Bab 03

2.8K 177 2
                                    

Suara langkah kaki terdengar di tengah lorong yang sepi. Perlu diketahui jika jumlah pelayan di Kediaman Sylvione terbilang sedikit. Banyak pelayan yang dipecat oleh Arietta yang asli, lalu Aeris akan mengerjakan tugas pelayan dengan paksaan dari Arietta yang asli.

Para pelayan tidak ada yang mau membantunya. Daripada memikirkan orang lain seperti Aeris, lebih baik mereka mengerjakan tugas mereka tanpa takut adanya ancaman dari Arietta yang asli.

"Di mana Aiden?" Arietta melihat ke luar jendela. Suasana pagi di kediamannya begitu sepi dan membosankan.

"Kakak sedang berlatih bersama Sir Anhart. Kakak berlatih dengan giat hari ini."

Langkah Arietta terhenti saat Aeris menyebutkan nama 'Anhart'. Tentu Arietta mengenalinya, karena pada cerita aslinya pria tersebut merupakan orang yang cukup dibenci oleh Aiden.

"Bagaimana jika kita melihat Kakakmu berlatih? Ibu sedikit penasaran."

Arietta tersenyum. Seperti sebuah mimpi yang mustahil akan tercapai. Dia menyebut dirinya sendiri sebagai 'ibu'. Impian yang mustahil itu akhirnya dapat dia lakukan sekarang. Walaupun Aeris bukanlah anak kandungnya, tapi perasaan yang muncul saat berbicara dengan Aeris membuatnya merasa sangat bahagia.

"Tentu. Kakak biasanya berlatih di halaman belakang." Aeris membukakan jalan untuk Arietta. Karena halaman belakang berada di arah berlawanan yang mereka tuju sekarang.

Mereka kembali melanjutkan langkah. Aeris tidak banyak berbicara, dia hanya menyahut saat Arietta mengajaknya berbicara.

Mereka tiba di bagian belakang mansion. Dari kejauhan, terlihat Aiden sibuk berlatih dengan seorang pria. Keduanya saling mengayunkan pedang kayu ke satu sama lain. Berbeda dengan Aiden, pria yang dipanggil Sir Anhart itu memiliki kemampuan berpedang yang jauh lebih baik.

Aiden berusaha menghindari ayunan pedang Sir Anhart. Sayangnya, dia sedikit terlambat sehingga pedang kayu tersebut mengenai pipi kirinya. Aiden terjatuh ke tanah setelah kehilangan keseimbangan.

"Kau sangat lamban! Jika aku memegang pedang sungguhan, bukan tidak mungkin aku menebas kepalamu!" Pria tersebut mengayun pedang kayunya sebelum menghunuskannya pada Aiden.

Aiden tidak menjawab, dia membuang muka ketika pria di hadapannya itu mulai mengomelinya. Pipi kirinya terasa sakit akibat pukulan keras dari pedang kayu tadi. Aiden menyentuhnya, menyadari jika darah keluar dari luka di pipi kirinya.

"Dengarkan saat aku berbicara!" Sir Anhart mengangkat pedangnya tinggi-tinggi dengan penuh amarah.

"SIR ROVIEN ANHART! TURUNKAN PEDANGMU!" teriakan Arietta terdengar begitu lantang, mengejutkan semua orang di sana.

Arietta berjalan ke arah mereka berdua. Sorot matanya mengisyaratkan jika amarahnya tengah meluap-luap. Pandangannya kemudian jatuh pada Rovien, yang mana pria tersebut berdiri dengan kikuk di hadapan Arietta.

"Apakah ini caramu mendidik Putraku?" Arietta menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menunggu jawaban dari Rovien.

"Nyonya, ini adalah cara saya melatih murid saya. Saya memang sedikit keras-"

"Tapi aku dapat melihat dengan jelas jika kau tengah bersenang-senang saat melukai Putraku." Arietta memainkan jarinya.

Dilihat dari respons Rovien yang memilih untuk mundur tanpa langsung menjawab, Arietta sudah tahu kelakuan pria tersebut pada Aiden.

Aiden selalu ingin menjadi kesatria dengan keahlian berpedang yang baik. Namun, jalannya tidak mudah. Dengan Arietta sebagai batu penghalang besar di cerita aslinya, Aiden sangat sulit melatih kemampuannya. Guru berpedang pun Arietta pilih secara acak. Rovien hanyalah prajurit yang sedikit lebih mahir dari prajurit yang lain, tapi tidak bisa dikatakan jika dia memiliki keahlian berpedang yang baik.

Menjadi Ibu Tiri Sang Protagonis (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang