d²y/dx² (x³)⁵

50 5 0
                                    

Bab 15 : Malam Minggu (2)

🥀🥀🥀

"Kita hanya fatamorgana yang tak 'kan pernah berjumpa amerta. Tak jauh-jauh dari taksa rasa yang berharap anindita. Jadi, jangan berharap banyak, Za."

"Gue duluan, Za," pamit Kara membuang pandang. Enggan menatap sosok yang sudah terjebak bersamanya dalam keheningan yang mereka ciptakan sendiri usai Kara menuturkan kalimat terakhir. Lelaki itu masih setia memandanginya dengan pandangan yang sulit diartikan membuat Kara semakin bergerak gelisah.

Seketika Reza gelagapan mendengar ucapan Kara. Mau menahan Kara karena merasa pembahasan mereka belum menemukan ujung yang sebenarnya, tetapi Reza tak punya alasan lagi. Kara menganggap semuanya sudah selesai.

"Kar, gue anterin pulang." Reza menahan langkah kaki Kara yang hendak beranjak pergi.

Sejenak Kara mematung di tempat. Lalu, senyum tipisnya tersungging. Kepalanya menoleh setengah ke belakang. "Enggak perlu repot-repot, Za. Gue bisa pulang sendiri atau enggak nebeng sama Alana. Kan, dia juga yang ajak ke sini," sahut Kara menolak mentah-mentah ajakan Reza.

Reza menggusah napas kasar, agak kecewa oleh penolakan Kara. "Biarin gue anterin lo, Kar. Ini udah malam. Lo cewek. Gue enggak mungkin biarin lo pulang sendiri," kelakar Reza terkesan memaksa.

Kara berbalik sepenuhnya menatap Reza. Hendak memberi protes, tetapi suara Reza menyela lebih dulu. "Alana dan Dino udah pergi dari tempat ini," katanya membuat Kara tak berkutik.

Kara tak punya pilihan lain. Sadar tidak sadar, Kara mengekor di belakang Reza saat lelaki itu meraih telapak tangannya dan membawanya pergi keluar dari tempat itu. Raganya memang sedang bersama Reza, tetapi pikirannya bercabang entah ke mana. Sepanjang perjalanan menuju parkiran cafe, hanya keheningan yang mengiring keduanya.

Tiba di parkiran, Kara berdiri tepat di jalan masuk menunggu Reza yang sedang mengeluarkan kendaraan. Gadis itu bergerak gelisah sambil kedua tangan saling melipat di depan dada. Berkali-kali Kara mencebikkan bibir sampai anjing penjaga di depan cafe yang sempat menggonggonginya menatap Kara dengan pandangan bingung. Kara pa;ing tidak suka menunggu karena itu adalah sesuatu hal yang melelahkan.

"Lo?" Bertepatan dengan kedatangan Reza dan deru motor sport-nya, suara lain menyapa Kara dari arah yang berlawanan.

"Kara, ayo naik." Ajakan dari Reza, Kara abaikan.

Gadis itu justru menolehkan kepalanya pada sumber suara yang tadi menyapa telinganya. "Lo?!" Bola mata itu membelalak besar---berjengit kaget, dalam sepersekian detik.

Sosok lelaki dengan style santai di hadapannya menatap datar Kara. Reaksi Kara terlalu berlebihan menurutnya.

Usai dengan keterkejutannya, Kara mengubah raut wajahnya menjadi lebih garang. Karamasih bersedekap dada saat berseru, "Ngapain lo di sini? Buntutin gue, ya?" sentak Kara dengan PD-nya.

Lelaki dengan potongan rambut undercut yang tampak basah itu berdecih, membuang pandang ke samping. "PD gila," cibirnya bergumam. Kantong kresek berwarna putih bertuliskan merek Indomar*t bergoyang-goyang dalam genggaman tangannya.

Kara tertawa sinis, mengubah cara pandangnya pada lelaki itu dengan remeh. "Terus apa lagi? Bilang aja lo udah naksir gue, kan, semenjak pertemuan pertama kita di dekat taman waktu itu?"

Gila! Kepercayaan diri Kara semakin tinggi, bukannya dikurangi dan sadar diri. Harusnya Kara konek dengan kode kecil lelaki itu saat menggoyang-goyangkan kantong kresek putihnya tadi. Lelaki itu habis belanja cemilan tambahan dari Indomar*t tepat di samping cafe itu.

BagasKara : EfemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang