25 - Eyes

746 122 6
                                    

"Ran, bisa kemari sebentar?"

Di sela-sela latihan mereka, Pelatih Blain tiba-tiba memanggil Ran. Tidak seperti biasanya, karena seingat Ran, ia tidak ada melakukan kesalahan apa-apa sejauh ini dalam latihannya.

"Ada apa, coach?"Ran menghampiri pelatihnya yang duduk di trimbun sendirian. Anggota tim yang lain melanjutkan latihan tanpa Ran untuk sementara.

"Aku hanya ingin memberimu sedikit nasehat. Ini mengenai 'perempuan'."Pelatih Blain membentuk pose huruf V di kedua tangannya, lalu menaikturunkannya. Ran paham maksud gestur tersebut. Ada sesuatu yang ingin dibahasnya.

"Mengenai rumor bahwa kau berpacaran itu sudah menjadi perbincangan hangat. Para penggemarmu mulai bertanya-tanya dan menyerbu akun resmi asosiasi kita. Kuharap nantinya itu tidak mengusikmu selama pertandingan juga."

Ran mengangguk paham. Ia sudah memikirkan konsekuensi serta risikonya. Ia masih belum mau [Y/N] dikenal penggemarnya. Untuk sementara ini, ia ingin menyembunyikannya dari publik, kalaupun bisa.

"Aku juga tahu kau risih dengan salah satu wanita yang menggilaimu. Siapa namanya, Sharon? Aku tahu dari Yuki soal itu. Aku sudah berbicara dengan manajermu agar pengamanan kalian diperketat untuk turnamen saat ini."

"Tunggu, apa maksudnya diperketat?"Ran mengerutkan keningnya.

Pelatih Blain mengusap rambutnya. "Diperketat. Selama masa pertandingan berlangsung, kalian tidak dapat bertemu siapa-siapa, termasuk keluargamu."

Ran membisu. Itu artinya ia dan [Y/N] tidak dapat bertemu berhadap-hadapan. Raut wajahnya yang bingung mengundang rasa penasaran Pelatih Blain. "Ada yang ingin kau katakan?"

Pemuda itu mengangguk. Bibirnya sempat tertahan untuk melontarkan pertanyaan.

"Apa itu berarti, meskipun sedang tidak di lapangan, atau di hari kosong, saya tetap tidak bisa bertemu keluarga atau teman?"

Pria di depannya mengangguk. Jawaban mutlak dari Pelatih Blain tidak dapat disanggah. Ran memahami situasinya. Ia tidak mungkin mengecewakan pelatihnya. Keberadaannya di sini juga memengaruhi kesuksesan timnya.

"Saya mengerti."Ran membungkuk, lalu kembali latihan di lapangan. Pelatih Blain hanya bisa menghela napas. Keputusan itu berlaku sejak hari ini. Ran adalah orang pertama yang diberitahu karena ia satu-satunya atlet voli Jepang dengan penggemar terbanyak saat ini. Orang-orang tidak bisa sembarangan mendekatinya.

***

"Akhirnya!"Jocelyn membanting tubuhnya di atas kasur putih. Tangan dan kakinya bergerak-gerak seperti ikan berenang. "Lelah sekali rasanya."

Setelah menikmati Akihabara dari pagi hingga siang, ketiganya langsung meluncur untuk mengantar [Y/N] ke kantor penerbitan. Anry memandunya untuk berbicara dalam bahasa Jepang dengan pihak penerbit. [Y/N] turut lega Anry membantunya, karena hampir sebagian besar karyawan di sana tidak bisa berbahasa Inggris.

Tidak perlu waktu lama, setelah itu mereka pergi makan siang dan langsung menuju hotel di daerah Tokyo.

"Anry, apakah aku bisa bertemu Ran hari ini?"tanya [Y/N] gugup. Ia membuka tirai kamar dan pemandangan dari lantai 15 memukau penglihatan.

"Aku rasa belum bisa untuk bertemu langsung. Biasanya pengamanan mereka sangat ketat, apalagi beberapa hari ini rumor Ran berpacaran meluas."jawab Anry menghampiri [Y/N]. Ia mengusap punggung wanita dengan rambut [H/S] itu.

"Jangan terlalu dipikirkan. Aku yakin Ran juga ingin bertemu denganmu hari ini. Tapi untuk kali ini, ia harus mementingkan keadaan timnya."

[Y/N] tersenyum paham. Berpacaran dengan seorang atlet andalan negara pasti memiliki banyak sekali perhitungan. Dimulai dari keberadaan [Y/N] yang belum dikenal penggemar Ran, sampai pertemuan mereka yang ditunda sampai pertandingan usai.

Dopamine | Ran Takahashi x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang