Setelah melaksanakan sholat isya Raina kini tengah duduk termenung di balkon kamar.
Dirinya menatap keatas langit yang penuh dengan bintang.
"Apa aku sudahi saja yah ini semua?" batin Raina seraya terus menatap kearah satu bintang yang paling terang.
"Aku juga lelah kalau terus menerus seperti ini," gumamnya.
Raina kembali melamun, sampai tak sadar Gibran datang menghampiri dirinya.
Gibran duduk disebelah Raina yang ternyata masih belum sadar akan kehadirannya.
"Kamu sedang melihat apa?" tanya Gibran seraya menatap Raina.
"Astagfirullah!" Raina terkejut dirinya sedikit menggeser duduknya.
"Astagfirullah, aku kira siapa." Raina mengelus dadanya yang shock akan kehadiran Gibran yang tiba-tiba ada disebelahnya.
Gibran yang melihat tingkah Raina itu tertawa kecil, dirinya geli melihat tingkah kaget Raina yang menurutnya lucu.
"Kenapa kamu tertawa?" tanya Raina dengan memincingkan bola matanya.
"Tidak ada," jawab Gibran seraya menghentikan tawanya.
Raina yang melihat itu menggedikan kedua bahunya.
"Kamu sedang apa?" tanya Gibran memulai basa-basi.
"Melamun," sahutnya.
"Kenapa melamun? Ada masalah? Tidak baik melamun malam-malam nanti kamu kerasukan," cetus Gibran.
"Gak mungkin, lagian setannya juga ngga bakal mau kok." Elak Raina.
"Kata siapa? Pasti maulah, orang kamu cantik."
"Seterahmu saja," ucap Raina yang malas meladeni Gibran.
"Kamu masih marah?" tanya Gibran dengan tatapan mata sedih.
"Kamu pikir saja sendiri," sahut Raina dengan nada ketus.
"Mas? Apa ngga kita sudahi saja hubungan ini? Apa lebih baik kita pisah saja yah?" ujar Raina seraya menatap kearah Gibran.
Gibran yang mendengar itu membelalak kaget, "Tidak! Apa-apaan kamu ini! Bercerai itu dosa besar Raina!"
Raina yang mendengar itu mengangguk, "Ya, aku tahu itu dosa besar. Aku juga sebenarnya tidak mau tapi kamu selalu seperti itu, hehe kamu lebih memikirkan Zena."
"Padahal kamu sudah tahu punya istri, dan Zena sudah meninggalkanmu kenapa kamu masih mengharapkannya Mas? Setidak pantaskah itulah aku mendapatkan hatimu?"
"Tidak! Kamu pantas. Maafkan aku karena belum bisa melupakannya, tapi aku mohon padamu jangan tinggalkan aku!" Gibran memegang kedua tangan Raina.
Keduanya terdiam sejenak, untuk menetralkan emosi mereka masing-masing.
"Tolong, bantu aku melupakannya. Aku berjanji aku akan berusaha," ucap Gibran dengan suara parau, suara pria itu juga terdengar gemetar.
"Aku tidak ingin kehilanganmu, aku berjanji untuk melupakannya. Tapi aku butuh bantuanmu, bantu aku supaya bisa melupakannya."
"Tolong beri aku satu kesempatan untuk kali ini saja. Aku berjanji akan berubah," pinta Gibran.
Cairan bening tiba-tiba meluncur bebas di pipi Raina yang tertutupi cadar.
Raina juga merasakan sebuah cairan yang jatuh dikedua tangannya, Gibran menyembunyikan wajahnya di kedua tangan Raina yang dirinya genggam erat.
"Tolong..., satu kesempatan lagi." pinta Gibran lagi dengan nada gemetar seperti menahan tangis.
Raina menarik nafasnya dalam untuk menenangkan dirinya, Raina juga mencoba untuk tidak terus mengeluarkan air mata.
"Apa kamu berjanji kali ini kamu akan berubah?" tanya Raina seraya menatap kearah Gibran dengan mata yang sedikit merah.
Gibran mengangkat wajahnya, terlihat kedua mata pria itu memerah juga dengan hidungnya.
"Ya, aku berjanji jika aku ingkar kamu boleh pergi meninggalkanku." ucap Gibran seraya tersenyum tipis, tangan pria itu masih menggenggam erat tangan Raina.
"Baiklah, untuk kali ini aku memberimu kesempatan. Tapi jangan sampai kamu mengulangi kesalahanmu yang sama,"
"Cukup kali ini saja aku harap kamu bisa berubah sepenuhnya dan aku memaafkanmu,"
𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐛𝐮𝐧𝐠.....
𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐧𝐞𝐱𝐭 𝐤𝐞𝐭𝐢𝐤 "𝐍𝐚𝐝𝐢𝐧𝐞 𝐩𝐚𝐜𝐚𝐫𝐧𝐲𝐚 𝐌𝐚𝐫𝐯𝐞𝐥"
𝐈𝐠:@Zyndinne3
𝐖𝐚𝐭𝐭𝐩𝐚𝐝:@Zyndinne3/𝐈𝐬𝐭𝐫𝐢 𝐛𝐞𝐫𝐜𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐜𝐞𝐨 𝐩𝐨𝐬𝐞𝐬𝐢𝐟.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bercadar Ceo Posesif
Teen FictionCerita ini menceritakan tentang perjalanan cinta wanita bercadar yang bernama Raina.