06. not anymore

33 15 1
                                    

Tak peduli sudah setegas apa Haga melarang Kala untuk bergabung dengan dia yang akan pergi dengan Rena, pada akhirnya Haga tetap berakhir menjadi orang ketiga antara Kala dengan Rena sebab Kala jadi ikut dengannya.

Jika ditanya apakah dia keberatan atau tidak, tentu saja Haga akan menjawab "iya!" dengan lantang. Pasalnya, ibaratnya kan dia yang punya acara, tapi mengapa mesti dia yang tersisih?

Apalagi, ketika melihat dua insan itu sibuk mengobrol berdua seolah-olah dia tak ada di sekitar mereka, membuat Haga rasanya ingin membuang Kala ke pulau terpencil sampai lelaki itu tak dapat muncul lagi di hadapannya.

"Yang ini cepet rusak, Kal. Apalagi kalo kamu yang pake pasti seminggu udah mangap-mangap."

Usai menyelesaikan urusan perbaikan ponsel—yang berakhir ditanggung oleh Kala, kini dua sejoli yang ditambah Haga itu labas ke sebuah toko sepatu. Dan lagi-lagi Haga yang malang itu hanya menjadi butiran debu yang melayang-layang di sekeliling Kala dengan kekasihnya.

"Aku suka yang ini, Na." Di depannya, Kala memeluk erat sepasang sepatu hitam yang jadi pilihan lelaki itu, menghindarinya dari jangkauan Rena yang pendapatnya bertolak belakang.

Rena berdecak sebal, berkacak pinggang. Wajah pucat yang ditutupi make up tipis itu menatap berang pada Kala yang menatapnya penuh melas. "Buat lo aja, Ga. Lo belum milih, kan?"

Rupanya Rena masih mengingat eksistensinya di sini.

Haga menggeleng, mendekati Rena untuk melihat lebih jelas sepatu pilihan gadis itu. Setelah dia lihat-lihat, sepatu yang Rena pilih jauh lebih bagus dari Kala. Bahannya juga terasa lebih meyakinkan. Netranya melirik Kala sebentar, selera lelaki itu perlu dipertanyakan.

"Apa liha-lihat?" garang Kala yang telah mengawasi pergerakan Haga sejak sahabatnya itu mendekati Rena.

Haga tak hirau, langsung saja berpaling pada perempuan di depannya. "Gue ambil," katanya, dibalas senyum semangat oleh gadis itu.

"Nah, sip. Gitu, dong, nurut sama yang lebih tua!"

Setelah Kala memaksa Haga mengubah gaya bicaranya yang aneh pada Rena, kini bahasa yang Haga gunakan jadi lebih santai. Maka dari itu, sekarang Rena merasa lebih nyaman tatkala berbincang dengan Haga meskipun masih canggung sedikit.

Rena masih sulit percaya kalau Haga bersahabat dengan Kala. Ketika suara Haga terdengar dari nomor Kala sore tadi saja Rena sempat planga-plongo sebentar. Ini tidak salah? Apakah dunia memang sesempit ini?

Bibir Kala mencebik. Lontaran Rena terdengar seperti tengah menyindirnya. Ketambahan dengan keputusan Haga yang sama sekali tidak bisa dia terima.

"Ngapa, sih, lo? Orang Rena milih sepatunya buat gue!" serunya merasa dongkol sembari berupaya mengambil alih sepatu yang sudah dipegang erat oleh Haga.

Seraya menjauhkan sepatunya dari Kala, Haga mencibir, "Salah siapa tadi nggak mau?"

"Gue berubah pikiran!"

Rena mendengkus kuat. Kedua lelaki ini memang lebih muda darinya, tapi bukan berarti mereka bisa bertingkah layaknya bocah begini, kan? Bikin dia tambah pusing saja. Untung Rena sudah terbiasa dengan demam ringan begini, jadi dia masih bisa bersikap biasa saja meski kepala terasa berputar-putar.

"Udah, deh, Kal. Tadi kamu nolak sepatunya, kan? Katanya kamu suka yang itu!"

"Tapi sekarang aku mau dua-duanya, Na."

"Ya udah, cari yang mirip, biar kapel sama Haga."

"Nggak masalah!"

Rena sontak memutar bola mata, lain hal dengan Haga yang mendelik tidak terima. Dia? Kapel? Dengan Kala?

FOOLAFFAIR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang