Nayya meneguk ludahnya, dia kembali mengingat kapan terakhir kali dia merasakan jantungnya berdebar sekencang ini? Ah, iya, saat Nayya bertanya kepada sahabat kecilnya mengenai kabar diadopsinya Nadir. Berarti, selama delapan tahun berlalu ini pertama kalinya Nayya merasa segugup ini.
Nayya memandangi sekelilingnya, tepatnya memperhatikan satu-persatu temannya di kelas yang siang ini heboh karena mendapati sebuah kue di laci mereka masing-masing. Keadan kelasnya langsung bising, semua mempertanyakan siapa pelakunya namun tidak ada yang menjawab semua tanya mereka.
Nadir yang sedari tadi berada di samping Nayya bangkit menuju pintu kelas, menutup pintu itu segera, ketika melihat pergerakan beberapa temannya yang berniat keluar.
"Gua minta waktunya sebentar, bisa?" tanya Nadir yang menerima persetujuan semuanya.
Lelaki itu kemudian menatap Nayya teduh, dari tempatnya berdiri dia ingin memberikan kekuatan kepada Nayya dengan senyumannya. Nayya membalas senyumnya, lalu mengambil langkah ragu, maju ke depan kelas.
Berdiri di hadapan teman-temannya yang menatapnya bingung. Nayya menyatukan kedua tangannya yang bergetar lalu menyeka keningnya yang tanpa sadar berkeringat sebelum akhirnya memberanikan diri menatap semua mata yang tertuju kepadanya.
"Kue yang kalian terima hari ini...itu dari aku." Ucap Nayya memecah keheningan, Seisi kelas terkejut, namun berusaha untuk meredam keterkejutan mereka menunggu penjelasan dari Nayya.
"Hanya kue biasa, gak ada yang spesial. Mungkin kalian bisa temukan yang lebih enak di banyak toko. Tapi, dengan kue itu aku selipkan kata maaf yang tulus. Maaf untuk semua sikap yang dengan sengaja menjauh dari kalian. Gak ada satupun alasan yang bisa jadi pembenaran keputusanku bersikap seperti ini, namun untuk kali ini izinkan aku menebus semua kesalahan. Aku sungguh menyesal terlambat menyadari, jadi, untuk sekali lagi aku meminta maaf." Ucap Nayya berkaca-kaca, di akhir kalimat dia membungkukkan badannya sembilan puluh derajat.
"Gak perlu," teriak perempuan berhijab yang duduk di hadapan Nayya, Nabila. Dia berlari memeluk Nayya erat. Disusul teman-teman perempuannya yang lain.
"Lo gak perlu minta maaf karena kita semua gak pernah marah sama lo," ucap Novia, cewek beramput panjang yang berdiri di samping Nabila.
"Kita semua sayang banget tau sama lo, Nay." Kali ini Syarla, cewek mungil yang berdiri di samping kanan Nayya, kembali memeluk Nayya erat lalu disusul dengan Anggis dan teman-temannya yang lain.
"Sesi peluk-pelukannya udah habis, sekarang giliran yang cowok." Ucap Nayl, sang ketua kelas 11 IPA 3, memecah pelukan itu yang sontak mendapat sorakan dari cewek-cewek. Novia yang notabennya adalah pacar Nayl bahkan melempar pulpen itu yang tepat mengenai keningnya.
"Bercanda, yang, serius amat," ucap Nayl kembali. Dia mengulurkan tangannya kepada Nayya, "Gua ketua kelas di sini kalau lo lupa, mulai sekarang jangan segan-segan buat minta tolong sama gua dan teman-teman yang lain. Kita semua ada buat lo!"
Nayya menerima uluran tangan itu, "Aku tau kok, makasih ya."
Danil yang melihat Nayl bersalaman dengan Nayya langsung berlari kencang, dia tidak ingin ketinggalan bersalaman dengan cewek paling cantik satu angkatan, rugi...
"Nay, Gua Danil, lo bisa panggil Abang." Danil mengulurkan tangannya, sedangkan Nadir yang melihat itu langsung menyambar uluran tangan tersebut sebelum Nayya menerimanya.
Melihat Danil yang menggerutu Nayya tersenyum kecil, "Nayya, Abang Danil duduknya disitu, kalau Nadir nakal boleh kok duduk sama gua."
Nayya tersenyum hangat menanggapi kicauan-kicauan teman sekelasnya yang baru-baru ini dikenalnya. Tanpa menyadari bahwa Nadir menatapnya dengan senyum bahagia dan mata berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDERCOVER
Teen Fiction"Bagaimana kalau Nadir gak ada?" Nayya tak bergeming, matanya memerah dengan spontan. "Nadir mau pergi?" tanyanya dengan suara sendu. "Nadir cuma bertanya, bagaimana kalau Nadir gak ada? Nayya akan kesepian karena gak punya teman selain Nadir." Pere...