11. murahan

26 7 10
                                    

Biasanya Reno itu paling malas ketika harus pergi ke kantin sekolah. Dia lebih suka menitip atau bahkan menahan lapar seharian ketimbang harus menginjakkan kaki di tempat itu. Tapi kali ini atas paksaan dari temannya, Reno jadi berakhir singgah di kantin meskipun di sini dia hanya bermain ponsel sambil menemani temannya itu makan.

Reno tak ada alasan pasti mengapa dia tak suka tempat tersebut. Namun dia memiliki alasan pasti yang membuatnya sudi berlama-lama di kantin, yaitu datang bersama Rena.

Dia hanya akan benar-benar berkenan mengunjungi kantin sekolah hanya bila Rena bersamanya. Soalnya jika bersama Rena, Reno tidak merasa seperti lagi menjadi incaran para pedofil. Berbeda ketika dia sendiri, dia seketika akan merasa menjadi pusat fokus orang-orang. Entah itu hanya perasaannya atau bukan, perasaan itu sungguh membuatnya tak nyaman.

"Bener-bener lo, Ren. Lo ke sini buat nemenin gue doang? Minimal pesen apaan kek. Gorengan sebiji atau apaan gitu!" Dewa sebagai makhluk di balik singgahnya Reno di tempat ini melayangkan protes.

Sebelumnya Reno memang mengatakan jika dia hanya akan menamani Dewa makan tanpa membeli apa pun. Dewa kira Reno bercanda. Pasalnya pesona makanan yang tersedia di kantin Nawasena itu sulit ditolak. Rupanya Reno serius dengan ucapannya. Reno betulan hanya duduk, bermain game, tanpa membeli satu cup minuman pun.

Sebagai orang yang sudah mengenal Reno sejak SMP, sebetulnya Dewa hapal tabiat Reno yang enggan diajak ke kantin. Cuma dia pikir di SMA ini Reno sudah berubah, apalagi makanan di sini, kan, enak-enak. Nyatanya Reno masih konsisten dengan kemalasannya.

"Gue udah bilang cuma mau nemenin lo." Itu saja karena telinganya penat dihujami paksaan oleh Dewa. Suara lelaki itu sangat mengganggu.

Dewa mencibir. Beralih lagi pada bakso yang telah ia kolaborasikan dengan martabak telur yang membuat matanya berbinar-binar saking nikmatnya.

"Ck. Nyesel lo, Ren. Ini nikmat banget, sumpah! Lo harus coba." Belum menyerah, Dewa menggeser sedikit mangkuk baksonya supaya Reno dapat melihat dengan jelas kenikmatan tiada tara itu.

Namun sangat disayangkan sebab Reno hanya melirik mangkuk itu sekilas sebelum kemudian berucap, "Nggak minat."

"Yaelahh. Lo lagi diet?" tanya Dewa sambil menarik kembali mangkuknya.

"Nggak."

"Lagi ngirit?"

"Nggak."

"Terus kenapa nggak makan, Malih? Lo nggak takut suren, hah? Entar kalo kakak lo tau, bisa-bisa gue dikira nggak ngajak lo makan!"

"Ribet, njir, ngebacot mulu. Nanya sekali lagi gue cabut."

Dewa menyengir lebar. Menurut. Tidak lagi bertanya apa pun pada Reno takut betulan ditinggal. Pasalnya dia masih agak asing dengan lingkungan ini. Mana sejak SMP dia sudah terbiasa berdua dengan Reno. Jadi rasanya akan sangat janggal kalau dia makan sendiri di kantin penuh manusia ini.

Beberapa menit tak saling bersuara dan sibuk sendiri-sendiri, kehadiran seorang gadis dengan rambut berkepang dua serta dua buah jepit berwarna biru muda di atas telinga mampu merenggut atensi dua laki-laki itu dari kegiatan sebelumnya.

Gadis pemilik mata bak kucing itu mendudukkan diri di kursi sebelah Reno tanpa izin dari dua orang yang lebih dulu singgah di sana. Nampan yang menampung sepiring nasi dengan berbagai lauk serta segelas susu cokelat itu dia letakkan di atas meja. Tepat di hadapan Reno.

Awalnya Reno tak ingin peduli pada apa saja yang gadis itu lakukan, tapi karena tindakan terakhir dari gadis itu membuatnya bingung, ia pun bertanya, "Apa?"

Ekspresi laki-laki itu datar. Menunjukkan betapa ia segan berada satu meja dengan gadis itu.

"Aku nggak bisa masak. Aku cuma bisa beliin Reno makan. Dimakan, ya?" Ayesha menatap Reno dengan senyuman penuh, seirama dengan kedua pipinya yang otomatis mencekung.

FOOLAFFAIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang