15

542 27 0
                                    

Dua hari kemudian, Joshua kembali masuk sekolah seperti biasa. Tentu di antar oleh Jamal, om nya.

"Jo kalo ada apa-apa kabarin om yah,jangan sungkan sama om", tutur Jamal.

"Iyah om", balas Joshua lalu pergi meninggalkan Jamal masuk ke dalam area sekolah.

Sampainya di kelas Joshua melihat Agasta sedang bersenda gurau dengan Jefri. Agasta merasa ada yang memperhatikannya pun menoleh ke arah Joshua yang berdiri di ambang pintu kelas.

Jefri pun mengikuti arah Agasta dan menatap Joshua. Joshua mengalihkan pandangannya lalu pergi menuju kursinya. Ia letakkan tasnya lalu mengeluarkan buku pelajarannya.

Tak lama bel pun berbunyi, para murid kini dalam suasana tenang dan diam. Bagaimana tidak, saat adalah jam pelajaran guru killer yang sangat di takuti oleh para murid.

"Satu jam, saya kasih kalian waktu satu jam untuk mengumpulkan tugas kalian. Dimulai dari-"

"Sekarang!", katanya tepat jarum jam di angka dua belas tepat.

Joshua mengerjakan dengan tenang,berbeda dengan kedua sahabatnya yang kini tengah saling memandang bingung dan pasrah.

Agasta menatap Joshua yang berada di depannya sedikit terkejut ketika mendapati ada perban di bagian lengan Joshua. Lalu ia tak mau ambil pusing, ia pun melanjutkan mengerjakan tugasnya.

Kring kring kring

"Oke, waktu selesai. Ketua kelas tolong kumpulkan semua tugasnya lalu taruh di meja saya. Untuk semuanya Minggu depan sudah memasuki waktu ujian jadi kalian persiapkan diri kalian. Mengerti?", tutur guru itu.

"Baik bu"

Guru itu pun pergi diikuti oleh ketua serta wakil ketua di belakangnya. Agasta dengan cepat menarik lengan Joshua keluar kelas. Jaiden dan Hanif pun saling menatap lalu mengejar Agasta.

Di bawanya Joshua oleh Agasta ke rooftop sekolah, dimana area itu lah para murid jarang mengunjungi.

"Agas, ada apa?", tanya Joshua tidak mengerti.

"Masih mau pura-pura lupa Jo. Gue sahabat lo Jo", kata Agasta membuat dua orang yang kini berada di balik dinding terkejut.

"Jadi Agasta sahabatnya Joshua?", bisik Jaiden.

"Hus diem, entar ga kedengaran", balas bisik Hanif.

"Agas, Jo ga lupa kok. Hanya saja, Jo masih sakit rasanya kalau disuruh ingat kejadian itu", ucap Joshua.

"Kejadian itu bukan gua Jo. Buktinya gua baik-baik aja kan? Kalo emang itu gua, mungkin saat ini gua di Amerika bukan disini!", sentak Agasta.

"Jo tahu gas, tapi Jo ga bisa. Salah tetaplah salah", ucap Joshua.

"Abang lu itu pengecut Jo", sindir Agasta.

"Jangan bawa-bawa abang Jo", ucap Joshua memperingati.

"CK! Abang-abang lu itu lemah, pengecut, alay, payah, bod-"

Bugh

Agasta tersungkur ke lantai dengan sedikit luka di bagian bibirnya. Yah Joshua lah pelakunya.

"Lu tolol gas", ucap Joshua menahan amarahnya.

Agasta bangkit lalu membenarkan seragam nya kemudian menatap tajam Joshua.

"See, lu juga bego Jo. Mau aja di injak-injak sama Abang sendir-"

Bugh

"Aduh tangan gua gatel, maaf yeh", cibirnya.

Joshua terkejut melihat kedatangan kedua sahabatnya secara tiba-tiba. Jaiden merangkul Joshua santai sambil menatap Hanif yang baru saja memukul Agasta.

Tinta Terakhir Ku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang