22. D-day

91 23 34
                                    

Halo!

Akhirnya sampai juga di bab ini, mohon untuk menikmati cerita dengan tenang, dan jangan emosi, wkwk

AYO TEKAN TOMBOL BINTANG DI POJOK BAWAH NANTI LUPA! daaaan tinggalkan komentar terbaik kalian!

Happy Reading!!!
****

Rabana berbunyi, mengiringi beberapa pasang kaki yang melangkah mencapai tujuan. Pernak-pernik hantaran sudah memenuhi tangan untuk diserahkan pada pujaan hati dengan jantung yang berdegup kencang.

Darma dan Harsa berjalan beriringan, didampingi orang tua dan saudara dekat mereka. Semenjak turun dari rumahnya, Darma tidak berhenti beristighfar, berharap semua dilancarkan. Berbeda dengan Harsa, laki-laki itu tak hentinya mengingat kata-kata ijab qobul karena belum terlalu lancar.

Abi dan Buna menyambut dengan hati yang gembira. Keduanya menerima hantaran yang diberikan dengan hati yang terbuka. Hari ini, kedua anaknya benar-benar akan dilepas dengan ikhlas.

Disebuah kamar yang tidak jauh dari ruang keluarga, dua pengantin sudah selesai dihias. Dengan gaun putih yang serupa, serta jilbab menutupi dada, kecantikan mereka bisa dirasakan walau dengan mata yang tertutup.

Senandung, sejak dua hari terakhir sudah tidak berkomunikasi dengan Harsa. Pasalnya, Buna melarang dengan alasan, "jangan dihubungi terus, nanti sudah tidak ada kejutan lagi. Ditahan dulu, nanti setelah menikah baru melepaskan rindu," ucapnya. Ia menatap cermin nanar, bisakah Harsa mengatakan dengan lantang di hadapan Abi?

"Ra, Mbak gugup banget. Kalau Kak Harsa ga bisa ijab qobul gimana?" Senandung memegang dadanya. Detak jantungnya berkali-kali lebih cepat dari biasanya.

Swara yang sejak tadi beristighfar berusaha menenangkan kakak perempuannya. "InsyaaAllah bisa Mbak, coba berpikiran positif. Aku juga gugup, semoga Mas Darma dan Mas Harsa bisa mengatakannya dengan lantang," ucap Swara. Perempuan itu juga berusaha memberikan energi positif.

Swara beranjak dari tepian kasur milik Senandung. Ia membuka sedikit pintu kamar untuk melihat orang-orang diluar. Telinganya mendengar, bahwa pengantin laki-laki sudah datang.

"Mbak, mereka sudah datang," ucap Swara yang memilih untuk menutup pintu kembali. Ia mengambil tangan Senandung untuk digenggamnya. Keduanya benar-benar sangat gugup.

Dihadapkan puluhan orang yang hadir hari ini. Suara Harsa dan Darma menjadi penantian bagi mereka. Banyak orang yang berkata bahwa keluarga itu sangat beruntung. Sekali mendayung, dua pria menghampiri.

Abi, pria paruh baya yang sejak tadi malam sudah habis mengeluarkan air matanya, sedikit berbincang dengan para tamu undangan. Bapak dua anak itu diam-diam menangis, dua putrinya hari ini benar-benar akan diambil oleh laki-laki lain.

Tak jauh berbeda dari sang suami, Buna berusaha menutup mata sembabnya dengan make-up, namun masih saja kelihatan.

"Saya juga dari tadi malam kepikiran sama Harsa, ga nyangka secepat ini dia akan menikah," Mama Harsa berkata seadanya. Ia sejak kemarin memang benar-benar sibuk menyiapkan pernikahan anaknya ini.

"Semoga kita bisa menjadi keluarga yang selalu menjalin silaturahmi yang baik. Mohon ditegur anak saya apabila dia salah dalam membimbing istrinya nanti," Ibu Darma kembali mengusap buliran bening yang susah payah ditahannya.

Acara belum dimulai karena masih menunggu orang dari kantor urusan agama yang akan menikahkan mereka. Sementara itu, suara para tamu undangan memenuhi halaman rumah Abi.

"Mohon, bimbing Senandung dengan benar. Jangan ikuti nafsu, dia itu perempuan yang terlihat kuat namun tidak dengan hatinya. Kalau perlu bantuan jangan sungkan bertanya sama saya atau Abi," ucap laki-laki yang membuat kening Harsa mengkerut. Hatinya sedikit risih, kenapa Darma selalu mementingkan Senandung, hingga dihari pernikahannya.

"Jangan pikirkan Senandung, dia akan menjadi tanggungjawab saya. Apapun yang akan terjadi pada kami, saya bisa mengatasinya. Pikirkan saja calon istrimu dan rumah tangga kalian," ketus Harsa. Laki-laki itu masih tidak suka dengan sikap Darma yang selalu seperti itu.

Prosesi akad nikah berjalan lancar saat para saksi dan tamu undangan mengatakan SAH dengan lantang. Kedua pasangan itu sudah sah menjadi suami istri.

Kedua mempelai perempuan keluar dengan Buna berada di tengah-tengah mereka. Semua mata tertuju pada mereka. Swara, sudah tidak diragukan lagi kecantikan luar dalam yang dimilikinya. Mata sang suami juga tidak luput memandang wajahnya.

Senandung juga tidak kalah cantik. Ia menyamai langkahnya dengan Buna dan Swara. Matanya tertuju pada Harsa yang menatapnya dengan senyuman terbaik. Mereka sudah sah menjadi suami istri.

"Cantik," satu kata terdengar di telinga Senandung saat ia mendudukkan diri di samping Harsa. Laki-laki itu sempat-sempatnya memuji sang istri.

Proses pemasangan cincin berlangsung serentak. Senandung menyalami tangan Harsa dan laki-laki itu langsung mencium puncak kepala istrinya.

Hal sama juga terjadi pada Swara dan Darma. Namun, sebelum mencium puncak kepala istrinya, Darma meletakkan tangannya dan membacakan doa supaya rumah tangganya berjalan dengan baik kedepannya.

Prosesi demi prosesi berjalan sebagaimana mestinya. Resepsi juga sudah berlangsung sesuai yang dijadwalkan. Hingga acara selesai, kedua pasang pengantin memutuskan untuk beristirahat.

Senandung yang sudah berganti menggunakan baju tidur hendak menuju kasur. Namun, tenggorokannya haus, ia berlalu keluar kebetulan suaminya juga masih diluar.

Diluar tidak terlalu ramai, hanya ada orang-orang yang sedang membongkar tenda dan mengemas alat musiknya. Senandung menghentikan niatnya untuk ke dapur. Ia mencari suaminya yang tidak tertangkap bola matanya.

Segelas air sudah berada di tangannya. Senandung duduk sejenak di meja makan, kebetulan tidak ada orang di sana. Ia membayangkan kejadian hari ini yang berjalan lancar sesuai ekspektasinya. Lengkungan tertarik dari sudut bibir Senandung.

Tanpa disadari, sepasang langkah kaki menuju ke arah dimana Senandung duduk. Pria itu mengambil posisi tepat di samping Senandung.

"Kenapa tidak istirahat Sena? Tubuh kamu lelah, lebih baik istirahat di kamar," suara yang tidak asing mengejutkan Senandung.

Senandung tersenyum, "Mas Darma juga kenapa tidak istirahat? Bukannya juga sama-sama lelah?" tanyanya. Laki-laki yang sudah menjadi adik iparnya itu selalu memberikan perhatian yang cukup baginya.

"Saya dari luar tiba-tiba melihat kamu disini, makanya saya samperin. Takut kamu kenapa-kenapa," tawa renyah mengakhiri ucapan Darma.

Senandung juga ikut tertawa, "Mas bisa saja. Baru malam pertama masa kenapa-kenapa," ia menggeleng tidak habis pikir sama apa yang ada di otak Darma.

"Harsa mana? Kok kamu sendirian?" Darma melihat sekeliling. Usai resepsi tadi Harsa tidak tampak di mata siapapun.

Senandung menggeleng, "emang ga ada diluar? Aku juga mencari Kak Harsa, tiba-tiba aja dia ngilang," ucapnya. Benar saja, selesai resepsi tadi Harsa langsung pergi meninggalkan Senandung yang masih berbicara sedikit dengan keluarganya.

"Mungkin ada sesuatu yang harus dia urus. Btw, selamat pengantin baru Sena. Saya tadi tidak sempat mengucapkan ini sama kamu dan Harsa," ucap Darma. Tangan laki-laki itu dengan enteng mencolek hidung Senandung.

"Mas Darma, nanti Swara salah paham seperti kemarin," Senandung menutup hidungnya. Ia juga terkejut mendapati sikap Darma yang seperti itu.

"Habisnya kamu gemesin," ucap Darma yang langsung terkekeh.

"Baik, aku akan tinggalkan dia,"

****

Kemana Harsa? 😒
Darma kok nyentuh-nyentuh Senandung?🤧

Sudah vote kan?
Lanjut tidak?

See you~~

Senandung √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang