FIRST - RUMAH BARU

1.3K 29 0
                                    

Jakarta, 2023.

            Ada sunyi yang mengikat raga Nayya lagi dan lagi. Sunyi yang tanpa henti datang seperti tak ada puas mengusik hari-harinya. Dia ingin menumpahkan emosi pada sunyi, namun nyatanya luka dan rindu juga ikut andil dalam mehancurkan hati. Menyisakan satu ruang yang biasa disebut hampa.

            Suara lonceng dari pintu menyadarkan Nayya sesaat. Pandangan bola mata cokelat itu teralihkan,  dari yang tadinya hanya menatap asal debu yang tertinggal di dekat meja kasir, kini memandang seseorang yang kian mendekat. Tidak ada yang spesial, hanya seorang pelanggan yang kehausan di tengah perjalanannya.

            Di waktu-waktu berikutnya, siklus itu kian terulang.

            Desahan kecewa muncul di sela nafasnya memandang pintu masuk, berharap datangnya pelanggan bisa menghilangkan hampa yang terus menusuk. Namun sialnya, sampai jarum pendek menunjukkan angka enam sejak dua jam lalu, pelanggan tak kunjung datang.

            Nayya mengamit tas ransel berwarna putih itu malas, jam kerja nya sudah habis. Bunyi dari gesekan sepatu kets nya mengalun dan mengisi kekosongan pada malam hari itu. Seakan menjadi penyemangat untuk dirinya sendiri, menguatkan raganya untuk kembali ke rumah berwarna putih pucat dihadapannya.

***

Jakarta, 2012.

            Sebuah mobil polisi berhenti di depan panti asuhan yang sore itu sedang ramai, ada banyak anak yang bermain di perkarangan, dengan memeluk boneka Nayya turun dari mobil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

            Sebuah mobil polisi berhenti di depan panti asuhan yang sore itu sedang ramai, ada banyak anak yang bermain di perkarangan, dengan memeluk boneka Nayya turun dari mobil. Dia mulai meneliti tempat yang mulai sekarang akan menjadi rumah barunya. Anak-anak yang sedang bermain itu menghentikan aktifitasnya lalu menatap Nayya dan dua polisi di sampingnya. Perempuan itu mengeratkan pelukan, secara sadar nalurinya menyadarkan bahwa tidak ada lagi yang bisa dia peluk kecuali boneka beruang yang sedang dirinya pegang.

            Polisi bertubuh berisi menuntunnya masuk, melewati perkarangan panti asuhan yang ditumbuhi rumput hampir di seluruh sisinya bukan batu alam seperti di rumahnya dulu. Seorang wanita paruh baya menyambut mereka di depan pintu, pijakan itu tergantikan oleh semen yang licin, ketara sekali jika pemiliknya sering mengepel lantai.

            Kedua polisi yang mengantar Nayya itu bersalaman dengan pemilik panti, wanita itu menyambutnya dengan senyuman.

            "Ini dia Nayya yang kami bicarakan kemarin," Kali ini, polisi bertubuh proporsional yang berbicara.

            Wanita yang baru diketahui Nayya bernama Ayu itu mengangguk, menatap Nayya sebentar kemudian membalas perkataan sang polisi.

            "Baiklah, Pak. Anda bisa mempercayakan saya untuk mengurus Nayya mulai sekarang." Kedua polisi tersebut menyerahkan sebuah koper berisi baju-bajunya dan setelah itu berpamitan pergi.

            Hanya ada beberapa kata yang dibisikkan oleh polisi tersebut, "Jaga diri baik-baik ya, Nayya!"

            "Ayo, Nayya, Ibu antarkan ke kamar kamu," Ibu Ayu bersuara.

           Dengan patuh Nayya mengikutinya. Mereka melewati ruang tamu dan selanjutnya hanya berupa lorong dengan kamar-kamar di samping kiri dan kanannya. Pada kamar terakhir, Ibu Ayu berhenti lalu mengajak Nayya untuk masuk ke dalam. Kamar itu sempit dan pengap, warna dindingnya putih mendekati kusam, di kamar sempit ini ada dua tempat tidur bertingkat dan satu lemari yang dibuat seperti pemisah antara keduanya. Beda sekali dengan kamarnya dulu, warna catnya pink cerah, terdapat kasur busa yang besar juga beberapa maianannya yang dipajang membentuk hiasan.

Singkat kata, Nayya tidak menyukai tempat ini.

"Nah, di sini tempat Nayya tidur." Ucap Ibu Ayu sambil menepuk salah satu bagian kasur. Nayya mengangguk dan mengikuti Ibu Ayu untuk duduk di sebelahnya. "Ibu tahu Nayya kehilangan sosok Mama yang selama ini merawat kamu, tapi mulai sekarang Nayya bisa menganggap Ibu sebagai Mama."

Mendengar hal itu hati Nayya tersentuh, ada ketulusan yang ditangkap dirinya dari ucapan Ibu Ayu barusan.

***

		Tidak banyak yang bisa dilakukan di panti juga belum ada satupun yang benar-benar dia kenal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak banyak yang bisa dilakukan di panti juga belum ada satupun yang benar-benar dia kenal. Mungkin karena baru kemarin dia datang, atau mungkin juga dirinya sendiri yang tidak ingin mendekat kepada mereka. Atau bisa jadi kedua-duanya. Jadi, pada Minggu pagi ini Nayya hanya duduk di pinggiran danau tak jauh dari panti asuhan.

Menatap genangan air yang sunyi seorang diri.

            Kalau boleh bercerita, Nayya rindu keadaannya dulu. Pada setiap pagi dimana Mama membangunkannya dengan sebuah kecupan manis kemudian berlanjut dengan kelitikan yang membuatnya tertawa. Pada basuhan halus Mama ketika memandikannya lalu membentuk rambutnya dengan berbagai macam gaya yang dilihatnya dari majalah. Pada setiap nyanyian Mamanya ketika masak dan dirinya hanya melihat itu dari kursi makan sampai Mamanya membawa sepiring makanan untuk Nayya dan Papanya yang terlihat tampan dengan balutan jas kerja.

            Setiap minggu, Papa akan membangunkannya pagi-pagi sekali lalu mengajak Nayya berlari keliling komplek, ketika Nayya lelah Papa akan dengan sigap membawa dirinya ke atas punggung.

            Habislah pertahanan dirinya, dengan hembusan angin yangmenerbangkan rambutnya Nayya menangis dalam diam. Berusaha sebaik mungkin untuktidak membuat suara agar tidak terdengar siapapun.

***

UNDERCOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang