23 - Ohayo, Japan

646 104 2
                                    

[Y/N] dan Jocelyn tiba di terminal tiga keberangkatan internasional. Setelah memberi tip pada supir yang mengantar, mereka langsung menarik koper menuju check in counter. Terminal keberangkatan sore ini terbilang cukup ramai dan antrean orang-orang mengular di depan konter check in masing-masing maskapai.

"Serius? Kita akan dijemput kakak sepupunya Ran?"Jocelyn melongo saat [Y/N] menceritakan tentang Anry.

"Aku awalnya takut merepotkan Anry, tapi dia sendiri yang mau karena ingin mengenalku lebih jauh."[Y/N] mengangkat bahunya. Ia melirik ke atas, sebuah layar seukuran televisi 32 inci, bertuliskan maskapai Japan Airlines-check in open-all flight.

"Lyn, apa kau pernah keluar negeri sebelumnya? Maksudku, keluar dari Asia Tenggara."sembari menunggu giliran, [Y/N] mencari topik yang menyangkut keberangkatan mereka.

"Pernah, kira-kira tahun lalu, saat kau pergi ke Singapura, aku pergi ke Amerika."

"Hei, aku tidak pernah tahu kau pernah ke sana."[Y/N] tampak terkesima. "Perjalanannya pasti sangat lama."

"Aku waktu itu tidak sempat mengabarimu. Lagian, aku sangat sibuk karena mengikuti perjalanan dinas ayah ibuku. Begitulah, perjalanan ke sana memerlukan waktu lama. Dari Indonesia, aku terbang ke Jepang untuk transit, lalu dari Bandara Narita aku terbang ke Los Angeles di Amerika. Kalau ditotal keseluruhan bisa dua hari perjalanan."Jocelyn menguncir surainya yang bergelombang.

"Apakah penerbanganmu aman? Bagaimana dengan turbulensi?"[Y/N] bergidik takut membayangkannya.

"Hal tersebut normal di dunia penerbangan. Waktu itu, saat di atas Samudra Pasifik, pesawatku mengalami turbulensi dua jam."

"Dua jam?!"[Y/N] memegangi dadanya. Untuk naik pesawat saja menakutkan, apalagi ditambah turbulensi selama itu.

Jocelyn tergelak melihat ekspresi [Y/N]. "Tidak apa [Y/N]. Pesawat udara adalah salah satu transportasi paling aman di dunia."

"Meskipun paling aman, tetap saja kau tidak bisa melakukan apa-apa saat di udara."[Y/N] memeluk diri sendiri dan mengusap lengan atasnya.

Akhirnya tiba juga giliran [Y/N] dan Jocelyn untuk melakukan proses check-in. Keduanya meletakkan kartu identitas, tiket, serta paspor. Setelah boarding pass diterima dan bagasi telah dimasukkan ke conveyor-ban berjalan untuk mengangkut barang bagasi, mereka langsung menuju terminal keberangkatan mereka.

"Aku sangat gugup."[Y/N] sejak sore tadi tidak bisa berhenti membayangkan perjalanan mereka akan seasyik apa. Mereka baru saja melewati konter imigrasi untuk pemeriksaan paspor.

"Kau pikir aku tidak? Aku bahkan sudah menyiapkan rencana perjalananku dan tempat yang ingin kusinggahi."Jocelyn membalas riang dan mereka berdua tampak seperti sepasang sahabat yang tidak bisa diam. Orang-orang di sekitar pun melirik mereka sekilas dan membiarkannya, menganggap mereka sebagai turis yang mungkin akan pergi ke Dubai atau London.

"Kau tidak ikut menonton pertandingan Ran?"[Y/N] menautkan alisnya. Jocelyn menggeleng cepat. "Bukankah hanya kau sendiri yang diberi tiket oleh Anry?"

"Kata siapa?"[Y/N] langsung menunjukkan bukti percakapan ia dan Anry mengenai tiket pertandingan. "Kau juga ikut nonton! Kita di bangku depan!"

"Benarkah? Astaga aku senang sekali! Terima kasih [Y/N]!"Jocelyn berjingkrak senang tanpa merasa malu.

Sembari menunggu jadwal keberangkatan, keduanya mampir ke salah satu tempat makan tradisional untuk mengisi perut. Memesan makanan secukupnya, menyantapnya, lalu bersantai sebentar sampai satu jam sebelum keberangkatan.

"Ehm, [Y/N]."Jocelyn mencolek bahu sahabatnya.

"Kenapa?"tanya [Y/N] seraya berjalan menuju pintu keberangkatan yang letaknya cukup jauh.

Dopamine | Ran Takahashi x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang