cot (½π) + 3√(4)²

45 5 0
                                    

Bab 12 : Bagas Si Ketos

🥀🥀🥀

Jika diberi sebuah pilihan, Bagas ingin kembali ke dua tahun silam dan memutuskan untuk tidak mencalonkan diri menjadi ketua osis. Sama sekali tak terbesit dalam pikirannya bahwa tanggung jawab seorang ketua osis begitu besar dan berat. Bagas baru merasakannya ketika sudah menjabat selama satu tahun. Tepatnya ketika sudah duduk di bangku kelas 11.

Bagas yang suka bersantai dalam hal apapun seakan dipaksa untuk kerja rodi setelah bergabung bahkan menjadi pemimpin organisasi intra sekolah itu. Ingin menyesali apa yang sudah dipilih, tetapi rasanya sia-sia belaka. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Sudah menjadi salah satu kenangan di masa lampau.

Lagipula periode kepemimpinannya sudah berada di ujung tanduk. Sebentar lagi Bagas akan melepas jabatan. Bulan pertama di tahun baru sudah menjadi rutinitas pemilihan generasi baru pemimpin osis di SMA Bina Jaya.

Sedangkan dua minggu di akhir tahun menjadi hari-hari tersibuk bagi para pengurus lama. Mengerjakan laporan tahunan hingga mengevaluasi hasil program kerja mereka lewat rapat. Dan yang paling penting, mereka sibuk mempersiapkan keperluan yang akan digunakan pada saat pemilihan pemimpin berikutnya.

Tok Tok Tok!

Suara gedoran pintu dari luar membuyarkan lamunan lelaki di kursi putar itu. Seorang laki-laki dengan potongan rambut undercut dan seragam rapi. Tangan sibuk memijat pangkal hidung guna menghalau pening yang bersamaan menghantam kepala tanpa jeda.

Mata yang semula terpejam mengerjap pelan. "Masuk!" titahnya.

Decitan pintu yang didorong masuk cukup menggangu pendengaran. Berikutnya, terlihat seorang siswi masuk dengan membawa sebuah berkas dalam map cokelat.

"Selamat pagi, Kak," sapa siswi berambut sebahu yang dikuncir jadi satu itu.

Jangan tersentuh atau pun jatuh hati oleh perangai ramahnya saat berhadapan dengan Bagas. Hanya sekadar pencitraan. Pun senyum yang terpampang manis semata-mata topeng kepalsuan. Selain karena Bagas menjabat sebagai ketua osis, Bagas juga kakak kelasnya.

Bagas memutar bola mata dan kembali memejamkannya begitu tahu siapa yang mendatangi ruangannya pagi-pagi sekali. Di luar suasana bahkan masih remang-remang. Sudah menjadi kebiasaan Bagas datang lebih awal ke sekolah saat masih ada pekerjaannya yang belum tuntas. Untung baik hari itu hari terakhir ujian semester ganjil.

Seraya tangan terjulur ke hadapan Bagas lanjut berkata, "Ini dokumen yang Kak Bagas minta kemarin. Laporan keuangan masuk dan keluar, serta program kerja yang terlaksana bahkan yang belum terlaksana. Semuanya sudah saya rangkum dalam map ini."

Gadis itu mengangkat kedua alisnya dengan kening berkerut. Sudah berkata panjang lebar, tak sepatah kata pun respons yang didapat dari Bagas. Laki-laki itu masih enggan menatapnya. Mata masih terpejam dan tangan sibuk naik turun memijat pangkal hidung.

Diam-diam gadis berseragam pramuka itu mendecak. Dia paling malas berurusan dengan ketua osis yang terkenal dingin itu andai saja tidak terpilih menjadi sekretaris saat penetapan kepengurusan osis tahun kemarin.

"Nih, ambil! Saya sudah buat sesuai permintaan Kakak kemarin dan juga dari catatan bendahara," katanya lagi sedikit lebih ketus dari sebelumnya.

Kesal karena Bagas tak kunjung mengambil alih dari tangannya, map cokelat itu diletakkannya dengan kasar ke atas meja. Bagas berjengit kaget. Sontak lelaki itu mengerjapkan mata dan memperingati siswi menyebalkan di depannya lewat tatapan.

"Kasar banget jadi cewek. Bisa lembut sedikit?" tegur Bagas dengan bibir mencibir.

"Lo yang lelet sialan! Emang dasarnya lo ngeselin," semprot gadis itu nyolot.

BagasKara : EfemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang