51 - Apology Accepted

380 49 0
                                    

"Kamu yakin tidak salah orang?" Ran bertanya dengan suara lemah. Ran memaksimalkan istirahatnya di asrama. Bahkan makan siangnya baru saja diantar oleh Yuki.

[Y/N] mengangguk walau Ran tak melihat. "Sangat yakin. Dia langsung masuk ke restoran setelah melihat kami datang." [Y/N] berada di teras restoran. Matanya melirik lalu lintas yang tidak sepadat di kotanya.

"Tunggu, tunggu. Kalian makan di restoran apa?" ucap Ran terburu-buru. Punggungnya maju seketika.

"Apa ya ... entahlah aku tidak tahu namanya, tapi ada papan namanya yang besar. Aku tidak bisa membaca nama restorannya." [Y/N] menyipitkan mata, kepalanya mendongak. Bangunan tiga lantai di hadapannya jelas memiliki desain arsitektur Jepang dan sedikit modern di lantai tiganya.

Ran menepuk jidatnya. "Astaga, kalian berada di restoran milik keluarga Isamu. Pasti Anry yang memilihnya." Terdengar gerutuan kecil. Tidak mengira sepupunya sendiri yang mengatur rencana agar bertemu Isamu tanpa harus dicari.

Gelak tawa [Y/N] menyebar di sambungan telepon. Untung saja tidak banyak orang berlalu-lalang. Bisa-bisa dia disangka turis tidak waras.

"Kalau Isamu masih tidak muncul setelah kalian selesai membayar, artinya dia memang tidak ingin mengakui kesalahannya secara langsung. Kamu ingat 'kan dia sempat hubungi aku berkali-kali? Aku tidak bisa mentolerirnya jika tidak berbicara langsung."

"Kau cukup sentimental, Ran. Tapi itu wajar. Kau kesal dengan Isamu, aku ikut kesal dengan Sharon."

Keduanya terdiam sepersekian detik. Deru napas Ran terdengar jelas di telinga [Y/N]. Getaran asing muncul di dadanya. [Y/N] menjadi tak berdaya seketika.

"Kau masih di sana?"

"Ya, masih ...." Intonasinya turun. Ia menunduk menatap ujung sepatunya. "Bagaimana kakimu?"

"Masih sakit. Sepertinya aku belum bisa main sore ini." Suara Ran lemah. Ambisi untuk kembali ke lapangan belum bisa direalisasikan sementara waktu ini. Desahan pelan terdengar pilu.

"Tak apa. Kau hanya disuruh istirahat, bukan dipecat dari tim." [Y/N] coba menghibur. Pria di seberang telepon tersenyum menanggapi kekasihnya. Ujung bibirnya terangkat.

Helaan napas [Y/N] terdengar jelas. Bisa dikatakan helaan napas yang cukup berat. Ia juga ingin Ran bersinar di lapangan. Namun, tidak ada hari sial di kalender. Bisa saja musibah ini menyuruh Ran untuk beristirahat sejenak sebelum kembali bertanding di babak selanjutnya.

"Kalau begitu, aku makan siang dulu. Mereka pasti mencariku."

"Iya, [Y/N]. Sampai bertemu di stadion."

Perempuan itu langsung mematikan telepon. Begitu jantungnya berhenti maraton, barulah ia kembali ke restoran. Percakapan tadi sungguh tidak nyaman karena ia sendiri merasakan mood Ran sedang tidak baik.

Kembali ke restoran, alangkah terkejutnya ia saat sosok Isamu Yuzuru sudah berdiri di samping meja. Dengan berpakaian rapi dan rambut disisir ke belakang, ia berdiri dengan tangan kanan menutupi tangan kiri. Perlahan [Y/N] menuju kursinya tanpa melepas tatapannya dari Isamu. Sosok yang ditatap beberapa kali beralih tatap.

"[Y/N], dia datang sendiri," bisik Jocelyn. Sup di mangkuknya masih utuh, begitu juga pesanan lainnya. Sepertinya semenjak kedatangan Isamu, mereka tidak menyentuh makanannya sama sekali.

"Jadi, apa yang terjadi?"

Kecanggungan mengambang di meja makan. Anry dengan rahang yang mengeras memberi kode mata kepada [Y/N]. Sepertinya mereka sempat berbincang sampai akhirnya [Y/N] muncul.

"Kau perlu sesuatu, Isamu?" [Y/N] tidak mengenal pria itu secara langsung. Ia kenal karena beberapa kali mengusik hubungannya dengan Ran.

"[Y/N], aku ... aku tahu ini waktu yang tidak tepat. Aku mengganggu makan siang kalian—"

Dopamine | Ran Takahashi x ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang