"Abang kalo kita pisah nantinya, jangan lupa dengan adik kecil mu ini yah", kata si bungsu Joshua Adi Dirgantara anak terakhir yang paling banyak diam dan cerita yang ia sembunyikan dari ke enam kakak laki-lakinya.
"Abang nyium bau gosong ga?"
"Aban...
"Wah parah ya tadi masa pak Teddy ngasih olahraga kaga kira-kira anjir", keluh Hanif.
Disinilah Joshua serta dua temannya ini berada, di kelas. Joshua mengambil baju seragamnya untuk mengganti baju olahraganya. Jaiden sudah membuka baju olahraga itu di dalam kelas begitu juga dengan Hanif. Namun, Joshua memilih untuk berganti di kamar mandi sekolah agar tidak ada yang mengetahui lukanya itu.
"Argh", rasa perih menjalar pada tubuhnya ketika ia berusaha membuka baju olahraganya.
Keringat-keringat membasahi tubuh Joshua membuat rasa perih itu semakin menjadi. Seperti di beri garam di atas punggungnya.
"Sial", umpat Joshua.
Ia lupa membawa salep untuk lukanya itu. Salep itu berada di tasnya namun ia lupa untuk membawanya. Ia usap gusar rambutnya frustasi.
"Kok bisa lupa sih! Terus ini gimana,mana perih banget lagi", gumam Joshua.
"Aku harus menahannya selama pelajaran selanjutnya, hanya tinggal satu mata pelajaran lagi. Aku pasti bisa untuk menahannya", ucap Joshua yakin.
Di pakainya seragam itu dengan rapih seperti semula lalu melenggang pergi menuju kelasnya untuk jam pelajaran selanjutnya.
Kring kring kring
Bel pulang pun berbunyi membuat seluruh siswa berhamburan keluar dari kelas masing-masing untuk bergegas pulang. Beda dengan Joshua, Jaiden dan Hanif yang kini berada di kantin sekolah. Katanya Hanif mau bayar utang dulu baru pulang.
"Budhe ini saya mau bayar utangnya,udah lunas yoh saya sudah ga ada utang lagi nih", jelas Hanif.
"Wes makasih den Hanif,lain kali bayar toh yoh wong beli gorengan empat wiji ae be ngutang", cibir budhe Imah.
"Jo,bareng gue aja ayok sekalian anter Jaiden juga ini", ajak Hanif.
"Iya Jo, sekalian aja ayok", timpal Jaiden.
Joshua melirik handphone nya yang tak ada pesan masuk dari kakaknya yang akan menjemputnya. Lalu Joshua pun memutuskan untuk bersama Jaiden dan Hanif menggunakan mobil Hanif.
(Loh Hanif bawa mobil kok bisa ngutang di warung budhe sih,piye toh ikih)
Joshua menatap jalanan dengan tenang di kursi belakang. Berbeda dengan yang berada di depan mereka berdua tampak berisik dengan suara alunan musik yang membuat Joshua sedikit terganggu.
Mereka menyetel lagu Shout out dari Enhypen. Lama-lama Joshua menikmati lagunya walau tak tahu apa arti dari lagu itu.
"Motero motero~", nyanyi Jaiden.
"Shout out! Shout out!", Hanif pun juga menyanyikan lagu itu.
"Diem diem bae yang di belakang nih", sindir halus Jaiden.
"Tahu nih,kek lagi mikirin utang aja lu Jo", sarkas Hanif yang fokus menyetir.
"Ngga ada apa-apa kok", balas Joshua seadanya.
"Btw lu berapa bersaudara Jo?", tanya Jaiden tapi malah Hanif yang menjawabnya.
"Tujuh ege,Abang dia banyak. Cakep-cakep lagi tapi masih cakepan gua lah", ucap Hanif membanggakan diri sendiri.
"Yeh muka kek strapless aja belagu lu dower", cibir Jaiden.
"Yeh main body siming ae lu", ucap Hanif tak terima.
"Ya lu lagi, ngaku-ngaku cakepan lu daripada abangnya Joshua", balas Jaiden.
"Serah lu dah", pasrah Hanif.
…ᘛ⁐̤ᕐᐷ
"Assalamualaikum", ucap Joshua namun rumah tampak sepi tak berpenghuni.
"Kemana Abang? Apa mereka pergi tanpa aku?", pikir Joshua.
Ceklek
Joshua menoleh ke arah suara terbuka dari arah belakang. Joshua melihat sebuah pintu kamar yang tak pernah terpakai oleh siapapun karena memang tidak ada yang boleh ke kamar itu.
Dengan langkah penasarannya, Joshua mendekati pintu itu membukanya sedikit lebar agar ia bisa masuk ke dalamnya. Saat masuk debu menyambutnya membuatnya terbatuk-batuk dan mengibaskan tangannya untuk mengusir debu itu.
"Ruangan apa ini? Apa tak pernah bibi inem bersihkan?", gumam Joshua.
"Hanya ada kardus? Apa isinya ya?", bingung Joshua.
Joshua mencoba membuka kardus itu lalu menemukan sebuah buku tua dan sebuah foto dengan bingkai polos dan terlihat sudah berdebu. Ada foto dirinya bersama dengan ke enam kakaknya yang berada di pantai pada saat merayakan ulang tahun Arjuna tahun lalu.
"Apa waktu seperti ini bisa kembali seperti semula?", pikir Joshua sedikit menghela nafasnya berat.
…ᘛ⁐̤ᕐᐷ
Joshua berusaha mengolesi lukanya pada bagian punggungnya dengan susah payah. Dirinya sedikit frustasi karena susah menggapai bagian yang menurut sangat perih.
Ceklek
Pintu kamar Joshua terbuka dan menampakkan Jordani dengan beberapa setelan baju milik Joshua yang sudah terlipat rapih di tangan. Jordani melihat Joshua seperti sedang mengobati sesuatu langsung meletakkan baju-baju Joshua dengan rapih di lemari pakaiannya.
Lalu Jordani menghampiri Joshua kemudian merebut salep itu. Dengan telaten Jordani mengolesi salep itu pada bagian yang susah digapai.
"Kalau butuh bantuan bilang Jo,jangan diem aja", ucap Jordani dingin.
"Iya bang", cicit Joshua.
To be continued>>
Ini foto :
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.