Note sebelum baca chapter ini: Latar yang dipakai kisaran 6-8 tahun setelah mereka lulus SMA.SELAMAT BERTEMU BAGASKARA VERSI DEWASA!!!
†††
“Menempuh perjalanan yang sama. Akankah selamanya searah ataukah berjumpa persimpangan yang memisahkan?”—BagasKara, 2024
Ost. Tak Selalu Memiliki — Lyodra
†††
“Kar ...”
Gadis dalam rangkulan lelaki jangkung yang tingginya setara bahu menoleh. Sebelah alisnya terangkat, menunggu lanjutan kalimat yang hendak melontar dari bibir lelaki di sebelahnya.
Karena gerakan spontan itu, hidung mereka nyaris bersentuhan. Kara cukup terkesiap. Bola matanya membelalak. Dalam jarak sedekat itu, yang Kara bisa lakukan hanya menahan napas.
“Tahu, apa yang paling kusyukuri di dunia ini?” Pertanyaan spontan keluar dari bibir Bagas sembari menyelami manik mata cokelat Kara yang membuatnya candu.
“Apa?” ujarnya agak jutek. Kara gugup. Alih-alih menatap balik Bagas, Kara membuang pandang. Mengarungi kilau jingga dari jumantara bagian barat, sebentar lagi pudar.
Sedetik dua detik, satu menit berlalu. Kara menunggu jawaban. Namun, hanya ditanggapi oleh deruan ombak menumbuk karang.
Kembali Kara menoleh kala pergelangan tangan yang merangkap di bahunya diturunkan. Langkah kaki terdengar menjauh. Bagas berlalu beberapa senti dari hadapannya. Tanpa sepatah kata menimbulkan tanda tanya besar di benak Kara.
Dalam hati Kara menggerutu sebelum mengikuti jejak lelaki itu, terhenti di ujung dermaga sembari kedua tangan bertumpu pada pagar pembatas.
Kara melakukan hal yang sama. Sekali lagi menatap sosok jangkung di sebelahnya. Belum ada tanda-tanda hendak membuka suara. Pandangannya lurus ke depan, raut wajah seolah tanpa beban dengan sedikit percikan senyum di bibir. Kara berdecak pelan. Salah satu hobi Bagas yang tidak Kara sukai sejak enam tahun mengenalnya. Laki-laki itu suka sekali membuat Kara mati penasaran.
Menit berganti menit berlalu. Kara sudah pasrah, justru terlanjur badmood dengan suasana canggung seperti itu. Bahkan, keindahan jingga di belahan barat pun sudah tidak memikat mata lagi. Andai tahu rute, rasanya Kara mau pulang saja daripada hanya berdiri bengong sambil makan angin.
“Melihatmu bernapas, dan bisa mendekapmu begitu erat seperti ini. Itu sudah cukup bagiku...”
Semuanya berlalu begitu cepat. Yang Kara rasakan sudah berada dalam dekapan laki-laki yang sejak tadi bersikap acuh padanya. Tangan sudah melingkar di punggung tegap lelaki itu. Hanya butuh sepersekian detik untuk meluruhkan rasa kesal bergerogotan di hati, menguap begitu saja.
“Entah seberapa kali aku mengungkapkannya, mungkin kamu juga sudah bosan dengarnya. Tapi, untuk ke sekian kalinya aku mau bilang kalau aku tulus mencintai kamu,” lanjut Bagas bergumam, kemudian menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Kara.
“Aku takut. Aku takut kehilangan semua tentangmu, Kar...”
Sederhana, tetapi cukup membuat hati kecil Kara tergugah. Gadis itu menarik lengkungan tipis di bibir, lalu ikut membenamkan wajah di dada bidang Bagas. Merasakan tiap detak jantung lelaki itu yang seakan tercipta hanya untuknya seorang.
Kara menggelengkan kepala dalam dekapan Bagas. “Aku enggak pernah bosen tiap kamu bilang tulus sama aku, Gas. Aku pastikan kamu juga enggak akan pernah kehilanganku,” balas Kara penuh tekad.
KAMU SEDANG MEMBACA
BagasKara : Efemeral
Teen FictionCover by canva Tentang Kara yang tidak pernah mendapat bahagia oleh semesta. Dan, tentang Bagas yang menemani wanita berbeda keyakinan dengannya mencari cercah keping-keping kebahagiaan yang bersembunyi di balik kelamnya malam. *** Start : 01 Oktobe...