melayani sejumlah pengunjung kafe yang ingin menikmati hari Minggu pagi.

Bergeser sedikit, yaitu sebuah asrama atlet bagi para atlet tim nasional. Aktivitas di asrama tersebut sudah dimulai sejak pukul lima pagi. Karena jadwal latihan yang masih longgar, maka para atlet tidak wajib melakukan olahraga pagi seperti joging dan gerakan-gerakan senam. Namun beberapa dari mereka tetap melakukan olahraga agar tubuh mereka tidak kaku.

Di lapangan, Yuji dan Yuki baru saja menyelesaikan joging selama 30 menit. Bersama dengan rekan atlet lainnya, mereka joging mengelilingi lintasan lari. Namun keduanya menyadari seperti ada yang berbeda pagi itu. Mereka menyadari tidak ada Ran di lapangan. Pemuda itu biasanya sangat rajin melakukan olahraga.

Yuki berinisiatif untuk memeriksa Ran, diikuti oleh Yuji. Keduanya menyusuri bangunan asrama yang bertingkat, sesekali menyapa atlet dari cabang olahraga lain.

"Ada apa dengannya? Bukannya kemarin dia baik-baik saja?"Yuji bertanya-tanya, memasang ekspresi seolah berpikir keras.

"Salah satu hal yang paling sulit bagi seorang atlet ada patah hati. Kemampuanmu akan berubah karena hati yang tidak mendukung, atau malah bekerja hanya setengah-setengah."sahut Yuki di sampingnya.

Saat tinggal beberapa langkah lagi, pintu kamar Ran seketika terbuka dan sosok pemuda itu tampak buru-buru dengan sepatu yang baru terpasang sebelah. Yuki dan Yuji sontak berpandangan, ternyata dugaan mereka salah. Pemuda itu bahkan menunjukkan raut wajah cerah dibanding kemarin.

"Yuki-san, Yuji-san, maaf aku terlambat bangun."ujar Ran membungkuk cepat. Ia langsung menyambar kursi terdekat untuk mengikat tali sepatunya.

"Kau terlambat bangun? Apa maksudmu?"tanya Yuji penuh selidik.

Ran menggeleng pelan. "Aku terbangun tengah malam dan tidak bisa tidur, lalu aku kembali tidur pukul tiga."

Yuki mengangguk paham. Alasan yang masuk akal, karena ia juga pernah begitu. Yuji pun ikut mengangguk, ternyata hanya firasatnya saja mengenai Ran yang sedang tidak dalam mood yang bagus.

"Kau sungguh baik-baik saja?"Yuki memastikan anggota timnya yang satu ini dalam keadaan aman. Pemuda bersurai hitam itu mengangguk mantap dengan netra yang meyakinkan.

"Baiklah, kami akan menunggu di kantin."ucap Yuki lalu Ran membungkuk sekilas kepada dua seniornya, lantas berlari menyusuri lorong menuju lintasan lari.

"Kau terlalu berpikir yang aneh-aneh."senggol Yuji kepada kaptennya. Yuki hanya mengedikkan bahunya, wajar saja ia kepikiran terhadap Ran, apalagi ia teringat bagaimana Ran begitu terpuruk saat kegagalan mereka di olimpiade kemarin.

Yuki dan Yuji lantas kembali ke kamar masing-masing untuk mandi dan bersiap, sementara Ran baru mau memulai aktivitas olahraganya sendirian.

Ran sesekali kedapatan tersenyum saat mengingat percakapannya dengan [Y/N] dini hari tadi. Ia sangat gugup sekaligus grogi karena ia tidak pernah seperti itu dengan perempuan yang bahkan belum pernah ia temui. [Y/N] berbeda di mata Ran. Gadis itu memiliki daya tarik tersendiri yang membuatnya menonjol di antara gadis lainnya. Ia cukup terkesima saat mengetahui gadis itu menjadi salah satu novelis terkenal di negaranya yang menjadikan karyanya mendapatkan titel best seller. Tidak hanya sebagai pekerja kantoran, namun [Y/N] aktif dalam hobinya.

Dopamine | Ran Takahashi x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang