*****
Beberapa hari berlalu, setelah mengajak Raina pulang kembali kerumah. Sikap dan sifat Gibran, perlahan-lahan mulai berubah.
Pria itu bersikap manis padanya beberapa hari ini, bahkan Gibran sangat perhatian padanya.
Itu membuat Raina heran dan bingung, mengapa pria itu sekarang sudah mulai berubah? Apakah ada sesuatu yang terjadi saat dirinya pergi meninggalkan rumah?
*****
Malam hari Gibran dan Raina tengah bersantai di balkon kamar mereka seraya menikmati secangkir teh panas.
Malam itu begitu tenang, semilir angin menyapu kulit kedua insan itu.
"Apa besok kamu mau ikut denganku?" pertanyaan itu terlontar dari mulut Gibran.
Raina menatap Gibran, "Kemana?"
"Ada deh, nanti aku kasih tahu besok."
Kening Raina berkerut, "Kenapa tidak sekarang saja? Kamu kan mengajakku harusnya beritahu saja sekarang, jangan membuatku penasaran."
"Kan besok aku kasih tahu," ucap Gibran.
"Tapi aku sudah penasaran, memangnya harus menunggu besok yah?" tanya Raina.
Gibran pun, mengangguk sebagai tandan membenarkan pertanyaan dari Raina.
"Baiklah,"
Setelah mengatakan itu, terjadi keheningan kembali.
Sampai beberapa menit kemudian Gibran membuka percakapan kembali.
"Kenapa kamu tidak melepas cadarmu di depanku?" tanya Gibran.
Raina terdiam sejenak, "A-aku masih belum siap untuk sekarang,"
"Baiklah, aku akan menunggumu sampai kau siap. Aku hanya heran kenapa kamu tidak membuka cadarmu, tidak apa-apakan jika di depan suami sendiri?"
"Aku malu," sahut Raina.
"Memangnya kenapa?" tanya Gibran heran.
"Aku juga tidak tahu,"
"Kamu pasti cantik, karena saat aku melihat Umi Rheina. Beliau sangat cantik dan aku yakin kamu juga cantik," ucap Gibran mencurahkan isi hatinya.
[Btw Umi Rheina itu kadang make cadar kadang ngga gitu, makannya Gibran bisa tau wajah Umi Rheina]
"Iyah Umi memang cantik sangat cantik, aku saja kadang merasa insecure."
"Apa yang membuatmu insecure? Sedangkan kamu saja sudah cantik?" tanya Gibran heran dengan yang Raina katakan.
"Bukannya dulu kamu bilang aku jelek ya? Karena aku menggunakan cadar?" seloroh Raina.
Gibran diam mematung mendengar ucapan Raina.
Raina juga menunduk tak berani menatap Gibran, begitupun sebaliknya.
"Maaf," lirih Gibran menunduk dalam.
Raina mengangkat pandangannya dirinya menatap Gibran yang tengah menunduk, seraya meremas kuat hoodie hitam yang dirinya kenakan sekarang.
Tubuh pria itu juga terlihat bergetar.
"Tidak masalah," sahut Raina.
Gibran yang mendengar itu langsung mengangkat pandangannya dan menatap Raina.
"A-aku benar-benar minta maaf," ucap Gibran.
Gibran langsung berdiri, dirinya berjongkok di depan Raina seraya memegang kedua tangan wanita itu.
"Aku benar-benar minta maaf atas semua yang aku ucapkan, aku menyesali itu. Aku benar-benar meminta maaf, aku berjanji aku tidak akan mengatakan itu lagi."
"Tolong jangan membenciku, kamu boleh marah padaku tapi tolong jangan pergi lagi."
"Aku hancur saat kamu pergi,"
Raina yang mendengar semua ucapan Gibran itu menatap tak percaya dengan apa yang pria itu ucapkan.
"Apa kamu tulus?" tanya Raina yang masih sedikit ragu pada Gibran.
"Ya! Aku mengatakan semua itu dengan tulus tanpa paksaan! Aku benar-benar minta maaf padamu! Tolong maafkan aku!" jawab Gibran.
"Kamu tidak berbohongkan?"
"Tidak! Kamu boleh mempercayai ini! Aku berjanji tidak akan mengatakan kata-kata itu lagi! Dan aku berjanji akan menjagamu selamanya," tegas Gibran.
"Baiklah, tolong tetapi semua janjimu."
Gibran mengangkat tangan kanannya untuk memberikan hormat pada Raina. "Siap Nyonya!"
𝐁𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐛𝐮𝐧𝐠.....
𝐒𝐨𝐫𝐫𝐲 𝐛𝐚𝐫𝐮 𝐮𝐩𝐩𝐩𝐩𝐩
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Bercadar Ceo Posesif
Teen FictionCerita ini menceritakan tentang perjalanan cinta wanita bercadar yang bernama Raina.