3 hari sudah Anin dirawat di rumah sakit. Dan kondisinya semakin membaik karena Ruz setiap hari selalu menjenguk Anin setelah pulang sekolah.
Dan kini Ruz sedang mengamati dokter yang sedang memeriksa kondisi Anin.
"Kondisinya sudah membaik. Sore ini nak Anin boleh kembali pulang" ucap dokter. Anin pun tersenyum bahagia dan menatap Ruz sementara Ruz hanya mengangguk saja.
"Akhirnya Anin pulang....!" Ucap Anin bahagia. Dokter pun tersenyum melihat Anin.
"Tapi ingat. Jangan nekat melakukan hal seperti kemarin lagi ya. Itu sangat berbahaya. Jika ada masalah jalan keluarnya bukanlah bunuh diri. Kalau kamu bunuh diri, sama saja kamu seperti pengecut, lari dari masalah" ucap dokter
Seketika senyum Anin luntur. Ya...kemarin ia sungguh tidak bisa berfikir jernih lagi, yang ada di pikirannya hanya 1. MATI. Hanya itu.
"Saya faham. Makasih dok" ucap Anin lalu tersenyum kembali
"Baiklah kalau begitu saya tinggal ya. Permisi" kata dokter lalu pergi meninggalkan Anin dan Ruz dalam keheningan.
"Kak...!" Panggil Anin. Ruz pun menoleh.
"Pulang sekarang, yuk!" Ajak Anin.
"Rumah?" Tanya Ruz.
"Yaelah masih dingin aja" Batin Anin.
"Iyalah ke rumah, masa ke hutan" ucap anin dengan sedikit jenaka.
"Orang tua?" Tanya Ruz lagi.
"Hah, apa? Gak ngerti. Kakak kalau ngomong jangan setengah²" ucap Anin tak faham.
Ruz pun menghela nafas sabar. "Lo mau pulang ke rumah? Gimana reaksi orang tua Lo setelah 4 hari Lo gak ada di rumah" ucap Ruz.
Anin pun mengangguk faham.
"Kayak mereka ada ajh di rumah" ucap Anin. Ruz pun menatap Anin lekat.
"Udah lah, Anin mau beres² mau pulang" ucap Anin.
"Biar gue aja" ucap Ruz sambil mencekal tangan anin yang hendak menyibak selimut untuk turun dari ranjang.
Ruz pun langsung memasukan pakaian Anin satu persatu kedalam koper yang memang sudah ada sejak Anin menginap.
🌸🌸🌸🌸🌸
Kini, Ruz dan Anin sudah sampai di pekarangan rumah Anin.
"Kak, mau masuk dulu?" Tanya Anin yang kini sudah keluar dari mobil dan Ruz yang masih di dalam mobil.
"Gue pulang" ucap Ruz
"Yaudah. Anin masuk duluan ya" ucap Anin lalu membawa kopernya dan pergi.
Setelah Anin masuk Ruz pun mulai pergi dari pekarangan rumah Anin.
Dan disinilah Anin, di rumahnya.
Sepi. Hanya itu yang dapat ia jabarkan tentang kondisi rumahnya.
Tak ada suara bising apapun di rumah besar ini. Hanya keheningan yang menyelimuti ruangan."Ya Allah, non Anin!!" Teriak bi Emi lalu memeluk Anin.
Ya...hanya ini yang dapat membuatnya tenang. Pelukan dari orang yang sudah mengabdi di rumahnya selama belasan tahun.
"Non darimana aja ya Allah, bibi panik liat non gak ada tapi banyak darah di kamar non" ucap bi Emi.
Anin pun hanya tersenyum.
"Anin gak papa kok bisa. Liat, Anin sehat sehat aja. Jadi bibi gak usah khawatir ya!" Ucap Anin dengan senyuman yang selalu mengembang
"Gimana bibi gak khawatir. Orangtuanya non langsung pergi dan bibi cek di kamar non, ada darah menggenang, bibi gak bisa berfikir positif" ucap bi Emi
"Udah gak papa. Anin masuk ke kamar dulu ya. Oh? Darahnya udah dibersihin belum bi?" Tanya Anin setelah ingat.
Bi Emi tersenyum,"udah, langsung bibi bersihkan " ucap bi Emi membuat Anin tersenyum.
"Makasih bi" ucap Anin lalu beranjak pergi.
"Sama sama" lirih bibi.
"Malang sekali nasib kamu nak" ucap bibi sedih.
Anin sudah sampai di kamarnya. Ya ternyata kamarnya sudah bersih, noda darahnya pun sudah tidak ada.
Ia kembali teringat pada ucapan Ruz saat di rumah sakit
"Se capek apapun Lo sama dunia ini, jangan pernah berfikir lakuin hal ini lagi nin. Lo boleh datang ke gua, ceritain semua beban Lo" ucap Ruz membuat Anin terisak.
Dan kini, ruangan serba putih itu, hanya di isi suara isakan kecil Anin. Isakan yang membuat siapapun yang mendengarnya dapat merasakan kesedihan yang di alami Anin.
"Ada gue. Lo selalu bilang kalo di dunia ini jangan pernah merasa sendirian. Maka sekarang gua yang akan bicara. Jangan ngerasa sendirian. Masih ada gua" ucap Ruz. Anin semakin memper erat pelukannya bahkan tangisannya semakin menjadi jadi.
"Anin capek, Anin pengen punya keluarga kayak teman Anin yang lain, Anin capek dengar pertengkaran mereka. Anin capek selalu disalahin dan jadi sasaran mereka. Anin capek." Teriak Anin masih memeluk Ruz.
Ruz mulai mengusap kepala Anin dengan lembut.
"Gua bisa bikin Lo bahagia nin, tanpa keluarga lo" ucap Ruz.
Anin pun tersenyum kecil.
"Kini harapanku hanya dia tuhan. Hanya dia " batin Anin berbicara.
Bersambung...!!!
Gimana chapter ini?
Kita pendek pendek ajh ya...lagi buntu otak author.Jangan lupa vote komen ya, itu berguna banget.
Follow juga Instagram author @alma.na_0806
See you next part❤️❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear R
Teen FictionDear R Bertemu denganmu adalah keberuntungan dan Mencintaimu adalah kebahagian Dia... Adalah lelaki yang paling kucintai, . Si lelaki sederhana, . Lelaki dengan sejuta pesona . Lelaki penyuka Musik "menjauh untuk menjaga" ~ by R ____________...