12

624 30 2
                                    

Suasana kantin terlihat ramai dengan para murid yang menghabiskan waktu istirahatnya disana termasuk Joshua juga. Joshua, Jaiden, Hanif, Farhan, Lukas dan juga Yana tengah makan makanan mereka dengan tenang.

"Den, minta baksonya dong", ucap Hanif.

"Yweh bwakswo lwu mwasih bwanywak itwu", sahut Jaiden dengan mulut penuh bakso didalamnya.

"Awas keselek den", celetuk Farhan.

"Jo mau nyobain roti ini ga?", tawar Yana.

"Eum boleh", jawab Joshua.

Sebenarnya Joshua ragu untuk memakan itu, mengingat dirinya tidak boleh memakan makanan yang berbau kacang apalagi ini roti dengan selai kacang. Joshua tersenyum pada Yana lalu memakan roti itu.

Suhu tubuh Joshua tiba-tiba meningkat, keringat membasahi tubuhnya. Namun Joshua masih menahan agar tak mengecewakan perasaan Yana. Lalu Joshua pamit untuk pergi ke kamar mandi.

Sampainya di kamar mandi, ia pun berjalan ke arah wastafel. Di basuhnya wajahnya yang mulai memerah akibat selai kacang yang ia makan. Joshua memuntahkan rotinya kembali. Sungguh sakit rasanya, Joshua dengan terburu-buru mengambil obat yang ada di sakunya.

Meminum obat itu sebanyak lima butir sekaligus. Joshua tidak tahu jika itu bisa saja dirinya overdosis obat. Kepala pusing bukan main. Keringat-keringat membasahi tubuhnya sampai menembus seragamnya.

Joshua bersandar pada dinding kamar mandi hingga terduduk di lantai. Joshua memejamkan matanya. Ia tak kuat menahan rasa pusing pada kepalanya, penglihatannya mulai gelap. Ia pingsan.

…⁠ᘛ⁠⁐̤⁠ᕐ⁠ᐷ

Joshua membuka matanya perlahan dan menatap sekitarnya. Ia melihat langit-langit ruangan berwarna putih dengan lampu yang cukup terang. Ia menoleh ke arah samping kirinya mendapati seorang yang tengah tidur dengan tangannya sebagai bantalan.

Ia melirik tangannya sendiri yang terdapat selang infus disana. Ia baru sadar jika dirinya di rumah sakit.

"Ah kau sudah siuman anak muda?", ucap seorang dokter yang baru saja masuk dengan seorang suster di belakangnya.

Joshua mengisyaratkan pada dokter agar tidak berisik karena bisa saja membangunkan seseorang yang berada di sampingnya ini. Dokter pun mengerti lalu dokter memeriksa keadaan Joshua.

"Sus nanti atur temperatur suhu ruangan agar tubuh tetap hangat yah", pinta dokter.

"Baik dok", balas suster.

"Bagaimana keadaan mu nak, apa merasa pusing?", tanya dokter.

Joshua mengangguk sebagai jawaban 'iya'.

"Sebelumnya perkenalkan saya dokter Anggara Gino Sastra panggil saja dokter gara. Nah namamu pasti Joshua kan", tutur dokter.

"Kok bisa tahu?", heran Joshua.

"Dokter adalah teman om kamu, jadi om akan jaga kamu mulai sekarang. Tenang hanya kamu, dokter dan tuhan yang tahu perihal penyakit kamu ini", jelas Anggara.

"Ada kok yang tahu dok", ucap Joshua polos.

"Siapa?", tanya Anggara.

"Pak Jodi, dia guru ku di sekolah", ucap Joshua.

"Ah si laki-laki jangkung itu yah, jadi dia guru mu?", tanya Anggara.

"Iya dok, dokter kenal?"

"Dia teman dokter dulu saat kuliah, tadi dokter juga sempat ketemu dengannya setelah sekian lama. Dia semakin nambah umur bukannya tua malah jadi awet muda. Om kamu juga tuh", ujar Anggara.

Tinta Terakhir Ku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang