5. Harsa Danu Lawana

210 88 126
                                    

Hatiku maunya update setiap hari tapi ditahan-tahan dulu ehee~

AYO TEKAN TANDA BINTANG DI BAWAH GRATIS! NANTI LUPA, daaan tinggalkan komentar untuk mengapresiasi penulis, wkwkwk

Happy Reading!!!
****

Sepasang kaki memasuki rumah dengan perlahan. Ia sedikit khawatir karena pulang agak telat.

"Senandung!"

Hendak membuka pintu kamar, suara Buna membuat Senandung berhenti. Ia menoleh dengan senyuman terlebarnya.

"Malam Buna, lama tidak berjumpa," ucapnya masih dengan gigi rata yang terpampang nyata.

"Dari mana kamu? Sudah satu jam telat pulang ke rumah? Mulai keluyuran kamu ya, tau nggak Buna sama Abi khawatir?" rentetan pertanyaan keluar dari mulut Buna.

Senandung melangkah mendekati Buna, ia mengambil tangan Buna dan diciumnya. "Maafin Senandung ya Bun, tadi lagi pingin makan mie ayam di persimpangan, mumpung ada temannya sekalian makan di sana. Maaf juga ga sempat ngabarin," Senandung masih tersenyum tidak enak.

"Teman kamu laki-laki atau perempuan?" Kali ini Abi yang mengeluarkan suara.

"Aku kaya kenal suara motornya," Swara yang baru keluar dari kamarnya ikut menginterogasi Senandung.

Senandung hendak jujur dengan orang tuanya, tapi ia tidak mau menyakiti perasaan Swara yang mungkin akan salah paham.

"Itu si- Gına yang nemenin makan," ucap Senandung sedikit terbata.

"Bukannya tadi itu Mas Darma?" tanya Swara meyakinkan pendapatnya.

Buna dan Abi sontak menatap Senandung. Ia yang ditatap agak merasa bersalah.

"Jawab Senandung, apa benar yang dikatakan Swara?" tanya Buna.

"Darma bukan tipe anak yang suka keluyuran sama yang bukan mahram. Abi rasa itu bukan Darma," ucap Abi menuangkan pendapatnya.

"Tapi kayanya itu motor Mas Darma, Abi," Swara masih kekeh dengan pendapatnya.

"Jawab yang benar Senandung!"

Senandung menelan liurnya susah payah, semua mata menuju kepadanya menunggu jawaban Senandung. "Iya, itu Mas Darma," Senandung menjawab dengan pelan, namun terdengar jelas di telinga keluarganya.

"Senandung!" Mata Buna hampir keluar. Baru kali ini Senandung ketahuan keluar dengan seorang laki-laki.

"Tapi pake motor yang berbeda kan Mbak?" tanya Swara memastikan.

Senandung mengangguk, "sesama manusia bukannya haru menolong kan Bi? Tadi Mas Darma motornya ada di bengkel, aku yang mau pulang ga tega ngebiarin Mas Darma sendirian di TPQ. Sekalian aku juga lagi kepingin makan mie ayam di sana," jelas Senandung panjang lebar.

"Jadi Mbak boncengan sama Mas Darma?" tanya Swara tidak menyangka.

"Kamu tau batasan laki-laki dan perempuan Sena? Abi emang ga pernah ngelarang kalian buat bergaul sama siapapun, tapi tau batasan juga. Sampai berboncengan seperti itu tidak enak dipandang orang lain. Ini bukan hanya untuk Senandung saja, Swara juga. Untuk Senandung, jadikan ini terakhir kalinya berboncengan seperti itu sama yang bukan mahram. Untuk Swara, hal yang seperti ini jangan di contoh," Abi berkata panjang lebar membuat hati Senandung semakin bersalah.

Di sebuah ruangan, dua orang pria yang berbeda usia sedang duduk berhadapan. Berbincang sedikit serius, meyakinkan hati, kemudian berjabat tangan.

"Darma!"

Senandung √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang