*****
"Tuan apa nggak sebaiknya kita kasih makanan ke Nyonya Raina? Kasian nyonya tuan. Nyonya belum makan apa-apa," ujar salah satu pelayan.
Mereka tahu bahwa Gibran masih mengunci Raina di balkon sampai saat ini.
Mereka juga khawatir tentang kondisi Raina, apalagi saat ini cuaca kadang buruk.
"Tidak perlu," cetus Gibran yang masih fokus pada korannya.
"Ta--"
"Saya bilang nggak perlu yah! Gak perlu! Biarkan saja lagipula dia tidak akan mati hanya karena kelaparan," sentak Gibran membuat pelayan itu menunduk.
"Mengapa orang sebaik nyonya Raina mendapatkan pria seperti Gibran? Dan apa ada yang salah di mata Gibran ini. Sampai-sampai dia menyia-nyiakan nyonya Raina demi j4lang seperti Zena?" batin pelayan itu.
"Sayang sekali padahal orang sebaik nyonya Raina, mungkin bisa mendapatkan pria yang lebih baik. Dibandingkan dengan Gibran," batin pelayan itu lagi.
"Ngapain kamu masih disini? Pergi sana," usir Gibran pada pelayan itu.
Pelayan itu tersenyum terpaksa, "Kalau bukan karena Gibran bos saya, bisa saja saya langsung mukul tuh orang sampe babak belur," batinnya lalu pergi meninggalkan Gibran.
"Bosan," gumam Gibran seraya meregangkan tubuhnya yang terasa pegal.
"Kerumah Zena saja deh," ucap Gibran lalu bangkit dari duduknya dan segera pergi keluar.
Beberapa menit setelah Gibran pergi meninggalkan rumahnya, seorang wanita parubaya datang kerumah itu dengan seorang pria di sampingnya.
Tok!
Tok!
Tok!Wanita dan pria itu beberapa kali mengetuk pintu rumah itu.
Tak lama pelayan pun, keluar dari dalam rumah itu.
"Selamat siang, Tuan Galen dan Nyonya Kania," sapa pelayan itu dirinya mempersilahkan keduanya untuk masuk.
"Gibran kemana bi?" tanya Galen yang berstatus sebagai Ayah dari Gibran itu matanya berkeliaran mencari anaknya.
"Tuan Gibran baru saja keluar tadi, saya dengar-dengar si mau ke rumah Zena," jelas pelayan itu.
"Apa? Zena?" tanya Kania dengan raut wajah terkejut begitupun dengan Galen yang ada di sampingnya.
"I-iya nyonya," jawab pelayan itu gugup.
Galen dan Kania berdecak sebal, setelah mendengar ucapan dari pelayan itu.
"Lalu, dimana Raina?" tanya Kania.
"E-e, a-anu Nyonya se-sebenarnya tadi malam Tu-Tuan Gibran ngunciin Nyonya Raina di balkon, dan sampai sekarang belum dibuka. Saya mau ngasih makanan tapi tuan Gibran melarang saya," jelas pelayan itu gugup.
"Apa?" Galen dan Kania sama-sama tersentak kaget mendengar penjelasan itu.
Keduanya berlari kelantai atas tepat dimana kamar Gibran berada.
Galen mencoba membuka pintu itu. Namun, tak bisa terbuka! Pintu itu sepertinya sengaja di kunci oleh Gibran. Agar tidak ada yang bisa masuk kesana.
"Cepat panggil satpam dan minta para penjaga untuk membantu saya mendobrak pintu ini," perintah Galen pada seorang pelayan.
Beberapa menit kemudian satpam dan para menjaga lainnya datang.
Mereka mencoba mendobrak pintu yang terbuat dari kayu jadi itu.
Brak!
Bruk!Sampai akhirnya pintu itu terbuka, Kania segera berlari menuju arah balkon.
Beruntung Gibran meninggalkan kunci balkon itu, tepat di samping meja rias.
Kaina segera meraih kunci itu dengan cepat dirinya langsung membuka pintu balkon itu.
Matanya membelalak saat mendapati Raina yang tengah terbaring di lantai.
"Raina, sayang kamu baik-baik sajakan?" tanya Kaina khawatir.
Tubuh Raina terasa dingin sesekali wanita itu menggigil karena kedinginan.
"Bu-bunda di-dingin," ucap Raina terbata-bata.
Setelah mengatakan itu Raina tiba-tiba tak sadarkan diri, itu membuat mereka sontak panik kala itu.
*****
Kania tak henti-hentinya terus mengelus kepala Raina yang terbalut hijab itu, hatinya tak berhenti berdoa agar Raina cepat membuka matanya.
Dirinya khawatir sebab setelah diperiksa oleh dokter, ternyata Raina mengalami demam tinggi.
"Gibran benar-benar!" Kania mengepalkan tangannya.
"Gibran sebaiknya harus kita beri pelajaran," usul Galen pada Kania.
"Aku setuju mas, Gibran harus diberi pelajaran bisa-bisanya dia melakukan ini pada Raina," sahut Galen.
"Ini pasti karena Zena! Yah! Wanita j4lang tak tahu diri itu selalu menempel pada Gibran," ucap Kania geram.
"Jadi? Gibran masih belum memutuskan hubungannya dengan Zena?" tanya Galen terkejut saat mendengar ucapan Kania.
"Belum, beberapa hari yang lalu juga Zena menyiramkan air pada Raina," sahut Kania.
"Apa?"
"Dan Gibran hanya diam saja, malah kata Namira Gibran malah membela Zena dan menyalahkan Raina. Bahkan dia mengucapkan kata-kata kasar pada Raina," jelas Kania pada suaminya.
"Anak itu benar-benar tidak tau diuntung!" tangan Galen terkepal kuat menahan gejolak emosi yang hampir menguasai dirinya.
"Aku jadi kasian pada Raina mas, bisa saja Raina mencari pria lain diluaran sana. Namun sepertinya Raina memang menjaga amanah orang tuanya,"
𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐛𝐮𝐧𝐠....
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bercadar Ceo Posesif
Teen FictionCerita ini menceritakan tentang perjalanan cinta wanita bercadar yang bernama Raina.