CHAPTER 16

12 5 0
                                    

"Begini..." Ucap dokter menggantungkan ucapannya.

"Tunggu boleh saya berbicara berdua saja dengan keluarganya. Ini agak penting" lanjut sang dokter.

"Ck...saya walinya dok. Orang tuanya gak bisa datang karena sedang diluar negeri" alibi Ruz. Hu

"Baiklah, mari masuk ke dalam" ucap dokter mempersilahkan Ruz masuk kedalam ruangan Anin.

Ruz pun masuk dan melihat Anin yang terbaring dengan wajah pucat dan mata terpejam, juga pergelangan lengannya yang di perban

"Apa yang ada di pikiran Lo sampai Lo milih untuk bunuh diri" batin Ruz.

"Begini..." Ucap dokter membuat Ruz mengalihkan atensinya pada dokter.

"Sepertinya Pasien sedang banyak pikiran. Namun saya harap tidak ada yang meninggalkan pasien. Karena saat ini yang pasien butuhkan adalah semangat dari orang orang terdekatnya.

Pasien sepertinya mencoba untuk mengakhiri hidupnya.Bunuh diri itu bukan hal sepele.

Orang yang ingin mengakhiri hidupnya biasanya sudah tidak mau lagi menanggung beban kehidupannya. Entah mungkin karena sering di-bully atau masalah keluarga sehingga membuat pasien merasa lelah dan lebih baik mati" jelas dokter.

Ruz paham saat ini karena...

Dia juga ada di posisi itu

"Saya harap. Kamu jangan meninggalkannya karena sedikit saja kamu lengan hal ini bisa terjadi lagi. Untunglah tadi kami masih sempat menyelamatkan pasien. Sedikit saja telat, nyawanya tidak akan selamat" jelas dokter

Ruz mendengar semua ucapan dokter sambil melihat wajah tenang Anin.

Gadis yang cerewet itu, ternyata memiliki luka. Ia tertipu dengan muka bahagia dan ceria yang selalu ditampilkannya itu.

"Saat ini beliau sedang dalam pengaruh obat bius. Sengaja kami membuat dia tertidur agak lama. Supaya dia bisa merasa tenang terlebih dahulu. Sekitar malam nanti, baru dia akan bangun. Saya permisi" ucap dokter lalu pergi.

Tatapan Ruz tetap berada pada wajah pucat Anin.

Ternyata...dibalik cerianya dia ada luka yang ditutupi oleh topeng tak kasat mata berupa senyum bahagia.

Gadis itu yang selalu menguatkan dirinya ternyata juga punya luka yang menganga.

Ruz perjalan berlahan ke arah brangkar Anin dan duduk di kursi yang tersedia.

Kini matanya berfokus pada tangan yang diperban dengan ada sedikit noda darah.

Siapa saja yang melihat pasti akan ngilu, tak terkecuali Ruz.

"Apa yang ada dipikiran Lo sampe lebih milih mati?" Ucap Ruz namun tatapannya datar. Entahlah dengan hatinya.

"Lo pikir dengan Lo pergi, semua masalah selesai?" Lanjutnya.

Dengan pelan, ia membenarkan beberapa anak rambut yang menghalangi wajah Anin.

"Lo harus tetap hidup. Karena kisah ini masih panjang" ucapnya kemudian menelungkup kan kepala dan ikut menjelajahi alam mimpi.

🌹🌹🌹🌹🌹

Waktu berjalan dengan semestinya.
Kini matahari sudah berganti tugas dengan bulan sebagai penerangan langit di gelapnya bumi.

Mata indah yang sedari tadi tertutup itu perlahan terbuka.

Hal yang ia lihat pertama kali salah langit langit ber cat putih. Pandangannya pun mengedar ke seluruh sudut ruang hingga fokusnya tertuju pada sosok lelaki yang tertidur di sofa.

"Kak Ruz" batinnya berbicara.

Tenggorokannya terasa sakit bibirnya juga kering. Ia berinisiatif mengambil air putih yang ada di nakas dengan hati hati, tak ingin membangunkan Ruz yang tertidur.

Tapi...sayangnya tenaganya sangat lemah hingga gelas tersebut malah jatuh dan pecah.

Ruz yang mendengar pecahan tersebut seketika langsung terbangun.

Ia langsung menghampiri Anin.

"Apa yang Lo lakuin?" Ucap Ruz panik.

"A-aku hanya haus" ucap Anin pelan bahkan seperti bisikan.

Ruz pun menghela nafas dan mulai mengambil kan air untuk Anin hingga Anin akhirnya bisa minum.

"Terimakasih, kak" ucap Anin tulus dengan senyuman. Bibir pucat itu tersenyum.

"Kenapa?" Tanya Ruz. Anin pun mengernyit tak mengerti.

"Maksud kakak?" Tanya Anin

"Kenapa Lo bunuh diri?" Tanha Ruz dengan pandangan mengintimidasi.

"A-aku..." Anin tak bisa berbicara.

"Lo gak tau gimana paniknya gua saat liat keadaan rumah Lo dan liat keadaan Lo di dalam kamar waktu itu. Liat Lo yang udah gak sadarkan diri dengan darah di lengan Lo, LO KIRA GUA BAIK BAIK AJA HAH?" ucap Ruz dengan nada tinggi di akhir kalimatnya.

"Kak...k-ka-"

"Gua gak bisa berfikir jernih saat itu. Dan Lo..., Apa yang ada di otak Lo sampe pengen bunuh diri Lo sendiri" ucapan demi ucapan Ruz layangkan pada Anin.

Mata Anin berkaca kaca. Sungguh, ia tak menyangka respon Ruz akan seperti ini.

"Anin minta maaf" ucap Anin namun tiba tiba dekapan hangat langsung ia rasakan.

Ruz memeluknya.

"Se capek apapun Lo sama dunia ini, jangan pernah berfikir lakuin hal ini lagi nin. Lo boleh datang ke gua, ceritain semua beban Lo" ucap Ruz membuat Anin terisak.

Dan kini, ruangan serba putih itu, hanya di isi suara isakan kecil Anin. Isakan yang membuat siapapun yang mendengarnya dapat merasakan kesedihan yang di alami Anin.

"Ada gue. Lo selalu bilang kalo di dunia ini jangan pernah merasa sendirian. Maka sekarang gua yang akan bicara. Jangan ngerasa sendirian. Masih ada gua" ucap Ruz. Anin semakin memper erat pelukannya bahkan tangisannya semakin menjadi jadi.

"Anin capek, Anin pengen punya keluarga kayak teman Anin yang lain, Anin capek dengar pertengkaran mereka. Anin capek selalu disalahin dan jadi sasaran mereka. Anin capek." Teriak Anin masih memeluk Ruz.

Ruz mulai mengusap kepala Anin dengan lembut.

"Gua bisa bikin Lo bahagia nin, tanpa keluarga lo" ucap Ruz.

Bersambung...

Apa komentar part ini?

Sedih? Kurang puas? Atau kurang sedih?

Jangan lupa vote sama komen.

JANGAN JADI PEMBACA GELAP YANG HANYA MENIKMATI KARYA

HARUS ADA TIMBAL BALIK TA READERS ...

Follow juga akun Instagram author @alma.na_0806 supaya kalian tahu update terbaru dari cerita author.

Babaiiiiiiiiiii....

See you next part....

Dear RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang