20. Life goes on

95 32 58
                                    

Halooo!!!

Apa kabar?

Ada yang rindukah sama dua pasangan ini? Maaf kalau hilang tanpa kabar, hihi

Coba komen, pasangan mana yang paling kalian rindukan?

AYO TEKAN TOMBOL BINTANG DIBAWAH NANTI LUPA! daaan jangan lupa tinggalkan jejak komentar kalian💜

Happy Reading!
****

Akhir dari hari yang penuh kesibukan adalah saat menuju waktu maghrib. Orang-orang, khususnya umat muslim sibuk mempersiapkan diri untuk menghadap Sang Pencipta.

Senandung yang masih berada di sofa hendak terlelap, ia tersadar saat adzan maghrib berkumandang. Sementara, Harsa sedang menyalin makanan yang sempat ia pesan tadi.

"Kak, sudah adzan. Sholat dulu baru makan," ucap Senandung yang melihat Harsa dari belakang.

"Mau sholat berjamaah?" tanya Harsa yang selesai dengan makanannya. Laki-laki itu melangkah mendekati Senandung.

Senandung yang mendengar itu langsung menatap Harsa aneh. Apakah Harsa lupa mereka belum menikah?

"Kak, belum halal," ucap Senandung menyadarkan Harsa.

Harsa terkekeh pelan, gadisnya itu sangat menggemaskan. "Bercanda, Sena. Ayo sholat ke masjid, di rumah ini kan belum ada mukenanya," ucap Harsa yang masih berdiri di samping sofa.

Senandung menggeleng ragu, "aku belum mandi juga Kak, masa iya mau ketemu Allah bau kaya gini? Lagian tadi kita ada beli mukena untuk hantaran, tidak masalah kan di pakai dulu? Nanti juga aku yang pake," ucapnya. Senandung memang bukan gadis yang terlalu islami seperti adiknya, tapi untuk adab yang seperti itu dia tidak bisa menoleransi kecuali dalam kondisi yang mendesak.

"Yakin mau di pake mukenanya? Tapi, tidak masalah besok bisa beli lagi yang baru," ucap Harsa.

"Kak," Senandung melayangkan tatapan tajam. Baru saja laki-laki itu berjanji untuk tidak boros, tapi malah dengan cepat mau mengulanginya lagi.

Harsa langsung bersiap-siap untuk segera ke masjid, sementara Senandung masih menunggu laki-laki itu selesai. Di rumah itu memang memiliki 3 kamar, dua di atas, dan satunya berada di bawah, di dekat ruang keluarga. Senandung yang enggan menaiki tangga lebih memilih menunggu Harsa selesai bersiap-siap.

Maghrib telah usai. Makanan yang disiapkan Harsa juga tidak bersisa. Mereka segera mengemas semua barang untuk terakhir kali sebelum memutuskan untuk pulang.

Diperjalanan, Senandung terlelap. Harsa mengemudi sendiri tanpa ada teman bicara sepanjang jalan. Ia juga memahami kondisi Senandung yang sangat lelah.

Saat tiba di halaman rumah Senandung, laki-laki itu enggan membangunkannya. Ia memilih untuk bersandar dan menunggu Senandung bangun.

Namun, wanita paruh baya keluar saat mesin mobil Harsa dimatikan. Ia mengintai Senandung yang tidak kunjung masuk.

Harsa terkesiap, seperti tertangkap basah. Ia keluar dengan membuka pintu mobil secara perlahan. Harsa mendekati Buna. "Selamat malam Buna," ucap Harsa sambil menangkupkan tangannya di depan calon mertuanya itu.

Buna menjawab dan mengangguk, "Senandung dimana? Sudah dibeli semua yang Buna kirim?" tanyanya.

Harsa melihat ke arah mobilnya, "Sena lagi tidur Bun, kasihan dia capek. Biarin saja dulu, paling bentar lagi bangun," ucapnya.

"Biar Buna yang bangunkan Senandung. Kalau sudah tidur, anak itu bisa sampai besok pagi. Mau kamu menunggu selama itu? Dia ga pernah tidur sebentar. Kalau bukan suara Buna, dia juga ga bakalan bangun," Buna melangkah mendekati mobil Harsa. Sedikit tidak enak dengan calon menantunya yang pasti juga kelelahan.

Buna langsung membuka pintu mobil tepat di samping Senandung. "Sena, bangun," Buna menepuk lengan Senandung sedikit kuat. Senandung hanya berdehem, dia masih belum sadar.

Mendengar itu, Buna semakin kesal. Ia menggoyangkan tubuh Senandung dengan kuat, hingga mata anak sulungnya itu terbuka lebar. "Sudah sadar kamu? Lihat Harsa, kasian dia juga mau istirahat," ucap Buna.

Senandung masih mengerjapkan matanya yang kemudian bertemu dengan mata Harsa. Ia terduduk tegap, mengambil barangnya lalu keluar dari mobil. "Maaf Kak, aku ketiduran," ucap Senandung.

Harsa tersenyum simpul, "iya, saya tau kamu capek. Langsung istirahat saja sana," ucapnya.

"Ini belum seberapa Harsa, kalau dibangunin waktu subuh tuh yang membuat hati Buna kesal banget. Rasanya mau disiram pake air. Mending kamu pikir-pikir lagi sebelum terlambat, Senandung tuh nyusahin banget," ucap Buna membongkar semua aib Senandung.

Senandung melempar tatapan malas pada Buna. Ibunya itu tidak pernah memuji dirinya walaupun satu kata.

Harsa terkekeh pelan mendengar aduan Buna. "Itu yang membuat saya percaya diri Buna. Saya yakin bisa membimbing Senandung. Nanti, saya yang bakalan ambil tugas Buna untuk membangunkan Senandung," ucap Harsa yang sangat percaya diri.

Senandung merasa senang mendengar ucapan Harsa. Ia sedikit menyombongkan diri pada Buna. "Permisi ya Kak, aku beneran capek banget. Hati-hati nyetirnya, kalau ngantuk minggir dulu dari pada terjadi yang tidak diinginkan. Selamat malam calon suami," Senandung menekan kalimat terakhirnya sambil melirik Buna yang terlihat sedikit tidak suka dengan sikap anaknya itu.

Kepergian Senandung meninggalkan dua orang yang masih berdiri di luar. "Saya permisi ya Buna, salam sama Abi nanti berkunjung ke sini lagi," ucap Harsa. Laki-laki itu langsung memasuki mobilnya. Buna juga masih setia melihat kepergian Harsa.

****

Senandung tersenyum simpul saat memarkirkan motornya. Ia merasa kisah sedihnya telah usai. Dirinya sedang menanti hari-hari bahagia untuk membayar kesedihan kemarin.

Alunan musik life goes on sejak tadi terngiang dibenaknya. Ia menggoyangkan kepalanya sembari menuju ruang kerja.

Pria yang searah dengan Senandung juga ikut bahagia. Ia tidak merasa khawatir lagi saat melihat Senandung sudah kembali ceria seperti sebelumnya.

Senandung menjatuhkan kunci motornya, ia menunduk untuk mengambil itu. Matanya melihat pria yang melemparkan senyum padanya.

"Mas Darma?" ucap Senandung. Laki-laki yang disebut namanya oleh Senandung tersenyum dengan menampakkan giginya.

"Selamat pagi, Sena," sapa Darma.

Senandung merasa malu, pasalnya dari tadi ia bergerak kesana kemari seperti anak kecil. "Pagi Mas," Senandung tersenyum malu. Ia lupa kalau hari ini Darma tidak ada jam mengajar di sekolah negeri. Tentu saja pagi-pagi begini laki-laki itu juga sudah berada di TPQ.

"Lagi bahagia nih kelihatannya," ucap Darma terkekeh pelan. Sudah lama ia tidak bisa menggoda calon kakak iparnya itu.

"Em iya, sedikit lebih bahagia dari kemarin," ucap Senandung sedikit terbata. Laki-laki di hadapannya ini selalu baik padanya. Ia juga sangat bahagia karena Darma akan menjadi bagian dari keluarganya.

Darma mengangguk pelan, "baguslah, jangan sedih-sedih lagi. Kalau Harsa membuat kamu sedih langsung bilang sama Mas," ucapnya.

"Iya Mas Darma. Beruntung banget sih Swara dapat calon suami yang perhatian, berhati baik, ganteng lagi, hihi," Senandung kembali menggoda Darma. Beginilah sebelumnya hubungan mereka yang selalu membuat Swara cemburu.

Darma yang sudah kebal dengan godaan Senandung hanya terkekeh pelan. "Gantengan mana sama calon suami kamu? Kalau dilihat-lihat dia juga perhatian, Sena," ucap Darma. Ia memberikan pendapat dari sudut pandangnya.

Senandung berpikir sejenak, "tapi masih gantengan Mas Darma lah. Walaupun Kak Harsa tidak kalah ganteng, sebandinglah," ucapnya diakhiri dengan kekehan kecil.

"Lillahi, hati saya cemburu,"

****

Siapa nih yang cemburu? Harsa atau Swara?

Sudah vote kan?
Lanjut tidak?

See you~~

Senandung √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang