Setelah hari di mana Fiola menghampiri Rena untuk menanyakan soal kejelasan hubungan Rena, dua perempuan itu menjadi dekat kian hari. Agaknya Fiola memang serius menyukai Haga, hingga gadis itu terus mendekati Rena demi mendapatkan informasi mengenai lelaki itu.
Padahal, acap kali Rena bilang kalau dia tidak tahu apa-apa tentang Haga. Dia kenal Haga cuma sebatas sahabat dari kekasihnya. Namun entah apa yang salah dengan Fiola, Fiola tetap mendekati Rena meskipun Rena tak pernah memberikan informasi apa pun.
Sempat tercetuskan oleh Fiola bahwa Rena bisa memanfaatkan Kala sebagai informan terpercaya. Tapi Rena hanya melakukan hal itu sekali, itu saja untuk menanyakan makanan favorit Haga. Rena tidak enak pada Kala dan Haga. Ia tak punya hak untuk mengumbar segala hal tentang Haga, kendati itu merupakan hal yang sepele sekalipun.
"Nggak berangkat, Kak." Fiola duduk di bangku depan Rena dengan lesu. Wajahnya tak menunjukan semangat sama sekali.
Rena membulatkan mata, walau ini bukan kali pertama dia mendengar kalimat tersebut dari Fiola, dia tetap terkejut karena setiap harinya selalu mendapatkan kalimat serupa.
"Lagi?"
Masih dengan wajah lesu serta kepala yang menunduk, Fiola menangguk. Gerakannya pun terkesan tak bertenaga.
Sudah terhitung tiga hari Haga tidak masuk sekolah. Ketidakhadiran Haga dimulai sejak esok hari usai Kala mengatakan jika Haga membutuhkannya, sampai hari ini.
Pernah satu kali Rena mencoba bertanya pada Kala, tapi Kala seolah bungkam, menolak memberi informasi sedikit saja pada Rena dan malah mengalihkan pembahasan mereka. Oleh karenanya, Rena jadi malas untuk bertanya lagi. Meskipun rasa penasarannya sudah berada di puncak.
"Kak Rena, coba tanyain ke Kala lagi, ya? Siapa tau sekarang Kala udah mau cerita," pinta Fiola dengan raut memohon.
Haga sangat membuatnya kepikiran, sampai setiap hari ketika jam istirahat Fiola selalu menyempatkan diri mengunjungi kelas Haga untuk mencari lelaki itu dengan harapan Haga ada di sana saat dia datang. Tapi nyatanya, harapannya hanya harapan semata.
Rena menggeleng. Dia tak memiliki urusan apa pun dengan Haga. Ia sekadar ingin tahu kondisi Haga, tanpa punya alasan kuat yang bisa memaksa Kala untuk memberitahunya. Rena cukup tahu diri.
"Gue bukan siapa-siapa Haga, jadi nggak punya hak buat nanya-nanya. Apalagi Kala udah jelas nggak mau ngasih tau. Kenapa lo nggak coba nanya sendiri aja?" Rena berujar seraya melipat tangannya di atas meja.
Ia dan Fiola tengah menunggu Lavi membelikan makanan mereka. Beberapa waktu lalu sebelum Fiola kemari, Alurra juga ada di sini. Namun sekarang gadis itu sudah berpindah tempat, bergabung dengan Yaksa dan kawan-kawannya.
"Oh iya, lo juga, kan, bukan siapa-siapa Haga," lanjut Rena sambil tertawa mengejek, yang dihadiahi pelototan garang Fiola.
Gadis itu berdecak sebal. "Ish, sekarang emang belum! Sebentar lagi pasti jadi siapa-siapanya."
Rena hanya mengangkat bahu sebagai tanggapan. Sejujurnya dia agak skeptis dengan keyakinan Fiola, entah karena apa.
"Ayesha ke mana, sih, Fi? Biasanya lo berdua terus sama dia. Sekarang lo jadi kayak bocah ilang." Lavi yang baru saja datang langsung berucap demikian sambil meletakkan nampan berisi tiga mangkuk mie ayam serta es jeruk di atas meja. Di belakangnya ada seorang siswi kelas sepuluh yang terus menunduk.
Lantaran sudah terlanjur nyaman di posisinya, Rena hanya diam memperhatikan Lavi memindahkan makanan dan minuman itu ke atas meja, tanpa ada inisiatif untuk membantu. Fiola pun sama. Dia hanya bungkam membiarkan Lavi dibantu anak kelas sepuluh itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOOLAFFAIR
Teen FictionKarena prinsipnya yang enggan menjadi pihak pemutus hubungan, Serena Zephyra harus menjalankan hubungan abu-abu yang tak jelas arahnya ketika perselingkuhan sang kekasih dengan sahabatnya terungkap. Di satu sisi, ia ingin melepaskan diri dari ikata...