TWENTY-SECOND - KEBENCIAN

689 36 5
                                    

Nadir menaiki tangga dengan pasti, membawa tubuhnya ke tempat paling atas gedung ini lalu berjalan menuju pembatas. Memposisikan dirinya menghadap pada bangunan-bangunan ibu kota. Namun cantiknya mozaik lampu-lampu yang tersaji tidak mamu mengalihkan pikirannya yang berada di tempat lain.

Helaan nafas berat terdengar tatkala usahanya menjernihkan pikiran yang menghantuinya seminggu ini tentang Nayya. Dan kini dia disini, dengan segala upayanya untuk tetap tenang namun pikirannya selalu berporos pada perempuan itu.

Nayya memang selalu berhasil membuat pikirannya teralihkan. Namun, kali ini perempuan yang selama seminggu ini tidak didapatinya kabar membuatnya terus terjaga setiap malam. Entah di mana keberadaan perempuan yang mendadak hilang tanpa kabar itu. Selama seminggu ini, dia berusaha menguhubungi perempuan itu namun teleponnya selalu tidak aktif dan rumah tempat tinggal Nayyapun kini kosong tidak berpenghuni.

Nadir merasakan dejavu, ini adalah perasaan yang sama yang dirasakannya waktu itu ketika dirinya kehilangan cara untuk mencari keberadaan Nayya.

"Nadir?"

Nadir berbalik menghadap pintu rooftop yang baru saja terbuka dan menampilkan seseorang perempuan yang tiba-tiba saja berada di hadapannya. Perempuan itu tersenyum dengan lebar melihatnya lalu berlari memeluknya.

Nadir bergerak tidak nyaman berusaha melepaskan pelukan perempuan yang sangat dia hindari itu, "Disa lepas!" Ucapnya dengan tegas.

Disa segera menjauh ketika mendengar instruksi itu, dia menatap Nadir dengan wajah berbinar bak menemukan barang berharga yang selama ini dicarinya. Tapi, Nadir memang sangat berharga baginya. Andai saja lelaki itu memahami perasaannya.

"Apa kabar?" Tanya Disa dengan senyuman di bibirnya.

Nadir mengangguk dengan segan, "Baik," ucapnya singkat.

Disa menggigit bibirnya, sepertinya lelaki di hadapannya itu tidak merasakan hal yang sama dirasakannya ketika mereka bertemu, lelaki itu enggan menatapnya seperti menyiratkan bahwa sebenarnya dia justru tidak senang dengan pertemuan mereka. Hati kecilnya mendadak nyeri, namun dia harus berusaha mengubah keadaan.

"Nad, aku minta maaf untuk itu...," ucapan Disa tertahan, "andai waktu itu aku gak nekat, mungkin semuanya gak akan seperti ini."

Nadir akhirnya menatap ketika mendengar penuturan Disa, perempuan yang dulunya dia anggap seperti adiknya itu menatapnya dengan mata berkaca.

Nadir menghela nafas lalu tersenyum tipis mendengar penuturan itu. Pada akhirnya, masa lalu biarlah menjadi masa lalu.

"Setelah sekian lama, akhirnya aku merasakan momen ini lagi," Ucap Disa sambil menatap bintang-bintang yang bertebaran di langit. Nadir hanya menoleh sekilas, "terima kasih Nad, kamu masih mau memberiku kesempatan."

"Kamu ngapain  malam-malam ke sini?" Tanya Nadir mengalihkan pembicaraan, tetap saja dia tidak ingin pembicaraan tentang masa lalu menghantuinya kembali.

Disa tersenyum kecil, "Percaya gak kalau ini adalah tempat yang sering aku kunjungi selama ini?"

"Percaya, dari dulu kamu memang suka tempat tinggi. Tapi kenapa harus tempat ini?" Tanya Nadir lagi.

"Karena ini adalah tempat kesukaan kamu," jawab Disa jujur.

Nadir menggelengkan kepalanya, dia melangkahkan kakinya mundur mendengar penuturan Disa. Ternyata perempuan itu belum menghilangkan perasaannya.

"Nad, maaf...," Disa hendak mengejar lelaki yang perlahan menjauh itu namun serangan sakit yang muncul di kepalanya membuat langkahnya terhenti. Disa memegang kepalanya, dan mengerang kesakitan. Rasanya bisa dibilang seperti ada jutaan jarum yang menusuk kepalanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNDERCOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang