(1+7) x √(2)² + 2.½

40 4 0
                                    

Bab 17 : Mulanya Penderitaan

🥀🥀🥀

"Arka, Ayah cariin ke kamar ternyata kamu di sini." Ananta menghampiri putra sulungnya dari Dania yang sedang---duduk melantai di pojok ruang tamu---bermain game online di ponselnya.

Pria itu ikut duduk dan mengamati kegiatan sang putra dari samping. Sama sekali tak menghiraukan keberadaannya, bahkan ucapannya pun tak direspons.

"Ayah kira kamu sudah tidur, capek habis pulang dari latihan basket," tambah Ananta terkekeh.

"Arka belum ngantuk, Yah," sahut laki-laki dengan outfit santai khas rumahan itu. Baju kaos hitam oblong dipadukan dengan celana chargo pendek yang berwarna senada. Sama sekali tidak mengurangi kadar ketampanannya. Arka itu salah satu lelaki beruntung yang pakai outfit apa saja tetap kelihatan keren.

Ananta mengulas senyum simpul. Tangannya terangkat menepuk-nepuk pundak putranya. "Ya sudah, tapi ingat jangan kelamaan main hp-nya. Mata juga butuh istirahat," nasehatnya dan diangguki oleh Arka.

Hening menyapa keduanya cukup lama. Hanya suara-suara dari ponsel Arka yang terdengar menginterupsi membuat suasana tidak terasa mencekam. Ananta membiarkan anak laki-lakinya itu sibuk dengan aktivitasnya. Sesekali Ananta memang harus memberi jeda pada anak-anaknya untuk menjaga otak mereka tetap waras. Jangan sampai tahunya hanya berkutat dengan buku atau mengikuti les tambahan di luar sekolah, sehingga melupakan lingkungan sekitar yang juga merupakan bagian inti dari proses pembelajaran mereka menjadi dewasa.

"Kamu tidak keluar nongkrong bareng teman-teman kamu, Ar? Sekarang kan malam minggu." Suara lembut khas perempuan menginterupsi ayah dan anak itu dari belakang.

Ananta menolehkan kepalanya, senyum simpul di bibirnya melebar. Terlihat seorang wanita yang tetap kelihatan cantik dan anggun di usianya yang sudah menginjak kepala empat sedang berjalan ke arah mereka dengan sebuah nampan berisi tiga gelas jus jeruk dan setoples kue kering.

Nampan itu diletakkan tepat di hadapan Ananta dan Arka, kemudian Dania ikut mengambil tempat di sebelah Arka yang lain. Arka mengangkat wajah dan menonaktifkan layar ponselnya begitu menyadari keberadaan sang bunda. Senyum kecil yang jarang diperlihatkan terekspos dengan indah.

"Wah, Bunda tau aja maunya kita." Lain halnya dengan Ananta yang langsung membuka toples kue dan mencomot isinya satu per satu. Suara kunyahan yang renyah dari mulut Ananta terdengar menggiurkan di telinga Arka. Lanjut Ananta meraih segelas es jeruk itu dan menenggak isinya setengah.

"Kenapa diam di rumah aja? Kamu tidak ada niatan ajak cewek kamu malmingan, Ar?"

Pertanyaan yang Dania lontarkan sontak membuat Arka tersedak oleh jus jeruk yang baru saja diseruput. Lalu, laki-laki itu berdeham untuk menghilangkan rasa gugup saat menyadari gerlingan jahil Ananta yang tertuju padanya.

"Kamu ini ngada-ngada saja, Bun. Memangnya kapan Arka punya cewek? Bukannya selama ini dia jomblo karatan?" ucap Ananta tertawa meledek.

Arka menundukkan kepalanya malu. Menyembunyikan wajahnya yang memerah bak udang rebus. Sial sekali. Ayah selalu tahu membuatnya tak berkutik di depan Bunda. Mampus, pasti setelah ini Arka akan diberi wejangan panjang lagi. Sepertinya Arka harus mempersiapkan telinga agar tetap berfungsi dengan baik setelah ini.

Menyadari sorot tak bersahabat yang terpancar dari bola mata Dania membuat Arka meringis.

"Arka, kamu belum punya cewek juga?! Bulan lalu bukannya sudah janji sama Bunda, ya, kalo bulan ini harus punya cewek?" sembur Dania berunek-unek.

"Lagian, siapa juga yang mau sama cowok lempeng kayak dia, Bun. Cewek-cewek udah mundur duluan kali, takut sama muka datarnya dia." Ananta menimpali. Pria itu seakan senang berdiri di atas penderitaan anaknya. Senang melihat raut tertindas Arka saat terus disudutkan oleh Dania.

BagasKara : EfemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang