Chapter 19

483 54 9
                                    


Lampu ruang operasi menyala menandakan jika operasi telah dimulai, semua anggota keluarga begitu tegang karena janin itu dengan terpaksa akan dikeluarkan melalui operasi Caesar. Impian perempuan itu untuk melahirkan normal dengan ditemani suami pupus sudah, bayinya lemah kondisi ibunyapun lemah ditambah benturan keras akibat terpleset dan membuatnya berguling di anak tangga semakin membuat janin itu tidak berdaya.

Harapan agar calon bayi itu untuk hidup juga sangat tipis dan dokter sudah menjelaskan jika mereka akan berusaha semaksimal mungkin tetapi untuk hasilnya semua tetap berada ditangan Sang Maha Pencipta.

Setelah menunggu beberapa saat lampu ruang operasi itu mati, dokter dan suster keluar ruangan itu dan segera menghampiri mereka.

“bersabarlah, Tuhan lebih menyayanginya, calon anakmu dia telah pergi sebelum sempat menghirup udara dunia” mendengar ucapan dokter tersebut kaki Arzeno serasa tak menapak dibumi, bayi itu telah pergi, pergi tanpa menyapa dan tanpa berpamitan dengannya.

Anggota keluarga yang lain hanya bisa saling mentabahkan dan ikhlas atas ujian yang diberikan Sang Pencipta. Dokter mengajak Arzeno selaku suami pasien untuk berbicara empat mata.

Arzeno duduk berhadapan dengan dokter yang ber nametage Syntia itu, dokter tersebut menarik nafasnya sebentar
“Perkenalkan namaku Syntia, karena sepertinya usia kita tidak berbeda jauh aku akan berbicara non-formal”

“silakan” jawab Arzeno masih lesu

“ bisa jelaskan secara kronologis bagaimana istrimu sampai bisa jatuh dara tangga?

“saat itu istri saya marah kepada saya atas kesalahpahaman, dia tidak mau mendengarkan penjelasan saya dan kemudian pergi. Saya membiarkan dia pergi dengan alasan supaya emosi istri saya menurun, tapi yang terjadi mala seperti ini” Arzeno berkata dengan lesu “ ya saya memang sebodoh itu” sambungnya yang menundukkan kepala

Dokter Syntia berkata “tidak ada yang menginginkan kejadian seperti ini terjadi, anda harus sabar dan saya sangat sarankan tolong jaga pikiran istri anda agar tetap stabil dan tidak mendapat emosi berlebihan”

“dan ada satu hal penting yang perlu saya sampaikan kepada anda dan keluarga” dokter itu menghela nafasnya sedangkan Arzeno menatap serius dokter itu

“Ibu Nandini di diagnosis infertilitas,  terjadi kerusakan pada bagian leher rahim atau terbentuknya jaringan parut pada bagian dinding rahim. Kedua hal ini bisa mengakibatkan ibu Nandini  sulit mengalami kehamilan kembali"

semua disebabkan akibat benturan yang cukup kencang, dan saya rasa saat terjatuh perut ibu Nandini langsung  terbentur ke lantai”ungkap dokter  muda itu

Raut wajah Arzeno berubah menjadi semakin gelap

“a-apa yang dokter barusan katakan? i- istri saya kemungkinan tidak bisa mengandung kembali?  ulang Arzeno dengan terbata-bata lalu kemudian ia menggeleng  kuat menolak apa yang barusan ia dengar

“tidak, tidak mungkin Tuhan tidak akan sekejam itu, ya tidak” ujar pria tersebut menenangkan dirinya sendiri.

“maaf pak Arzeno, jika anda tidak percaya atas pemeriksaan kami, anda dan keluarga boleh memeriksanya di rumah sakit lain. Satu pesan saya tolong tetap jaga emosi pasien, tetap beri semangat kepadanya, bagaimanapun dokter hanya manusia biasa segala sesuatu bisa saja berubah dan….saya harap anda dan keluarga mengerti akan hal ini”

Arzeno hanya menunduk menatap kosong kebawah, cukup lama dia seperti itu hingga akhirnya dokter Syntia menyadarkannya, Arzenopun berdiri kemudian membungkukkan sedikit kepalanya sebagai tanda permisi dan terimakasih kepada dokter Syntia, dokter cantik itupun memaklumi akan sikap pria tersebut.

Nandini Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang