19 - Feeling

738 113 3
                                    

"T-tunggu, jangan terkejut dulu."cegah Ben saat [Y/N] membuka pintu. Gadis di balik pintu hanya terdiam bingung, lalu pandangannya tertuju pada sebuah kertas berwarna putih yang diselipkan di antara buket.

Aku minta maaf, [Y/N]

"Pertama, aku tidak sedang melamarmu. Ayolah, yang benar saja. Jujur, aku pernah punya rasa padamu, namun setelah kejadian saat kau menangis di mobil, aku merasa kau pasti menangisi pria lain."

[Y/N] memegang dadanya. Mudah sekali bagi Ben menebak alasan [Y/N] menangis saat itu. Saat sebuah lagu berjudul Dandelion terputar di mobil dan [Y/N] perlahan tenggelam dalam lamunannya, Ben sudah pasti menyimpulkan ia teringat pria lain.

"Maafkan aku waktu itu."ucap [Y/N] pelan. "Itu benar, aku teringat dengan seorang pria, jauh dari sini."

Ben menukikkan alisnya. Ia tidak mengira pria yang di dalam pikiran [Y/N] ternyata tidak dalam satu kota yang sama.

"Tapi untuk saat ini, aku dilanda kebahagiaan. Ben, kau tahu kan soal novelku yang akan diterbitkan di Jepang?"

Ben mengangguk tahu. Pagi tadi ia ada melihat status [Y/N] di Whatsapp.

"Pria yang kumaksud ada di sana, Ben, ada di Jepang."

Ben seketika mengatup mulutnya, mencoba mencerna ucapan gadis dengan kaus putih yang melekat di tubuhnya. Tidak heran jika ternyata gadis itu sangat terpuruk saat itu.

"Sebelumnya, ini semua untukmu. Permintaan maafku karena kau menangis dan tidak menegurku lagi, aku merasa itu salahku. Ngomong-ngomong aku sudah bilang ini bukan lamaran."Ben menaikkan intonasinya di kalimat terakhir karena para tetangga [Y/N] mengintip dari pintu dan jendela. Sedari awal Ben sudah sadar pergerakannya diintai, apalagi ia membawa buket bunga dengan cokelat besar.

[Y/N] menerimanya dengan tulus. Ia masuk lalu meletakkannya di meja dapur, lalu kembali ke depan.

"Jepang. Aku tidak menyangka pria itu berasal dari Jepang. Apa dia yang membantumu menerbitkan novelmu?"

"Tidak, ia tidak ada hubungannya sama sekali dengan penerbit Jepang. Ia seorang atlet."

Ben bersiul. Ia cukup tertegun mendengar profesi pria yang ada di dalam benak [Y/N]. Sangat jarang jika ada seorang atlet yang memiliki hubungan dengan seseorang dari negara yang berbeda. Biasanya mereka tidak jauh dari sesama atlet, teman kecil, atau publik figur terkenal.

"Wow, itu keren sekali."Ben berdeham keras. "Kuharap kau dengannya bisa bersama. Aku serius."

[Y/N] mengangguk pelan. Ia tidak ingin saat ini orang lain mengetahui bahwa ia bersama Ran Takahashi. Cukup Jocelyn saja dulu yang tahu.

Ben kemudian pamit pulang. [Y/N] merasa bersalah karena ternyata pria itu pernah menaruh rasa padanya. Harusnya ia paham dan sadar. Jalan-jalan kemarin kemungkinan kemauan ia juga agar mereka membangun chemistry. Namun, [Y/N] sejak awal memang tidak punya rasa dengannya, hanya menganggap sebagai teman dekat. Ia lega Ben mau mengerti dirinya.

[Y/N] menutup pintu dan mendekati hadiah dari Ben yang ada di atas meja. Ia menggeleng, pasti harganya sangat mahal untuk sebuah kado permintaan maaf. Ben ternyata termasuk pria yang cukup romantis dan royal. Suatu hari ia pasti bisa menemukan seorang perempuan yang setia padanya.

"Beruntung sekali perempuan yang akan bersamanya."gumam [Y/N] memutari buket bunga mawar itu. Seharusnya Ben tidak perlu berlebihan seperti ini untuk [Y/N] yang hanya sebagai temannya.

Lalu dengan cokelat besar pemberian Ben. [Y/N] mendesah pelan, bagaimana ia bisa menghabiskan cokelat ini. Untuk ditaruh di kulkas juga sepertinya tidak muat, walaupun cokelat besar tersebut tersusun dari batangan.

Dopamine | Ran Takahashi x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang