30. Harsa dan Pikirannya

109 9 0
                                    

Hai!

Masih mau baca sampai akhir?

JANGAN LUPA TEKAN TOMBOL BINTANG DIBAWAH, daaan tinggalkan komentar terbaik kalian!

Happy Reading!!!
****

Berbagai jenis makanan tertata rapi. Dari makanan berat, maupun jajanan pinggir jalan. Senandung menyiapkan semuanya.

Seperti perbincangan sebelumnya, hari ini penelitian Harsa telah usai. Acara kecil-kecilan sebagai bentuk rasa syukur sekaligus selamatan rumah mereka di persiapkan secukupnya. Senandung dan Harsa hanya mengundang keluarga dekat. Saat ini, orang tua Senandung beserta adik dan iparnya sudah berada di sana.

"Mama sama Papa kamu jam berapa ke sini Kak?" tanya Senandung. Semenjak pernikahan mereka, keduanya lebih sering ke rumah orang tua Senandung daripada sebaliknya. Senandung masih merasa asing.

Harsa menggelengkan kepala, "kayanya mereka tidak bisa ke sini, Sena," ucapnya. Harsa dengan berat hati mengatakan itu. Pasalnya, dirinya sama sekali tidak memberi tahu orang tuanya.

Senandung sedikit kecewa, padahal dia sangat bersemangat untuk bertemu mertuanya. Di hari-hari sebelumnya, setelah mereka sah menjadi suami-istri, Senandung beberapa kali mengajak Harsa untuk mengunjungi orangtuanya. Namun, Harsa menolak. Bukan tidak mau, dia hanya tidak ingin Senandung sakit hati.

"Tidak ada lagi yang kita tunggu," ucap Harsa. Semua mata tentu saja tertuju padanya.

"Mama sama Papa kamu tidak kesini?" Lagi, pertanyaan itu kembali terdengar di telinga Harsa.

"Tidak Buna, mereka tidak sempat ke sini. Mama sama Papa nitip salam saja sama semua yang ada di sini," ucap Harsa sedikit berbohong.

Abi sebagai orang tua mulai memimpin untuk membaca doa selamat. Dengan khidmat, semuanya mengangkat tangan sembari mendengar doa yang diucapkan Abi.

Hingga selesai, semuanya menikmati hidangan yang sudah disiapkan Senandung. Walau banyak jenisnya, makanan itu hampir habis.

Senandung beranjak dari sofa, ia hendak menyimpan piringnya di dapur. Namun, perasaannya sedikit aneh. Kepalanya pusing, dadanya sedikit sesak. Ia masih berdiri menetralkan pandangannya yang mulai buram.

"Kenapa Sena?" tanya Abi yang menyadari sikap anaknya.

Senandung menggelengkan kepalanya, "kekenyangan Bi," jawabnya. Ia tidak mau mengatakan yang sebenarnya.

"Makanya, kalau makan itu sedikit-sedikit. Jangan maruk," ucap Buna. Benar saja, anak sulungnya itu yang paling banyak makan hari ini.

"Sebelum acara hari ini selesai, ada sesuatu yang selalu ingin saya sampaikan pada Abi dan Buna," ucap Harsa tiba-tiba membuat suasana menjadi serius.

"Jangan bilang Senandung hamil? Kok cepat banget," ucap Buna tanpa berpikir panjang.

"Kalaupun iya, syukur alhamdulillah Buna. Berarti Harsa dan Senandung subur," ucap Abi.

Harsa terdiam, ia tidak berani menatap mata Senandung. Di dalam hatinya, ia belum berharap seperti itu.

"Kalau dikasi cepat, berarti Buna sudah tua, sudah mau jadi nenek," ucap Senandung terkekeh.

"Bukan itu yang mau saya sampaikan Bun," ucap Harsa. Pria itu tidak mau berlarut-larut dengan sesuatu yang sama sekali tidak terpikirkan olehnya.

"Saya cuma mau berterimakasih atas perhatian yang Abi sama Buna berikan. Jika kami salah mohon ditegur. Saya juga mau menitipkan Senandung, jika saya tidak berada disisinya," ucap Harsa.

Senandung √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang