2 cos (2π) + 4 cos (4π)

67 8 0
                                    

Bab 6 : Kehilangan (Lagi)

🥀🥀🥀

Selama jam pelajaran berlangsung, pandangan Kara tetap fokus ke depan meski pikirannya berkelana ke mana-mana. Kara mengabaikan sosok lelaki di sebelahnya yang sejak tadi merecoki Kara dengan berbagai pertanyaan. Kini, beralih menatap Kara tanpa henti membuat Kara merasa risih. Mungkin jika guru tidak sedang berada di kelas, Kara menghilang dari pandangan lelaki itu. Ah, besok-besok sepertinya Kara harus pindah tempat duduk.

"Mari bicara sepulang sekolah nanti Kara. Pulang bareng gue." Lelaki itu berbisik tepat di telinga kanan Kara.

Kara meremang saat suara berat bernada kecil itu merasuk telinga membuatnya hangat. Rasanya sekujur tubuh Kara seperti dialiri arus listrik. Sengatan kecil menciptakan sensasi yang aneh. Tetapi, Kara abaikan ucapan Dino. Tidak ada respons yang gadis itu berikan.

Pelajaran berlangsung seperti biasa. Begitu bel pulang berbunyi, Kara langsung beranjak dari tempat duduknya. Gadis itu langsung memasang tas punggung dan membaur bersama siswa-siswa lain di parkiran. Sebuah tangan menahan Kara bahkan sebelum gadis itu keluar dari kelas.

Kara berbalik dan menatap tak suka orang itu. Memberontak Kara minta dilepaskan oleh Dino. Tetapi, lelaki itu membatu sekaan menulikan telinga. Justru tatapan tajam yang Kara lontarkan Dino balas dengan tatapan melas.

Diraihnya kembali telapak tangan Kara untuk digenggamnya. Segera Kara jauhkan tangannya.

"Kar—"

"Lepas, Dino!" sentak Kara tak kuasa menahan emosi.

Dino terperangah. Untuk pertama kalinya Dino melihat kilatan marah di manik cokelat milik gadis itu setelah akrab dengannya. Untuk pertama kalinya Kara berteriak murka di depan wajah Dino, biasanya merengut kesal. Apa secepat itu keadaan berbalik seperti semula? Dan yang menjadi pertanyaan Dino, sejak tadi menganggu pikirannya, apa yang membuat Kara ingin membuat jarak dengannya? Padahal sebelumnya mereka baik-baik saja.

"Lo enggak dengar tadi gue bilang apa?! Jauhi gue, Dino! Lo enggak ngerti bahasa manusia?" Kara tambah meledak-ledak. Deru napas gadis itu memburu, seperti sedang menahan-nahan sesuatu.

Hening melingkupi sejenak. Dino masih terpaku menyelami manik mata itu. Masih dengan pertanyaan yang sama terus menggerayangi pikiran dan mengacaukan akal sehatnya. Apa yang membuat Kara berubah secepat itu?

"Ada apa sama lo, Kara? Gue salah apa sampai lo tiba-tiba berubah drastis seperti ini?" lirih Dino nelangsa.

Sesak Kara rasakan seperti mengimpit dadanya. Bukan hal ini yang Kara inginkan. Kara hanya ingin berteman normal dengan Dino. Mencoba berteman dengan laki-laki mungkin tidak ada salahnya, pikir Kara waktu itu. Kala Dino tahap pendekatan mengajaknya berteman dan Kara cuek bebek sama sekali tak menghiraukan.

Namun, kenapa semuanya berbanding terbalik saat Kara berhasil berbaur dengan lingkungan barunya. Kenapa masalah baru harus muncul di saat Kara sudah berdamai dengan keadaan.

Kara menekan kuat-kuat rasa sakit yang menjalar di hatinya. Mata itu terpejam membuat sebulir cairan menetes turun membasahi pipi.

"Kejar Alana, No. Katakan padanya bahwa kita tidak ada hubungan spesial dan tolong sampaikan permintaan maaf gue," lirih Kara di akhir kalimat.

Gadis itu menundukkan wajah, kepalanya menggeleng-geleng. Memperbaiki perasaannya yang sedang tidak baik-baik saja. Kacau balau. Untuk ke sekian kalinya Kara kehilangan. Apa belum cukup semesta merebut semua yang Kara punya?

Kara tahu semua yang ada di dunia ini hanya titipan dari-Nya, tetapi apa boleh egois atau berunding pada-Nya bahwa untuk kali ini saja Kara tidak ingin kehilangan?

BagasKara : EfemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang