Bab 8 : Fakta yang Tersembunyi
🥀🥀🥀
Untuk segala luka yang telah melebur menjadi keping-keping trauma, aku memilih untuk mengakhiri kisah rumit ini.
Hubungan toxic yang seharusnya tidak ku pertahankan sedari awal.
Aku berhak bahagia. Dan sekarang aku tahu, bahwa tanpamu pun aku bisa bahagia.
Terima kasih untuk setiap goresan lukanya. Akan kukenang abadi di setiap langkah kaki menapaki bumi ini.
Tarian indah jemari lentik di atas keyboard laptop itu terhenti. Hening sejenak melingkupi kamar dengan cahaya remang-remang. Hanya suara detak jarum jam dinding yang mengalun teratur. Disusul hela napas panjang usai mendongakkan wajah memandangi langit-langit kamar.
Kara akhiri adegan tersebut dengan kata 'Tamat' yang sengaja di-bold. Rasa puas dan sedih berkecamuk dalam dada. Perasaan yang sebelumnya tidak pernah dia rasakan. Justru biasanya gadis itu terharu usai menyelesaikan naskah novelnya. Tetapi, berbeda untuk malam itu.
Untuk pertama kalinya Kara membuat ending yang membuat para pembaca nangis kejar. Naskah cerita yang menemani Kara di saat-saat jatuh bangunnya. Naskah cerita yang menjadi tempat pelampiasan isi hati Kara selama enam bulan terakhir.
Sudah dua bulan berlalu, tak banyak perubahan yang terjadi. Namun yang paling menarik, Dino sudah berhenti menggangu Kara. Perubahan pesat sikap laki-laki itu cukup membuat Kara terperangah. Pagi-pagi, tidak ada yang merecoki Kara ke tempat duduknya. Tidak ada lagi yang mengejar-ngejar Kara berlarian di koridor hingga menjadi pusat perhatian. Berakhir pula tatapan sinis yang Alana dan teman-temannya lemparkan.
Baru beberapa minggu Kara dan Dino akrab. Kara tidak pernah menyangka bahwa akan ada masanya mereka benar-benar menjadi asing. Mungkin jauh lebih baik seperti itu dari pada mereka terus bersama meski hanya sebatas teman, tetapi ada hati yang terluka.
Ya, secepat itu. Andai kehidupan layaknya sebuah drama rekayasa, Dino dihadirkan dalam hidup Kara sebatas figuran semata yang hanya muncul di beberapa episode saja. Kehadiran tokoh figuran cukup berpengaruh pada kehidupan sang tokoh utama juga alur ceritanya. Tetapi, dengan tidak berperasaan si penulis skenario merombak lagi alur ceritanya dan menggeser posisi tokoh figuran yang sudah menikmati perannya bersama tokoh utama.
Kara beranjak dari kasur tempatnya berbaring. Gadis itu mendekat ke balkon kamar. Cardigan navi yang membungkus tubuh mungil gadis itu tampak dirapatkan. Dingin malam langsung menyeruak ke pori-pori kulit begitu pintu kamar menuju balkon dibuka.
Terdengar desis kecil keluar dari bibir Kara. Kaki itu melangkah pelan hingga mentok di pinggiran balkon. Sementara kedua tangan menopang dagu ditumpukkan pada pagar pembatas. Mata dimanjakan oleh hiruk-pikuk kota yang masih sangat padat akan lalu lalang kendaraan bahkan sudah hampir larut malam. Lampu-lampu kota berpendar menghasilkan pantulan cahaya indah.
Namun, bukan pemandangan kota yang menarik perhatian Kara. Langit malam yang kosong tanpa cahaya rembulan nyatanya jauh lebih mendukung perasaan nelangsa gadis itu. Hampa, hambar, tetapi menyesakkan. Itu yang Kara rasakan. Bercampur aduk membentuk perasaan aneh.
Sepertinya Kara butuh suasana tenang dan damai. Suatu tempat di bukit nan jauh dari keramaian. Kara butuh ruang untuk sendiri. Kara butuh kesunyian. Mungkin di sana Kara bisa melampiaskan gejolak aneh yang menggerogoti dada.
Aduan kecil melontar lembut dari bibir seorang gadis. Pundak kanan yang baru saja bertabrakan dengan pundak kokoh seseorang lelaki dipeganginya. Badan sedikit membungkuk.
![](https://img.wattpad.com/cover/352876622-288-k70647.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BagasKara : Efemeral
Ficção AdolescenteCover by canva Tentang Kara yang tidak pernah mendapat bahagia oleh semesta. Dan, tentang Bagas yang menemani wanita berbeda keyakinan dengannya mencari cercah keping-keping kebahagiaan yang bersembunyi di balik kelamnya malam. *** Start : 01 Oktobe...