[(2√9) x (3x100%)]

50 3 0
                                    

Bab 18 : Sedikit Tentang Bagas

🥀🥀🥀

Suara klakson dari mobil merah darah yang baru saja memasuki pekarangan rumah menarik atensi tiga orang yang sedang mengadakan dinner di taman depan. Sepasang suami-istri dan seorang gadis yang tampak elegan dengan dress code pink yang membalut tubuh idealnya, baru saja menyelesaikan acara makan malam mereka. Serempak mengangkat wajah dan menolehkan pandangan pada titik pusat yang sama, yaitu pada seorang laki-laki sedang berjalan ke arah mereka dengan kunci mobil dibiarkan menggantung di jari telunjuk kanannya.

Senyum terpatri di bibir pasangan suami-istri itu menyambut kedatangan sang putra. Lain halnya dengan gadis cantik pemilik lesung pipi indah saat mengulas senyum, menampilkan gurat tak suka yang terpampang jelas di wajah. Gadis itu mencebik lalu membuang pandang, enggan menatap sosok lelaki yang berdiri di hadapan mereka dengan pandangan tajam menelisik ke arahnya.

"Akhirnya pulang juga kamu, Kai." Wanita paruh baya yang masih cantik di usianya menyapa lembut gendang telinga sang putra.

"Ngapain dia di sini, Ma?" Lontaran pertama yang keluar dari bibir laki-laki bernama Kai. Tanpa sedikit pun mengalihkan pandangan dari gadis di samping ibunya. Tatapan intens, namun tajam dan menusuk. Dari raut wajah dan juga cara bicaranya, kentara sekali bahwa laki-laki itu sangat tidak menyukai keberadaan gadis itu di keluarganya.

"Jaga sikapmu, Kai," tegur Papa menatap tajam sang penutur.

"Pa, Kai enggak akan bersikap sopan selama dia masih ada di rumah ini!" timpal Kai keras kepala, menatap balik Papanya tanpa gentar. Lalu, tatapannya kembali jatuh pada gadis beberapa senti darinya. Raut wajahnya kembali dongkol. Semua gara-gara gadis itu. Kedatangannya tidak hanya merusak mood, tetapi juga membangkitkan emosi.

"Lagian, kenapa pake diundang segala makan malam di sini? Memangnya dia tidak punya rumah, atau stok makanan di rumahnya habis sampai nyasar ke sini?" ejek lelaki itu ketus lewat sindiran.

Terdengar dengus kecil dari gadis itu. Diam-diam melemparkan tatapan persaingan lewat ekor mata. "Kalau bukan karena bokap nyokap lo yang undang dan paksaan dari orang tua gue. Gue enggak bakal ada di sini, sialan!" Ingin sekali rasanya meneriaki lelaki itu andai saja hanya ada mereka berdua. Sial, dia hanya bisa memekik dalam hati. Meredam amarah karena tak ingin merusak image di depan keluarga laki-laki itu yang selama ini selalu bersikap baik padanya.

Sementara kedua orang tua lelaki itu saling pandang, menghela napas gusar. Putranya mulai lagi berulah. Bau-bau adu mulut tercium menyengat. Entah sampai kapan dua remaja itu bisa akur jika disatukan dalam ruang yang sama.

"Kai, enggak boleh ngomong sarkas seperti itu!" Mamanya Kai pun turun tangan menegur Kai. Sikap putranya untuk kali ini tidak bisa ditoleransi lagi. Sedikit keterlaluan, menurutnya.

"Arine di sini karena Mama. Mama yang undang dia ke sini. Bahkan dia sampai melewatkan malam minggu bareng teman-temannya karena menghargai Mama. Jadi suka atau tidak suka, Kai harus hargai Arine di sini sebagai tamu."

Kai melongo tak percaya. "Ma, Mama lebih belain dia?" Raut wajah lelaki itu seketika berubah seratus delapan puluh derajat. Tampak sorot sendu terpancar dari kedua bola matanya.

Untuk kali pertama Kai melihat Mama semurka itu, mengomeli Kai panjang lebar. Dan itu semua dilakukannya hanya untuk membela Arine, rival terbesar Kai. Tidak salah jika dulu Kai menganggap kehadiran Arine di keluarganya adalah sebuah ancaman. Saat ini sudah terbukti. Mama dan Papa jelas-jelas lebih memihak pada gadis yang katanya anak dari sahabat lama Mama, dibanding dirinya yang notabene anak kandung.

BagasKara : EfemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang