Sudah dua hari Gibran mengurung dirinya di dalam kamar, dirinya sama sekali tidak keluar dan tidak menyentuh makanan yang dibuatkan oleh Raina.
Raina yang melihat Gibran selalu murung merasakan kesedihan, karena sifat dan sikap Gibran tiba-tiba saja berubah menjadi dingin padanya.
Hari ini Raina mengirimkan makanan untuk Gibran namun, sama sekali tak di sentuh olehnya.
Kemarin Raina juga sempat ingin mengajaknya mengobrol namun, Gibran menolaknya dengan kata-kata yang menohok hati Raina.
Di balik cadarnya Raina mengigit bib1r bawahnya kuat-kuat, untuk menghadapi sikap Gibran yang acuh tak acuh.
Dirinya menarik nafas perlahan saat dirinya kini sudah berada di depan pintu kamarnya dan Gibran.
"Semangat Raina," batin Raina menyemangati dirinya sendiri.
Raina juga membawa nampan berisikan beberapa makanan ringan yang dirinya buat seperti cookies coklat dan ada juga kue tart.
Clek!
Raina membuka pintu kamar itu, terlihat Gibran yang tengah bersembunyi dibalik selimut.
Raina mendekat kearahnya. Dirinya meletakkan makanan ringan yang dirinya bawah tadi di atas meja rias.
Lalu Raina mendekat kearah Gibran, kedua tangan Raina mulai mengguncangkan tubuh Gibran dengan pelan.
"Ck! Apa maumu si4lan!" Raina hampir saja jatuh ke bawah karena terkejut mendengar bentakan yang keluar dari mulut Gibran.
"Apa yang kau lakukan disini? Aku sudah memintamu untuk tidak menggangguku!" pekik Gibran menatap nyaman kearah Raina.
Raina yang mendengar itu meremas gamisnya, dirinya mengigit bib1r bawahnya agar isak tangisnya tidak pecah.
"A-aku kemari untuk membawakanmu makanan ringan," ujar Raina menunduk.
"Sudahkan? Sekarang keluar! Mengapa kamu masih disini? Aku tidak ingin melihatmu! Jadi sekarang cepat keluar," usir Gibran dengan nada tinggi.
Raina yang mendengar itu langsung berlari keluar, dengan air mata yang mulai mengalir.
Brak!
Gibran menutup pintu kamarnya dengan gerakan kasar.
Dirinya terduduk, Gibran mencekram kuat rambutnya.
"Bod0h! Mengapa kamu menyakiti Raina lagi si4lan!" pekik Gibran pada dirinya sendiri setelah sadar akan apa yang dirinya lakukan.
Brak!
Gibran memukul pintu dengan kuat sehingga menimbulkan suara yang nyaring.
"Zenaaa," lirih Gibran.
Dirinya memeluk kedua lututnya, Gibran benar-benar merindukan gadis itu.
"Aku hanya ingin dia Tuhan,"
"Ma-maaf karena aku menyakiti Raina kembali, aku memang pria brengs*k."
"Raina maaf,"
Kedua mata Gibran memerah dirinya berusaha mati-matian agar tidak mengeluarkan air mata.
"Jika memang Zena tidak ditakdirkan untukmu, maka bantulah aku melupakannya Tuhan," lirih Gibran dengan suara serak.
"Aku kasihan melihat Raina, aku memang belum menyukainya tapi hatiku merasakan sakit saat melihat Raina menangis karena ulahku sendiri," Gibran mengingat-ngingat tadi dimana mata Raina yang mulai berkaca-kaca saat mendengar bentakannya.
"Aku tidak pantas bahagia ya?"
"Jika memang aku tidak pantas untuk bahagia, maka aku hanya meminta tolong bahagiakan Raina. Aku selalu menyakitinya dan benar-benar tidak berguna,"
Gibran meremas kuat sisi bajunya, "Tuhan saya lelah, tolong bantu saya untuk melupakannya."
"Saya tidak ingin terus hidup dalam bayang-bayang masa lalu, aku ingin memulai hidupku yang baru bersama orang yang bersamaku saat ini,"
"Aku ingin melupakannya sebagaimana dia melupakanku,"
Gibran menundukkan kepalanya seraya menatap kedua lututnya, "Bantu aku Tuhan aku ingin bisa melupakannya, aku tidak ingin terus mengingatnya."
"Ma-maafkan aku.... Raina,"
𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐛𝐮𝐧𝐠....
𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐧𝐞𝐱𝐭 𝐤𝐞𝐭𝐢𝐤 "𝐍𝐚𝐝𝐢𝐧𝐞 𝐩𝐚𝐜𝐚𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐌𝐚𝐫𝐯𝐞𝐥"
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bercadar Ceo Posesif
Teen FictionCerita ini menceritakan tentang perjalanan cinta wanita bercadar yang bernama Raina.