x=1 -> fog (x) = 4x+6

63 5 0
                                    

Bab 10 : Akhir dari Cinta Segitiga

🥀🥀🥀

Seumur-umur Reza tidak pernah mengharapkan hal itu terjadi. Berada dalam satu frame dengan Kara, tetapi mereka berakhir canggung. Waktu mengubah segalanya. Kara-nya Reza sepertinya benar-benar sudah hilang. Kehebohan gadis itu saat bersamanya---ada-ada saja hal random yang menjadi pembahasan---lenyap entah ke mana. Tidak ada harapan lagi untuk Reza.

Reza tahu kesalahan yang dia lakukan sangat fatal. Tak semudah itu untuk dimaafkan. Saat mengambil keputusan untuk menduakan Kara waktu itu, Reza sudah prediksi akhirnya akan seperti bagaimana.

Belajar dari kesalahannya bahwa sekali seseorang menaruh kepercayaan pada kita, tetapi kepercayaan itu disia-siakan maka 99% jangan pernah mengharapkan akan adanya kesempatan kedua.

Reza sudah memilih dan tiba saatnya untuk merasakan konsekuensi dari apa yang menjadi pilihannya. Siap kehilangan Kara, bahkan juga kehilangan Liana sekaligus. Reza terlalu banyak menyia-nyiakan kesempatan emas.

Antara Kara dan Liana, Reza tidak bisa memilih salah satunya. Keduanya terlalu berarti dalam hidup Reza dan masing-masing mempunya posisi berbeda dalam hatinya. Katakan saja Reza egois. Reza sangat kukuh mempertahankan hubungan toxic itu sebelum pada akhirnya Kara tahu semuanya.

Reza tidak tahu bahwa egonya hanya akan menciptakan luka menyisakan nestapa untuk Kara maupun Liana.

"Aku... Aku minta maaf untuk semuanya, Kar. Maaf karena sudah menyakitimu dan maaf karena sudah melanggar janjiku sendiri. Aku memang lelaki brengsek yang tidak pantas untuk dicintai perempuan baik-baik seperti kamu." Tersirat penyesalan mendalam di balik sorot sendu itu. Kara menyadarinya. Pernyataan lelaki yang duduk di sampingnya itu cukup menyentuh hati.

Minggu pagi. Ketika semua orang menikmati free time-nya dengan rebahan sambil maraton drakor, atau mungkin siap-siap untuk menghabiskan uang jajan dengan shopping di mall, piknik bersama keluarga, atau heeling tak tentu arah bersama teman.

Berbeda dengan dua muda-mudi yang pernah menjalin asmara itu. Mereka, tepatnya Kara membuat janji temu di taman kota untuk menuntaskan masa lalu yang sepenuhnya belum usai. Di sebuah bangku sudut taman yang cukup jauh dari keramaian. Di bawah naungan pohon rindang. Langit cerah dengan hiasan kabut kapas tipis menjadi saksi bisu pertemuan dua anak manusia itu.

Suasana awkward pecah saat Reza membuka suara. Setelah beberapa menit lalu hanya keheningan yang menyapa. Duduk berjauh-jauhan, raut wajah kikuk. Entah karena bingung harus memulai dari mana, atau karena suasananya sudah berbeda. Mereka bukan lagi sepasang kekasih yang saling mencintai. Meski tak bisa dipungkiri salah satu dari mereka atau mungkin kedua-duanya diam-diam masih menyimpan rasa.

Seutas senyum melengkung di bibir tipis Kara. Tidak ada tanggapan pun sanggahan dari gadis itu, tetapi ekspresi wajahnya membuat Reza terpaku. Senyum tulus pertama yang Reza dapatkan setelah renggangnya hubungan mereka.

Sesuatu dalam diri Reza membuncah. Ada desiran halus yang menggelitik. Euphoria yang mendebarkan dada. Mungkinkah Kara sudah berdamai dengan keadaan? Bukankah berarti ada sedikit celah untuk Reza masuk dan memperbaiki sesuatu yang retak di antara mereka?

"Benar kata Dino. Kamu terlalu berharga untuk disakiti terus-menerus. Kamu pantas bahagia, Askara Putri Anindita," sambung Reza ikut mengulas senyum.

Kara mengerjapkan matanya lambat. Hatinya berdesir begitu Reza menyebut nama lengkapnya dengan suara lembut. Persis ketika dulu memujinya cantik atau saat sedang mengutarakan hibat. Tanpa sadar, Reza membawa Kara berwisata ke masa lalu. Mengenang semua yang sudah berlalu dan sadar bahwa mereka ditakdirkan untuk tidak bersatu.

BagasKara : EfemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang